“Silahkan..” Butet tersenyum kepada salah satu pengunjung café Amore sambil mengangsurkan secangkir kopi.
Pengunjung itu nampak senang dengan keramahan Butet.
Butet pun kembali ke dapur.
“Li, dari tadi Pak Hendra mantengin lu terus tuh!” bisik Maria sambil tertawa kecil.
“Ah apaan sih, palingan semua karyawan juga diliatin!” sergah Liliyana alias Butet, tersipu.
“Enggak. Daritadi tuh Pak Hendra ngeliatin lo terus, udah kayak TV gitu, dipantengin ga berenti-berenti.” canda Maria lagi.
Liliyana pun menengok ke luar, dan mendapati Pak Hendra sedang… tersenyum kepadanya!
Liliyana langsung merapatkan tubuhnya ke tembok. Jantungnya berdegup sangat kencang.
***
“Grace, jalan yuk!” ajak Shendy sambil membereskan buku buku yang berserakan di bangkunya.
“Ayooo, mo kemana nih??” sahut Grace sumringah
“Mall yuk!!” seru Pia dan Nitya
Grace dan Shendy langsung menoleh cepat “Pasti mau ke PUJASERA-nya??” tanya mereka berdua, hampir berbarengan.
Pia dan Nitya juga mengangguk cepat.
“Astagaaaaa kalian tuh makanan terus yah yang nempeldi otak??” ujar Shendy bosan sambil menggelengkan kepalanya
“Ya yok aja sih, aku juga jadi kepingin nyoba” ujar Grace, nyengir
“Ngeeeeeh? Mampus, Grace ketularan!” Shendy melongo lalu menepuk dahinya.
Semua tertawa kecil, lalu melangkah keluar ruang kelas bersama-sama.
***
Sampai di gerbang kampus, sesorang yang dibenci—sekaligus paling tidak ingin ditemui Grace, sekarang telah berdiri dengan dua tangan terlipat di dadanya!
Grace melengos sebal. Dan pura-pura tidak melihat, malahan terus saja berjalan, bersama dengan ketiga temannya.
“Grace, kayaknya lo ditungguin tuh! G..gimana?” tanya Nitya takut-takut
“Udah, cuek aj..” belum selesai Grace berbicara, tangannya ditarik, oleh siapa lagi, kalau bukan AHSAN
“Ap..apaan sih?!” bentak Grace kesal, berusaha meronta dari genggaman tangan Ahsan yang sangat erat.
“jangan lupa janji lo kemaren..” ujar Ahsan tajam (tapi nggak setajam SILET)
“Yayayayaya” jawab Grace asal, masih memalingkan wajahnya
“Engh, Grace kita duluan ya? Have fun..” ujar Nitya disertai senyum kaku dari Shendy dan Pia.
Seperti dirinya, Pia-Shendy-Nitya males banget harus berurusan dengan cowok tengik ini—yang sekarang ada di hadapannya.
“Sekarang gue suruh ngapain?” tanya Grace sambil menatap Ahsan sengit.
“Ikut gue.” jawab Ahsan singkat
Grace melengos lagi, kesel berat!!!!!
***
Grace melongo melihat BMW hitam di depannya. Tambah melongo lagi setelah tau itu milik Ahsan.
Ahsan mengernyit heran.
“Naik gih, atau mau gue tinggal?” ujar Ahsan yang bikin Grace tambah kesel
“Ish nyolot banget sih lu!! Ngeselin!” seru Grace kesal lalu masuk ke mobil sambil membanting pintu dengan keras.
Ahsan melotot ke arahnya. “Awas sampe BMW gue lecet!” ancam Ahsan
Grace menghela nafas panjang, “Iya iya, Orang Kaya, i see”
Ahsan mendengus jengkel. Untung lo cewek, batinnya.
***
@tokobuku
“Waaaah!!! Gue harus borong nih!” seru Ahsan senang saat melihat bertumpuk tumpuk buku otomotif di depannya.
“Grace ambil tas belanja dong, bantu gue pilih pilih ini, bingung.” perintah Ahsan tanpa menoleh
Grace menggeram jengkel. Emangnya gue ini pembokatnya apa? rrawwr!
Dengan sebal Grace menuju ke pintu masuk, mengambil tas belanja, berbalik, dan menyerahkannya pada Ahsan.
