Butet mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Ia celingukan sejenak, melangkah perlahan namuun..
“BAAAA!!” teriak seseorang sambil menepuk pundaknya.
Butet kaget setengah mati.
Siapa yang nggak kaget coba, ditepok pundaknya tengah malem, pas sendirian lagi, kalo bukan orang iseng, paling juga yang g keliatan sama mata.. Brrrr!
Dengan takut-takut gadis berambut cepak tersebut menoleh.
Ia langsung mendesah lega melihat seseorang di depannya. Ternyata kak Vita, bukan makhluk kasat mata yang tadi sempat mengganggu benaknya.
”Hayooo darimanaaa? Jam segini baru pulang!” tanya Vita, kedua tangannya dilipat di dada. Persis seperti gayanya ketika ’menginterogasi’ Grace tempo lalu.
Butet masih diam.
”Ah.. Kencan ya!” sambar Vita.
Butet terbelalak. 1-0 untuk Vita. Sodokannya tepat sasaran! Wajah Butet seketika memerah.
”Cieeeeee!!” seloroh Vita sambil mengerling nakal ke arah Butet.
Butet tak mempedulikan seruan seruan serta ejekan dari kakaknya itu. Ia langsung ngeloyor menaiki tangga, menuju ke kamarnya.
Cklek. Butet menutup pintu.
Setelah itu ia langsung merebahkan diri di kasur. Terbayang lagi wajah Pak Hendra—RALAT—Hendra. Terbayang lagi kejadian kejadian waktu dinner barusan. Terbayang lagi ketika mereka berdua ngobrol.
Ohya, obrolan! Tak disangka obrolan Butet dan Hendra sangat nyambung. Tak disangka ternyata mereka sama sama pecinta musik. Seperti Butet, Hendra juga menyukai musik, mulai dari musik klasik setara Beethoven atau Sonata, musik Jazz ala Dave Kozz dan Tompi, sampai musik sekelas Black Eyed Peas dan Rihanna.
Begitu nyamannya dan begitu nyambungnya obrolan mereka, sampai sampai Butet lupa waktu. Sampai tak sadar bahwa sudah hampir tengh malam. Sampai tak sadar sudah berjam jam mereka ngobrol.
Namun tak sedikitpun Butet merasa jengah. Tak sedetik pun Butet merasa bosan. Tak pernah gadis tomboy ini mengalami hal yang sama—perasaan yang sama, sebelumnya.
Sebelum bertemu dengan Pak Hendra—Hendra.
Dan setelah pertemuannya dengan lelaki oriental tersebut, disadarinya banyak hal berubah.
Pikirannya lebih terbuka, wawasannya bertambah.
Tak hanya itu yang berubah. Perasaan Butet, juga.
Gadis ini biasanya canggung atau panas dingin bila harus berinteraksi secara langsung dengan makhluk bernama LAKI LAKI.
Namun yang dirasakan Butet pada Hendra berbeda. Ia sama sekali tak merasa canggung, malah sebaliknya ia merasa enjoy, nyaman bila berada di dekat Hendra. Dan Butet menikmati segala perubahan ini.
***
Terlalu lama, ini sudah terlalu lama!
Vita masih sibuk dengan laptopnya, mencari bahan browsingan untuk artikelnya, namun ia tak bisa berkonsentrasi penuh karena daritadi pikirannya tersita oleh Alvent.
Kenapa dia masih nggak kirim kabar, sih? Seenggaknya sms kek! Dia pikir aku nggak kangen!
Vita segera membuka emailnya, dan memutuskan untuk mengirim email kepada Alvent.
*Sementara di tempat Alvent..
Alvent duduk di depan laptop sambil menyesap cappucinonya. Sepertinya dirinya pun tak dapat berkonsentrasi karena semenjak tadi Vita terus saja menyambangi benaknya. Berkas kantor berserakan di meja. Tempat tidur pun masih berantakan, bantal dan gulingnya ditumpuk asal, selimut tak dilipat. Tumpukan buku berada di bawah meja dengan segunung debu diatasnya. Ckckckck!
”Kamu kenapa Vent? Kok kayaknya suntuk gituh?”
Alvent menoleh. Ternyata Sarah, sahabat sekaligus teman kecil Alvent.
”Kenapa?” tanya Sarah sekali lagi, sekarang diiringi senyum manis.
”Ah enggak papa kok. Tumben kamu maen sar? Ada apaan?” tanya Alvent balik.
”Haha, elo kayak gue siapa aja deh. Kita kan udah temenan 10 taon, Vent. Dan rumah gue cuma jarak 3 rumah sama rumah lo.” Sahut Sarah terkikik.
Alvent nyengir. ”Astaga, iya nih maap, gue lagi ga connect.”
Sarah hanya menggelengkan kepalanya kecil.
”Bentar ya gue tinggal dulu, mau bikin cappucino lagi.” Ujar Alvent lalu meninggalkan Sarah ke dapur.
Sarah mengangguk.
Ia menunggu Alvent sampai menghilang di balik tangga. Kemudian, ia mendekati laptop Alvent. Oh, lagi buka email, batinnya.
Sarah menautkan alisnya ketika melihat sebuah email masuk. Di dalam hati gadis itu sedang terjadi perang batin, untuk membiarkan email itu—atau nekat membukanya. Akhirnya didorong rasa penasaran yang amat sangat, Sarah membuka email tersebut.
