“Mon, bangun!!” aku mengguncang guncangkan tubuhnya
Tak ada reaksi
***
beberapa menit kemudian, ambulans datang..
Simon yang tak sadarkan diri langsung diangkut menuju rumah sakit..
sepanjang perjalanan aku hanya bisa menangis sambil memperhatikan darah yang semakin mengalir deras dari dadanya..
***
“Suster, tolong pasien ini!!!” teriak seorang pegawai rumah sakit
Suster langsung datang dengan membawa kereta dorong
Tubuh Simon yang penuh darah dibaringkan di atas kereta dorong tsb
***
“Simon.. kamu harus kuat!!!” teriakku histeris
Ia masih juga tak bergeming.
Akhirnya sampai juga di ruangan emergency..
Ketika hendak masuk, dokter mencegahku.
“Maaf. Pasien sedang tidak boleh dikunjungi.”
Kemudian dokter menutup pintu ruangan. Tinggalah aku, menangis tersedu sendirian.
Tuhan… Tolong aku.. jangan katakan kalau aku akan kehilangan dia…
**Tak lama kemudian datanglah wanita itu.. Wanita yang hampir membuat kekasihku terbunuh!! Stella!
Terburu buru aku menghampirinya.
Ia sedang menangis kecil, sebentar sebentar menyeka air matanya dengan tisu
Dasar wanita sial. Dia pikir bisa menipu semuanya dengan air mata buaya itu?? Hah!
Tepat di depannya aku berhenti. Ia mendongak, lalu melihatku.
Sebelum ia sempat berkata apa-apa,
PLAKKKKK
Aku menamparnya. Keras sekali.
Ia masih menangis sambil memegangi pipi kanannya yang makin memerah.
“Kenapa kamu nggak tembak aku aja waktu itu????! Biar aku yang sakit, biar aku yang mati!!! Jangan Simon!!! huhu..” teriakku
Stella tak bergeming. Sekarang ia sesenggukan.
“PUAS KAMU SEKARANG?? PUAS KAMU LIAT SIMON KAYAK GINI??!”
Semua orang yang berlalu lalang di sepanjang lorong rumah sakit langsung memperhatikan kami.
Aku nggak peduli. Sekarang yang terpenting buat aku adalah kesembuhan Simon..
“Aku tau Stell kamu mencintai dia. Aku bakal ngrelain dia kalo itu yang kamu mau. Asalkan jangan pernah bikin Simon sakit kaya gini. Aku rel, Stell, Rela!” ujarku di tengah tengah tangisku
Kami berdua menangis lamaaaaaaa sekaliiii hingga fajar tiba..
***
“Hei bangun nona, jangan tidur di sini..”
Seseorang mengguncangkan tubuhku perlahan.
Aku pun mengerjapkan mataku yang masih kabur. Di depanku tampak seorang perawat bule.
“Kekasih anda sudah sadar. Dan ia mencari anda.” ujar perawat itu.
“Te..terima kasih..” kataku
Aku bergegas menuju kamar Simon. Di sana ia terbaring lemah, dengan pandangan sayu menatap jendela
Aku tak kuasa menahan tangis. Seketika aku menghambur ke rahnya, dan memeluknya eraat sekali, seakan tak ingin aku lepas.
“Hai cantik” ia mengelus rambutku perlahan
Aku tak menjawab. Malahan terus saja menangis dalam dekapan dadanya yang bidang.
“Jangan nangis ah. Yang semangat dong! seperti Maria yang aku kenal” ia tersenyum.
Ya Ampun…. pria yang satu ini memang benar benar baik. Tak salah aku memilih dia jadi pacar..
Aku pun melepas pelukanku. Kemudian menyeka banjir air mataku dan tersenyum pada Simon.
Tiba-tiba aku teringat pada omonganku pada Stella tadi.
“Mon….”
“Apa Mar?”
“Mungkin sebaiknya kita putus..”
Simon yang sedang makan bubur hangat berhenti mengunyah lalu meletakkan mangkoknya
“Kamu bohong kan??”
“Enggak mon. Aku nggak bohong”
“Bilang kamu bercanda, Mar.”
“Ini nyata Mon, dan aku nggak bercanda.”
“Kamu udah nggak sayang aku Mar?? Tolong jangan, aku bener bener masih mencintai kamu!”
“Maaf Mon..”
Aku cepat cepat berlari meninggalkan Simon. Keluar ruangan itu. Aku tak bisa menatap matanya. Sungguh, sebenarnya aku tak inginkan ini semua. Walaupun mungkin ini yang terbaik..
Air mataku tak terbendung lagi. Aku menangis sejadi-jadinya di pinggir jembatan.
Setelah tangisku reda, aku mulai merenung...
Hatiku penuh kebimbangan. Di satu sisi.. aku tak ingin berpisah.. tapi sisi lain hatiku berkata bahwa ini semua demi Simon, demi keselamatan dia.. Aku tau persis dia nggak akan aman selama masih sama aku.. Stella akan terus berusaha mendekati Simon.. sekalipun harus menghancurkan aku!
***
No comments:
Post a Comment