“Nih” seru Grace sambil menyodorkan sebuah tas belanja.
“Oke.” Setelah mengisi tas tersebut dengan beberapa buku, Ahsan menyerahkan kembali tas kepada Grace “Nih,”
Grace melotot sekaligus mengernyitkan alis, “Apaan??”
“Jiah, ya elu bawa lah, sekarang ikut gue! Kita cari yang lain. Gue butuh buku buat materi praktikum nih.”
Grace membelalak mendengar perkataan Ahsan. Namun sebelum dirinya sempat menolak—tangannya telah ditarik oleh Ahsan menuju rak buku pelajaran.
@kasir
“Udahan kan SHOPPINGNYA?” tanya Grace kesal
“Belum. habis ini gue mau hunting sticker.” jawab Ahsan singkat sambil mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyerahkannya ke mbak kasir.
Grace mendengus sebal. “Kayak cewek aja lu” ujarnya lirih
“Apa??” Ahsan menoleh cepat, pandangan galaknya bikin Grace menciut
“Nggaaaaaak” sahut Grace lalu menuruni tangga, ngeloyor pergi meninggalkan Ahsan yang masih sibuk membayar bukunya.
***
“Vita, kamu sudah ada kamera sendiri?” tanya atasan Vita, Bu Ike.
“Emhh…sudah sih bu... Kamera lomo, nggak papa?”
“Lomo?? Bagus sekali malahan! Ya sudah, kalau sudah siap, hari ini kamu boleh mulai meliput.” ujar Bu Ike sambil tersenyum.
Mata Vita langsung membulat senang. “Terimakasih, bu!!”
***
Saat sedang memotret anak-anak kecil untuk liputannya, Vita dikagetkan oleh kedatangan seseorang.
“Hai, lo juga wartawan baru ya?” sapa seorang cowok
Vita menoleh. Terlihat sesosok lelaki berperawakan tinggi.
“Iya hehe. Lo juga?” tanya Vita sambil tersenyum lalu menutup lensa kameranya.
“Yap.” jawab cowok itu, seketika pandangannya beralih ke kamera Lomo yang dipegang Vita “Widiiiih LOMO ya??” wajah cowok tersebut berubah takjub.
Vita mengangguk cepat. “Kenapa?”
“Keren banget! Jarang nemu gue baru-baru ini!” ujar cowok jabrik tersebut, masih menimang kamera Lomo milik vita dengan sayang.
“Ehm.. ngomong ngomong kita belum kenalan, kayaknya?” tanya Vita agak mengagetkan cowok itu,
“Ohya, gue Hendra Ag. Tapi biasa dipanggil Age sama temen temen” lelaki itu memperkenalkan dirinya, dan mengulurkan tangan.
“Hai Ge, gue Vita, Vita Marissa.” ujar Vita, ia juga mengulurkan tangannya, dan mereka berdua pun berjabat.
Age pun mengajak Vita duduk.
“Udah lama jadi wartawan?” tanya Age sambil menendang nendang kaleng kosong di depannya.
“3 tahun terakhir, habis suka fotografi sama jurnal sih.” sahut Vita
“Oh.. sama gue juga..”
Vita dan Age terdiam sepertinya kehabisan bahan pembicaraan.
Tiba-tiba, seperti ingat akan sesuatu, Vita bangkit dari tempat duduknya.
“Ge, sorry, gue duluan ya. Kapan kapan kita ngobrol lagi.” ujar Vita cepat, mengakhiri pembicaraan mereka.
Setelah itu, Vita pun meninggalkan Age.
***
@rumah
“Tumben baru pulang kak,?” tanya Butet heran sambil mengeringkan rambut cepaknya dengan handuk.
“Iya hehe baru inget mau ada urusan.” jawab Vita lalu ngeloyor pergi gitu aja, meninggalkan Butet dengan sejuta pertanyaan di benaknya.
“Urusan apa sih??” gumam Butet dengan alis berkerut.
***
Cklek. Vita menutup pintu kamarnya perlahan. Lalu menghela napas lega.
Setelah berganti pakaian santai, ia membuka laptop kesayangannya.
“Kok emailnya, belum masuk ya? tumbenan..” gumam Vita lesu lalu melepas kacamatanya.
“Surat juga.. beberapa minggu ini nggak dateng..” Vita semakin sedih.
Akhirnya ia memutuskan membuka akun jejaring sosialnya yang lama tak diurus—twitter dan facebook.