Gosh! Vitamarissa@yahoo.com???
-Hai Vent apa kabar? Kok kamu beberapa hari nggak kasih kabar ke aku sih? Nomor kamu juga nggak aktif. Tapi asal kamu baik baik aja aku udah seneng kok hehe. Bye Alventku, aku pengen ketemu kamu nih. Semoga cepet kesampean ya? Amin. Sukses selalu buat karier kamu. Aku disini selalu mendoakan. Love. Vita. –
Sarah menahan amarah membaca email itu. Sejenak kemudian, ia menghapus email tersebut.
Tepat, sedetik kemudian—Alvent memasuki kamar dengan secangkir kopi di tangannya.
Sarah langsung gelagapan salah tingkah. “Oh, hai, Vent!!“ seru gadis itu, berusaha tak terlihat mencurigakan.
“Hai juga.“ Sahut Alvent.
Syukurlah, sepertinya ia tidak curiga, batin Sarah.
“Em.. aku pulang dulu ya? Soalnya jam 3 aku ada shift.. Bye Alvent!“ ujar Sarah sumringah. Sebelum melangkah pergi ia melempar senyum manis kepada Alvent.
Yang disenyumi sama sekali nggak ’berpikiran’ apa-apa, hanya tersenyum balik, kemudian kembali sibuk dengan laptopnya.
“Argh!“ umpatnya kesal ketika menengok emailnya, dan tak ada satupun email baru dari Vita.
***
”Jangan lelet lelet ya! Pak Burhan mau, berkasnya sampe sebelum jam 1!”
Grace melangkah cepat di lorong universitas sambil terus mengomel.
Sialan si Ahsan! Gue bener-bener udah kayak pembokatnya kalo gini terus. Kudu diralat waktu gue bilang dia baik plus perhatian. Yeah—mungkin emang baik, tapi waktu itu aja. Just at yesterday. Sekarang? Liat apa! Balik lagi jadi monster kejam! Grrrrrrr!!
Grace terus saja melangkah sambil ngedumel hingga tak sadar kalau di depannya ada orang. Daaan...
Bruk!
Hah! Pake nabrak orang pula kau Grace! Sial nasibku mama.. ckckc
Grace langsung memunguti kertas kertasnya yang berserakan, dibantu oleh orang yang ditabraknya tadi.
”Nih.” ujar orang tersebut sambil menyerahkan kertas milik Grace yang terakhir.
Grace menerima kertas itu, lalu keduanya bangkit.
”Duh, maaf ya!” seru Grace penuh penyesalan
“Nggak papa kok.” Sahut orang—tepatnya, cowok itu sambil tersenyum, lalu melangkah pergi meninggalkan Grace.
Grace masih terpana dengan senyuman maut memikat cowok tinggi tersebut.
Secepat kilat Grace berbalik, “Ah.. makasih juga ya!!” serunya setengah berteriak.
Cowok itu hanya melambaikan tangannya di udara tanpa berbalik.
***
”Ih napa sih lo Grace? Buset dah!” dengus Nitya kesal.
“Apaan yang kenapa?” tanya Grace, tanpa berhenti memangku kepala dengan kedua tangannya.
“Ya elolah yang kenapa! Aneh banget habis dari ruangannya Pak Burhan …” sekarang Shendy yang ngomel, sementara Pia hanya manggut manggut menyetujui kedua temannya.
“Jangan jangan…” tebak Nitya lalu bergidik ngeri hiperbolis
“Apa?” Grace langsung menoleh. Namun tak lama kemudian kembali sibuk dengan lamunannya. ”Gue cuman ngerasa, kayaknya love at first sight gitu..” ujar gadis gembil itu sembari senyum senyum nggak jelas.
”What??? Loph at the pirst sight??” Pia hampir saja menyemburkan bakpao yang sedang ‘dilumat’ dalam mulutnya.
“Telen dulu meeen!!” Nitya mendorong mulut Pia yang penuh dengan bakpao.
Shendy dan Grace hanya tertawa geli.
”Waduh neng... kamu love at the first sight sama siapa??” Tanya Shendy penasaran.
“Sama.. cowok yang tadi aku tabrak..”
“Ih si Grace suka main tebak-tebakan ya? Kan kita kita gatau lo tadi nabrak siapa.. Kalo gitu, siapa deh namanya???” tanya Shendy lagi.
Grace menoleh lalu wajahnya tampak sedih. ”Makanya itu, aku juga gatau namanya!”
GUBRAK!
***
”Gimana dinnernya say??? Lovely - kah??” tanya Maria usil ketika Butet baru saja datang, hendak menaruh tas ranselnya di loker.
Wajah Butet langsung memerah. ”Ish udah deh Marsel jeleek!” ia mencubit pipi Maria lalu melenggang ke loker.
***
Pulang kerja..
Hujan turun rintik-rintik.
Maria berlari menuju halte sambil menutupi kepalanya dengan sebuah tas tangan. Berbeda dari Butet yang mengendarai sepeda untuk bekerja, dirinya harus pulang pergi dengan bis dikarenakan kost-kostannya yang jauh.
Maria menaikkan alisnya melihat pemandangan yang tidak biasa di halte. Halte—yang biasanya penuh sesak dengan calon calon penumpang, sekarang begitu lengang. Hanya ada dirinya, dan seorang laki-laki seumurnya.
Maria pun langsung duduk, tak mau berlama-lama di tengah hujan.
”Ah, malangnya nasibku ini... Nglamar kerja sana sini ditolak.. Masa’ mau jadi pengangguran terus..” seru lelaki itu sedih.
Duuuh, nih orang ga waras apa ya? Ngomong sendiri! Pake curcol segala lagi. Dasar wong edaaan! Gerutu Maria dalam hati.
“Mana belum bayar kost lagi.. Gimana mau bayar? Kerjaan aja ga punya!” ujar lelaki itu lagi.
Maria tak menjawab.
”Hah.. orang lain juga ndak ada yang mau denger keluh kesah saya! Mendingan saya mati aja!” seru lelaki itu, lalu bangkit dari tempat duduknya.
Maria membelalak. Bunuh diri???!
”Eh jangan pak atau... mas lah! Jangan bunuh diri!” Maria menarik tangan lelaki tersebut.
Maria sendiri heran dengan tindakannya barusan, namun entah kenapa, ada dorongan dari dalam yang memaksanya untuk menahan lelaki tersebut.
Lelaki tersebut menoleh, lalu kembali duduk.
”Semua persoalan pasti ada solusinya. Bunuh diri bukanlah jalan terbaik. Itu hanya akan menyakiti, dan merugikan diri sendiri, nggak menyelesaikan masalah.” ujar Maria bijak, pandangannya menerawang ke depan.
Lelaki tersebut terkesima.
”Ternyata masih ada orang yang peduli dengan saya. Terima kasih mbak!!” serunya senang, lalu menggenggam tangan Maria.
Maria hanya tersenyum ragu lalu menghela nafas,
kenapa harus ketemu orang aneh sih hari ini ? ? , keluhnya dalam hati.
Dress-Up Game :3
Monday, September 27, 2010
Sunday, September 26, 2010
Impian saya (Tak usah dibaca)
Tadinya aku bingung mau jadi apa.
Hmm gini ya bahkan belum nentuin SAMA SEKALI
Kadang suka mikir, buat apa sih sekolah, belajar matematika, tapi ntar gedenya (INI MISALNYA) jadi seorang pramugari. Ilmunya kebuang sia sia. Tapi udah kewajiban jadi mau gimana lagi.
Tapi mulai hari ini, detik ini. aku udah mutusin mau jadi PENULIS!!
Karena aku suka menulis, dan menikmati setiap kata yang kutulis.
menikmati setiap proses 'penuangan' ide ke dalam kertas, melalui tinta dari sebuah pena.
menikmati proses olahraga jari, ngetik maksudku
menikmati saat saat aku tenggelam dalam emosi dan imajinasiku sendiri, bahkan kadang kelewat larut, kelewat dalam, haha but it's okay.
Pokoknya :
I love writing, i love story, and i love to be a writer! Just that!
Hope Allah bless me, and i can be a REAL WRITER, amin :))
Hmm gini ya bahkan belum nentuin SAMA SEKALI
Kadang suka mikir, buat apa sih sekolah, belajar matematika, tapi ntar gedenya (INI MISALNYA) jadi seorang pramugari. Ilmunya kebuang sia sia. Tapi udah kewajiban jadi mau gimana lagi.
Tapi mulai hari ini, detik ini. aku udah mutusin mau jadi PENULIS!!
Karena aku suka menulis, dan menikmati setiap kata yang kutulis.
menikmati setiap proses 'penuangan' ide ke dalam kertas, melalui tinta dari sebuah pena.
menikmati proses olahraga jari, ngetik maksudku
menikmati saat saat aku tenggelam dalam emosi dan imajinasiku sendiri, bahkan kadang kelewat larut, kelewat dalam, haha but it's okay.
Pokoknya :
I love writing, i love story, and i love to be a writer! Just that!
Hope Allah bless me, and i can be a REAL WRITER, amin :))
Label:
cuap cuap,
gaje,
THE REAL ME :)
Full-Surprise-Life Part 8
“Pagi.. Yana..” sapa Pak Hendra sambil tersenyum manis ke arah Butet.
Yang disenyumi balas tersenyum tipis, lalu memilih untuk kaburrr.
BLAM.
Butet menutup pintu lalu bersandar di baliknya.
“Kenapa lu?” tanya Maria heran.
“Biasa..”
“Pak Hendra lagi?”
“Yah, siapa lagi..” Butet bangkit dari tempat duduknya lalu menuju ke ruang ganti.
Maria mengikuti Butet.
“Ciyeeee Butet ditaksir bosnyaa…. “ goda Maria sambil mencubit pipi Butet.
“Ah, tapi umur kita beda jauh..” sahut Butet sambil membuka lokernya.
Maria langsung membelalak. “Siapa bilang?? Pak Hendra tuh seumuran kita tauk!!”
Butet menoleh. “Hah? Serius lo?”
“Iya lah!!” Maria mengangguk mantap. “Dia tuh ikut kelas akselerasi, waktu SMP sama SMA. Makanya umur 19 tahun udah kuliah, dan umur 22 udah jadi pengusaha seperti sekarang!” jelas Maria.
Butet menatap Maria setengah tak percaya.
“Udah deh tet, gausah malu malu.. gue tau lo juga suka kan? Udaah terima aja!!” goda Maria lagi, sambil senyum senyum nggak jelas.
Wajah Butet merona. Sejenak kemudian ia kembali sibuk menata barang-barang dalam lokernya.