Vita berdecak kaget melihat pemandangan di laptop.
Facebook :
Anda memiliki 200 pemberitahuan baru
Anda memiliki 50 pesan masuk
Anda memiliki 108 permintaan pertemanan.
Twitter :
290 new mention, mentioning @vee_marissa
29 Direct Messages
28.304 Followers
“Jadi males.” batin Vita. Setelah itu accountnya di-log out, dan ia memutuskan untuk bermain game online.
--20.25 P:M
“Kak Vita, nggak makan??” tanya Grace sambil mengetuk pintu perlahan.
“Iya de, kakak turun.” jawab Vita
@diningroom
“Halo sayang, kok baru turun? Ngapain aja di kamar?” tanya papa sambil tersenyum
“Capek pa” sahut Vita singkat
“Ooh.. Yaudah makan dulu nih, mama udah siapin udang bakar madu favorit kamu.” ujar Mama lalu menyodorkan sepiring besar udang.
Biasanya—Vita akan langsung merebut piring tsb dari mama, mengambil nasi, dan memakannya dengan rakus. Tapi ini? Vita kelihatan benar-benar lesu.
“Kenapa sayang? Nggak enak ya?” tanya mama—sepertinya menyadari perubahan sikap putri sulungnya. “Capek banget ya? Kalo nggak mau udangnya jangan dipaksa, buat istirahat aja.” sambung mama.
Vita tersenyum. “Makasih ya ma. Iya, capek banget nih badan Vita berasa remuk. Vita bikin susu coklat hangat aja ya ma?”
“Iya sayang. Habis itu kamu tidur ya?”
Vita tersenyum lagi. Ia segera beranjak ke dapur untuk membuat segelas susu coklat hangat.
--22.30 P:M
Butet terbangun. Ia kebelet pipis. Kebetulan, toilet paling dekat dari kamarnya adalah toilet di samping kamar Vita.
Keluar dari kamar mandi, Butet heran melihat laptop Vita masih menyala.
Butet pun masuk ke kamar Vita, lalu menggeleng kecil.
“Dasar kak Vita, kebiasaan, tau ngantuk, leptop malah ga dimatiin.” gumamnya.
Buka apaan sih kak Vita? Karena penasaran, Butet pun membuka tab website yang diminimize.
“Email??" Alis Butet berkerut "Ah sudahlah, paling urusan kerjaan.”
Butet lalu menggotong tubuh kakaknya ke kasur. Saat itulah, jatuh sebuah kertas—yang sepertinya digenggam erat kakaknya dari tadi.
Butet mengambil kertas itu, lalu membacanya.
Beberapa hari ini Alvent nggak ngasih kabar—baik email ataupun surat.
Aku khawatir.. jangan jangan dia kenapa kenapa?
Tapi firasatku mengatakan lain, yang ini negatif. Saking sibuknya Alvent, dia sampe lupa, kasih kabar ke aku. Kita bakal marahan, atau yang lebih buruk, PUTUS.
Aku sibuk mikirin berbagai pikiran semacam itu yang terus aja nyumpelin otakku dari kemaren.
Karena sampai saat ini, aku belum nerima kabar apapun dari Alvent—baik email ataupun surat, ataupun sms. Selalu pending, waktu ditelpon selalu nggak active, wajar kan kalo aku mikir yang aneh aneh? Ini udah lebih dari seminggu men!
Sampe akhirnya.. aku nemuin foto itu.
Fotoku sama Alvent, pas pertama aku ditembak sama dia, dan kita dikerjain abis-abisan sama temen temen SMA, pake telor tepung, dan semacamnya—
Foto itu beneran bikin aku kangen setengah mati— sekaligus menyadarkan aku bahwa cintaku sama Alvent nggak ada matinya
Kuakan menanti meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Kutau kau hanya untukku
Biarlah waktuku habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar cintaku padamu
Ku tetap menanti
VitAlvent 08-11-96 <3 :*
Tangsi Butet banjirrr begitu selesai membaca gulungan kertas lecek itu.
Tega banget ko Alvent sama Kak Vita. Walaupun gitu, kak Vita masih setia. Aku salut! batin Butet.
Setelah itu, ia menyelimuti tubuh kakaknya yang berada di atas kasur, dan ia sendiri kembali tidur.
No comments:
Post a Comment