“Jangan ngawur deh, Nembak aja belom. Lagian mana mungkin sih gue ada hubungan sama atasan.” Butet menoleh ke arah Maria sambil memonyongkan bibirnya. ”Gara gara elu, omongan gue jadi ngelantur kan?? Dah, ayok kerja!”
Maria terkikik lalu bangkit dan mengikuti Butet.
Butet mengambil baki berisi kopi pesanan pelanggan, kemudian membuka pintu keluar dapur.Tak disangkanya ada Pak Hendra yang juga membuka pintu, hendak masuk. ..
Dan.. Prang… cangkir kopi terjatuh, sementara kopinya… membasahi pakaian Pak Hendra!
Butet langsung panik. “Aduh pak.. maafin saya ya!! Beneran nggak sengaja!!!!” Ia menyeka jas Pak Hendra yang berubah jadi coklat akibat tumpahan kopi dengan tergesa-gesa.
“Udaaah,, nggak papa kok.” Pak Hendra meringis. Padahal aslinya, Hendra nahan sakit tuh. Kan kopinya panas banget, ibarat disiram air panas lah!
Butet terbelalak melihat lengan Pak Hendra semakin memerah.
“Ayo pak ikut saya! Ini lengan harus diobatin, terus bajunya juga harus diganti!” Butet menarik tangan Pak Hendra tiba-tiba..
“Eh eh, saya mau dibawa kemana??” tanya Pak Hendra kaget.
***
@ruangganti
Butet cepat cepat menuju lokernya. Ia mengambil seperangkat alat sholat (*emangnya kawin??) SALAH…maksudnya seperangkat kotak P3K yang selalu dibawanya.
Dengan piawai, Liliyana alias Butet mengobati luka bakar ringan di lengan Pak Hendra. Mulai dari mengoleskan semacam obat sampai memasang perban, semuanya ia lakukan dengan hati-hati.
“Nah, begini kan lebih baik.” Butet tersenyum puas.
Hendra tersenyum menatap gadis itu.
Yang disenyumi jadi salah tingkah.
“Ehm.. sekarang tinggal bajunya..”gumam Butet, lalu membuka lokernya.
Gadis berambut cepak itu menelan ludah. Di loker hanya tersisa baju-bajunya. Masa’ Pak Hendra memakai bajunya? Tapi… ia lebih nggak mau lagi kalo Pak Hendra harus keluar keluar dengan baju kotor begitu. Siapa tau dia ada meeting atau pertemuan penting kan? Nggak pantes ah kalo bajunya begitu…
Liliyana pun berbalik. “Pak, em.. maaf sebelumnya.. tapi yang ada cuman baju saya tuh, gimana dong??” tanya Liliyana lirih.
Di luar dugaan, Pak Hendra malah tertawa. “Kenapa tanya ma saya? Itu kan baju kamu, Yana… Saya sih kalo kamu nggak keberatan aja..”
“Nggak papa sih pak.. Ini juga ada yang jas kok. Bapak ada meeting?” tanya Liliyana sambil mengeluarkan beberapa ‘stok’ bajunya.
“Meeting? Ah iya, jam 3.. saya lupa.”
“Hah?? Jam 3???” Butet melirik jam dinding di belakangnya.
“Bentar lagi paaak ya ampuun! Ayo buruan ganti dulu!!” teriak Butet heboh.
Hendra tertawa lagi. “Iya, iya. saya yang mau meeting kok kamu yang repot sih?”
Wajah Butet memerah. Iya sih, perasaan dari tadi gue terus yang heboh yak?? Padahal orangnya nyantai aja tuh, Ish!!
Hendra dengan santai melepas pakaian atasnya di depan Butet.
Butet membelalak kaget. “Aaaaa Pak Hendraaa!!! Kalo mau buka baju bilang bilang dulu dong!!” teriak Butet sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Hendra tertawa, lagi. Entah kenapa ia merasa gadis berambut cepak ini berbeda. Ia manis, dan lugu.
“Hahaha iya sorry sorry…” Hendra segera memakai kemeja plus jas milik Butet.
“Udah?” tanya Butet lirih sambil membuka sebelah tangannya.
Niat usil Hendra muncul. “Belum!!! Aku belum pake bawahan” teriaknya
“AAAAAA!” Butet cepat cepat menutup wajahnya lagi.
Kali ini, tawa Hendra meledak. Gadis ini benar-benar polos.
“Hahahaha saya kan ga lepas bawahan, Buteeet! Yang kena cuma kemeja sama jas sayaa!” ujar Hendra, masih diselingi tawa.
Butet langsung membuka kedua tangannya, sehingga tak lagi menutupi wajah.
Wajahnya memerah lagi. Ya Ampuuuun, bodohnya akuu!! Kebawa suasana sih.. Pak Hendra jugaaa, jail banget!
Pak Hendra berusaha untuk berhenti tertawa. Ia takut kotak tertawanya habis (???? emang spongebob???).
“Udah dulu ya Li. Telat 5 menit nih meetingnya. Bye.” ujar Pak Hendra lalu pergi keluar.
Butet pun mengunci lokernya, namun ternyata Pak Hendra balik lagi.
“Oiya, nanti kamu ada waktu? Sepulang kerja kita makan malam ya? Jam 7 kamu boleh selesai. Aku tunggu di depan café. See You Soon Butet.” ujar Pak Hendra sambil tersenyum sebelum akhirnya benar-benar berlalu.
Butet terpana, lalu jatuh terduduk di lantai. Wajah, punggung, pipinya panas.
Serius nih?
***
Cklek.
Butet yang keluar dari ruang ganti, langsung disambut todongan pertanyaan oleh Maria.
“Ngapain lo di dalem?? Nggak ngapa-ngapain kan?? Pak Hendra nembak lo ya Tet?? Atau diajak kencan.. atau..”
“Ish sembarangan deh lu!” Butet menjitak kepala sohibnya itu.
Namun wajahnya jadi merah lagi, mengingat kejadian tadi.
Ia langsung menuju ke dapur, hendak memakai celemeknya serta mulai bekerja.
“Hayooo Butet, wajah lu merah tuh! Kenapa???”
“Bukan apa-apa.” sahut Butet lalu tersenyum misterius, membuat Maria semakin penasaran.
***
Alvent… yang udah berminggu-minggu nggak ada kabarnya, ternyata juga sedang menunggu surat serta email dari Vita!
“Udah berminggu minggu dia nggak kirim email, atau surat satupun!.. Apa balesan surat yang waktu itu nggak nyampe?? Nggak mungkin ah! Aduh, mana hape gue rusak, simcard gue ilang, lagi! Ah mampus deh~ Gue kangen lu Vit!” gumam Alvent sedih.
Doi nggak habis fikir. Kenapa Vita sama sekali nggak kirim kabar? Apa Vita nggak kangen?
***
*Back To Butet*
Sebentar lagi pukul 7. Butet semakin gelisah. Ia terus-terusan mengelap sebuah meja—padahal meja itu udah kinclong.
“Tet, itu udah bersih saaaaay” ujar Maria lalu menggelengkan kepalanya
“Eh, apa? Ini?” Butet memandang meja yang dari tadi dilapnya. “Oh iyaa, hehehe. Tengkiu Mar.”
Tiba-tiba… Terlihat seseorang mendadahi Butet di luar café.
Yes, Pak Hendra.
Sekujur badan Butet langsung berkeringat dingin. Namun ia bergegas keluar untuk menemui Pak Hendra.
“Lho, kok belum ganti? Apa mau gini aja dinnernya?” tanya Pak Hendra heran.
“Oh, iya Ya ampun.. Maaf ya pak tunggu sebentar..” ujar Butet setelah itu cepat cepat pergi ke ruang ganti.
*15 menit kemudian*
“Cepet banget..” seru Pak Hendra
“Ya udah saya masuk lagi deh biar lama..” canda Butet.
“Eh jangan dong.. Ya udah sekarang berangkat. Ke restoran langganan saya aja ya?”
“Terserah bapak deh.”
Liliyana dan Hendra pun masuk ke dalam mobil Hendra. Dan mobil itu melaju cepat.
“Owalah… ternyata ada janji dengan Pak Hendra to.. pantesan malu malu si Yana! ckckck semoga sukses ya sist!” Maria yang memperhatikan 2 anak manusia dari dalam café hanya bisa tertawa kecil.
***
@resto
“Nih menunya.” Hendra menyodorkan buku menu pada Liliyana.
“Terimakasih pak. Saya spaghetti saja sama lemon tea hangat.” ujar Butet.
Sambil menunggu pesanan, Butet dan Hendra pun mengobrol.
“Ehm.. ngomong ngomong.. kok bapak ngajak saya dinner?” tanya Butet agak ragu. Ia takut lancang atau salah bicara.
Pak Hendra tersenyum. “Hitung hitung balas budi buat jas ini.”
“Ooh..” Butet tersenyum hambar. Hei, kenapa aku bersedih? Nggak seharusnya aku berharap lebih. Diajak dinner pun sudah cukup!
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya pesanan datang..
“Selamat menikmati” canda Pak Hendra
Liliyana tersenyum.
“Oh iya Yana, atau.. Butet lah haha. Panggil saya Hendra aja. Nggak usah pake Pak. Aku udah anggep kamu sahabat. Lagian kita seumur, kan? Biar lebih nyaman, gitu.”
Butet berhenti mengunyah spaghettinya. Rasanya ia hampir tersedak. Calm down Butet.. This is not something special, right?
Yang disenyumi balas tersenyum tipis, lalu memilih untuk kaburrr.
BLAM.
Butet menutup pintu lalu bersandar di baliknya.
“Kenapa lu?” tanya Maria heran.
“Biasa..”
“Pak Hendra lagi?”
“Yah, siapa lagi..” Butet bangkit dari tempat duduknya lalu menuju ke ruang ganti.
Maria mengikuti Butet.
“Ciyeeee Butet ditaksir bosnyaa…. “ goda Maria sambil mencubit pipi Butet.
“Ah, tapi umur kita beda jauh..” sahut Butet sambil membuka lokernya.
Maria langsung membelalak. “Siapa bilang?? Pak Hendra tuh seumuran kita tauk!!”
Butet menoleh. “Hah? Serius lo?”
“Iya lah!!” Maria mengangguk mantap. “Dia tuh ikut kelas akselerasi, waktu SMP sama SMA. Makanya umur 19 tahun udah kuliah, dan umur 22 udah jadi pengusaha seperti sekarang!” jelas Maria.
Butet menatap Maria setengah tak percaya.
“Udah deh tet, gausah malu malu.. gue tau lo juga suka kan? Udaah terima aja!!” goda Maria lagi, sambil senyum senyum nggak jelas.
Wajah Butet merona. Sejenak kemudian ia kembali sibuk menata barang-barang dalam lokernya.
“Jangan ngawur deh, Nembak aja belom. Lagian mana mungkin sih gue ada hubungan sama atasan.” Butet menoleh ke arah Maria sambil memonyongkan bibirnya. ”Gara gara elu, omongan gue jadi ngelantur kan?? Dah, ayok kerja!”
Maria terkikik lalu bangkit dan mengikuti Butet.
Butet mengambil baki berisi kopi pesanan pelanggan, kemudian membuka pintu keluar dapur.Tak disangkanya ada Pak Hendra yang juga membuka pintu, hendak masuk. ..
Dan.. Prang… cangkir kopi terjatuh, sementara kopinya… membasahi pakaian Pak Hendra!
Butet langsung panik. “Aduh pak.. maafin saya ya!! Beneran nggak sengaja!!!!” Ia menyeka jas Pak Hendra yang berubah jadi coklat akibat tumpahan kopi dengan tergesa-gesa.
“Udaaah,, nggak papa kok.” Pak Hendra meringis. Padahal aslinya, Hendra nahan sakit tuh. Kan kopinya panas banget, ibarat disiram air panas lah!
Butet terbelalak melihat lengan Pak Hendra semakin memerah.
“Ayo pak ikut saya! Ini lengan harus diobatin, terus bajunya juga harus diganti!” Butet menarik tangan Pak Hendra tiba-tiba..
“Eh eh, saya mau dibawa kemana??” tanya Pak Hendra kaget.
***
@ruangganti
Butet cepat cepat menuju lokernya. Ia mengambil seperangkat alat sholat (*emangnya kawin??) SALAH…maksudnya seperangkat kotak P3K yang selalu dibawanya.
Dengan piawai, Liliyana alias Butet mengobati luka bakar ringan di lengan Pak Hendra. Mulai dari mengoleskan semacam obat sampai memasang perban, semuanya ia lakukan dengan hati-hati.
“Nah, begini kan lebih baik.” Butet tersenyum puas.
Hendra tersenyum menatap gadis itu.
Yang disenyumi jadi salah tingkah.
“Ehm.. sekarang tinggal bajunya..”gumam Butet, lalu membuka lokernya.
Gadis berambut cepak itu menelan ludah. Di loker hanya tersisa baju-bajunya. Masa’ Pak Hendra memakai bajunya? Tapi… ia lebih nggak mau lagi kalo Pak Hendra harus keluar keluar dengan baju kotor begitu. Siapa tau dia ada meeting atau pertemuan penting kan? Nggak pantes ah kalo bajunya begitu…
Liliyana pun berbalik. “Pak, em.. maaf sebelumnya.. tapi yang ada cuman baju saya tuh, gimana dong??” tanya Liliyana lirih.
Di luar dugaan, Pak Hendra malah tertawa. “Kenapa tanya ma saya? Itu kan baju kamu, Yana… Saya sih kalo kamu nggak keberatan aja..”
“Nggak papa sih pak.. Ini juga ada yang jas kok. Bapak ada meeting?” tanya Liliyana sambil mengeluarkan beberapa ‘stok’ bajunya.
“Meeting? Ah iya, jam 3.. saya lupa.”
“Hah?? Jam 3???” Butet melirik jam dinding di belakangnya.
“Bentar lagi paaak ya ampuun! Ayo buruan ganti dulu!!” teriak Butet heboh.
Hendra tertawa lagi. “Iya, iya. saya yang mau meeting kok kamu yang repot sih?”
Wajah Butet memerah. Iya sih, perasaan dari tadi gue terus yang heboh yak?? Padahal orangnya nyantai aja tuh, Ish!!
Hendra dengan santai melepas pakaian atasnya di depan Butet.
Butet membelalak kaget. “Aaaaa Pak Hendraaa!!! Kalo mau buka baju bilang bilang dulu dong!!” teriak Butet sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Hendra tertawa, lagi. Entah kenapa ia merasa gadis berambut cepak ini berbeda. Ia manis, dan lugu.
“Hahaha iya sorry sorry…” Hendra segera memakai kemeja plus jas milik Butet.
“Udah?” tanya Butet lirih sambil membuka sebelah tangannya.
Niat usil Hendra muncul. “Belum!!! Aku belum pake bawahan” teriaknya
“AAAAAA!” Butet cepat cepat menutup wajahnya lagi.
Kali ini, tawa Hendra meledak. Gadis ini benar-benar polos.
“Hahahaha saya kan ga lepas bawahan, Buteeet! Yang kena cuma kemeja sama jas sayaa!” ujar Hendra, masih diselingi tawa.
Butet langsung membuka kedua tangannya, sehingga tak lagi menutupi wajah.
Wajahnya memerah lagi. Ya Ampuuuun, bodohnya akuu!! Kebawa suasana sih.. Pak Hendra jugaaa, jail banget!
Pak Hendra berusaha untuk berhenti tertawa. Ia takut kotak tertawanya habis (???? emang spongebob???).
“Udah dulu ya Li. Telat 5 menit nih meetingnya. Bye.” ujar Pak Hendra lalu pergi keluar.
Butet pun mengunci lokernya, namun ternyata Pak Hendra balik lagi.
“Oiya, nanti kamu ada waktu? Sepulang kerja kita makan malam ya? Jam 7 kamu boleh selesai. Aku tunggu di depan café. See You Soon Butet.” ujar Pak Hendra sambil tersenyum sebelum akhirnya benar-benar berlalu.
Butet terpana, lalu jatuh terduduk di lantai. Wajah, punggung, pipinya panas.
Serius nih?
***
Cklek.
Butet yang keluar dari ruang ganti, langsung disambut todongan pertanyaan oleh Maria.
“Ngapain lo di dalem?? Nggak ngapa-ngapain kan?? Pak Hendra nembak lo ya Tet?? Atau diajak kencan.. atau..”
“Ish sembarangan deh lu!” Butet menjitak kepala sohibnya itu.
Namun wajahnya jadi merah lagi, mengingat kejadian tadi.
Ia langsung menuju ke dapur, hendak memakai celemeknya serta mulai bekerja.
“Hayooo Butet, wajah lu merah tuh! Kenapa???”
“Bukan apa-apa.” sahut Butet lalu tersenyum misterius, membuat Maria semakin penasaran.
***
Alvent… yang udah berminggu-minggu nggak ada kabarnya, ternyata juga sedang menunggu surat serta email dari Vita!
“Udah berminggu minggu dia nggak kirim email, atau surat satupun!.. Apa balesan surat yang waktu itu nggak nyampe?? Nggak mungkin ah! Aduh, mana hape gue rusak, simcard gue ilang, lagi! Ah mampus deh~ Gue kangen lu Vit!” gumam Alvent sedih.
Doi nggak habis fikir. Kenapa Vita sama sekali nggak kirim kabar? Apa Vita nggak kangen?
***
*Back To Butet*
Sebentar lagi pukul 7. Butet semakin gelisah. Ia terus-terusan mengelap sebuah meja—padahal meja itu udah kinclong.
“Tet, itu udah bersih saaaaay” ujar Maria lalu menggelengkan kepalanya
“Eh, apa? Ini?” Butet memandang meja yang dari tadi dilapnya. “Oh iyaa, hehehe. Tengkiu Mar.”
Tiba-tiba… Terlihat seseorang mendadahi Butet di luar café.
Yes, Pak Hendra.
Sekujur badan Butet langsung berkeringat dingin. Namun ia bergegas keluar untuk menemui Pak Hendra.
“Lho, kok belum ganti? Apa mau gini aja dinnernya?” tanya Pak Hendra heran.
“Oh, iya Ya ampun.. Maaf ya pak tunggu sebentar..” ujar Butet setelah itu cepat cepat pergi ke ruang ganti.
*15 menit kemudian*
“Cepet banget..” seru Pak Hendra
“Ya udah saya masuk lagi deh biar lama..” canda Butet.
“Eh jangan dong.. Ya udah sekarang berangkat. Ke restoran langganan saya aja ya?”
“Terserah bapak deh.”
Liliyana dan Hendra pun masuk ke dalam mobil Hendra. Dan mobil itu melaju cepat.
“Owalah… ternyata ada janji dengan Pak Hendra to.. pantesan malu malu si Yana! ckckck semoga sukses ya sist!” Maria yang memperhatikan 2 anak manusia dari dalam café hanya bisa tertawa kecil.
***
@resto
“Nih menunya.” Hendra menyodorkan buku menu pada Liliyana.
“Terimakasih pak. Saya spaghetti saja sama lemon tea hangat.” ujar Butet.
Sambil menunggu pesanan, Butet dan Hendra pun mengobrol.
“Ehm.. ngomong ngomong.. kok bapak ngajak saya dinner?” tanya Butet agak ragu. Ia takut lancang atau salah bicara.
Pak Hendra tersenyum. “Hitung hitung balas budi buat jas ini.”
“Ooh..” Butet tersenyum hambar. Hei, kenapa aku bersedih? Nggak seharusnya aku berharap lebih. Diajak dinner pun sudah cukup!
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya pesanan datang..
“Selamat menikmati” canda Pak Hendra
Liliyana tersenyum.
“Oh iya Yana, atau.. Butet lah haha. Panggil saya Hendra aja. Nggak usah pake Pak. Aku udah anggep kamu sahabat. Lagian kita seumur, kan? Biar lebih nyaman, gitu.”
Butet berhenti mengunyah spaghettinya. Rasanya ia hampir tersedak. Calm down Butet.. This is not something special, right?
Label:
cerbung :)
Full-Surprise-Life Part 7
“Hoaaaahm..” Vita merentangkan tangannya alias ngolet.
Ia mengerjapkan matanya sebentar, lalu bergegas menuruni tangga.
Sampai di anak tangga terakhir, Vita melihat Butet dan Grace, lalu menyapa mereka.
“Pagii semua” sapa Vita, masih mengucek ucek matanya.
Grace yang tadinya—seperti biasa, berantem sama Butet soal roti bakar— langsung menoleh pada Vita.
“Kak Vita, habis nang…” pertanyaan belum selesai dilontarkan—namun kaki Grace keburu diinjek Butet.
“AAAW!!” jerit Gadis berpipi gembil itu
Butet melontarkan tatapan melotot secara halus pada Grace, setelah itu nyengir lebar kepada Vita yang dari tadi terbengong bengong melihat mereka berdua.
“Nang.. apa?” tanya Vita, masih berusaha membuka matanya
“Nang…….Nang ning nang ning nang ning nung..!!! Iya, tadi Grace mau bilang itu! Habis kak Vita kan capek, mau dihibur gitu.. Hehehe” sahut Butet cepat sambil tertawa mantap, tapi ragu (?)
“Ooh. Pagi pagi udah aneh ni anak dua. Tapi makasih ya..” Vita geleng geleng lalu tertawa kecil dan meninggalkan mereka.
Butet tersenyum tipis sembari memandangi Vita.
Grace melotot melihatnya.
“Woi tanggung jawab bang!!!!! Kaki gue sakit nih, sumpah!!” teriak Grace
“Sorry jek..” canda Butet “Lagian elu sih, asal nyablak aja..”
Alis Grace kontan mengerut. “Asal nyablak paan? Orang gue cuman nanya..” ujar Grace, masih mengurut kakinya yang memerah akibat diinjak Butet
“Jiah.. Kak Vita tu habis nangis gara gara Ko Alvent tauk!” bisik Butet gemas
“Hah??? Beneran? Ko Alvent???” Grace mendongak, berteriak setengah tak percaya
“Sssstt….!” ujar Butet sambil mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya, kemudian melirik kecil ke arah Vita, memberi isyarat pada Grace.
“Kak Vita.. kenapa?” bisik Grace lalu mendekatkan wajahnya pada Butet
Butet serta merta mendorong kepala Grace. “Ya nggak gitu gitu juga kaliiik!”
“Ehehe. Yaudah makanya buruan cerita kak.”
“Emh.. intinya.. kak Vita tuh kangen sama koko Alvent, sekaligus khawatir, soalnya udah lama koko ga kasih kabar..”
“Maksudnya???” tanya Grace penasaran
“Udah ah, lagian juga bukan urusan kita kok. Aku nggak mau ikut campur privasi Kak Vita.” ujar Butet, berusaha menakhiri pembicaraan itu. Butet menoleh pada Grace, nyengir lebar. “Ngomong ngomong lu bauk tuh, mandi sonoh!”
Grace yang tadi manyun jadi tambah manyun lagi.
“Kak Butet nakal!!!” ia bangkit dari tempat duduknya dan mengejar Butet, namun terlambat, karena Butet terlanjur ngibrit..
***
“Huft..” Grace menghela nafas panjang sambil menaruh tas di bangkunya.
“Nape lo??” tanya Nitya sembari mencopot headsetnya.
“Males aja, ntar siang pasti..”
“Disamperin si tengil??” tebak Nitya, cengengesan.
“Sialan lo!” Grace menjitak kepala Nitya
“Yaaa jelas ketebak lah nyil.. Eh ngemeng ngemeng, menurut gue, lo sama Ahsan lebih mirip Pasangan Kekasih daripada Asisten-Asisten” ujar Nitya, cengengesan lagi.
Grace melotot, “Diiih ogah banget gue dapet laki macem dia!! Buseeeeet! Amit amit najiiiss!!”
Nitya tersenyum licik “Alaaah palingan ntar lo lama-lama naksir.. Kalo diliat-liat si tengil lumayan ganteng kok.”
Grace menoleh cepat. “Kalo gitu buat elo aja sana!”
“Diiih ogah pula gue! Mendingan sama Leonardo.. Leonardo siapa tuh??”
“Leonardo Suprapto.” Grace terkikik
“Esh, gue serius… Haa! Leonardo Dicaprio…” Nitya tersenyum puas.
“Standar lo ketinggian!” ujar Grace
“Emang motor, pake standar segala?”
“Jiah udah ah. Pusing gue ngemeng sama lu.” Grace tertawa kecil, geleng geleng kepala, kemudian berbalik dan memilih untuk membaca majalah.
***
“Woi! Jangan pulang lu!”
Grace menghela nafas lalu menoleh dengan malas.
“Yep. Sekarang apa?” tanya Grace pada Ahsan.
“Ikut gue.”
Ikut gueeeee mulu dari kemarin!
Walaupun sebal, namun pada akhirnya, Grace ngekor juga ke Ahsan.
***
BLAM. Grace menutup pintu BMW Ahsan.
“Kita mau kemana?”
“Udahlah, ikut aja. Penumpang dilarang berisik.” sahut Ahsan santai lalu memacu mobilnya.
***
“M..Mall?” tanya Grace heran
“Kita beli kado. Nyokap gue ultah besok.” jawab Ahsan singkat.
Grace menatap Ahsan heran.
Bocah satu ini—yang tadinya dipikir Grace nggak punya ati, ternyata masih inget ultah nyokapnya, padahal—gosipnya sih.. Ahsan tuh ‘broken home’ dan jarang pulang!
Maka dari itu Grace hanya menurut ketika mereka masuk ke sebuah toko acessories.
“Selamat siang.. Cari apa mas?” tanya seorang pegawai.
“Em…” Ahsan terlihat kebingungan sambil menggaruk garuk kepalanya.
Grace melangkah cepat ke arah 2 orang itu.
“Mama lo suka apa san? Lebih suka emas atau perak?” bisik Grace
“Emh, perhiasan apa lah, terserah elu. ”
“Kalo gitu liat kalung yang emas putih dong mbak.” ujar Grace mantap.
Ahsan hanya bisa melongo menatap gadis itu.
“Oh, silahkan mbak, ke dekat etalase saja, disini banyak pilihan..” tawar pegawai tersebut ramah.
Grace pun menurut apa kata pegawai dan mendekat ke etalase.
Setelah melihat-lihat cukup lama, akhirnya Grace memilih sebuah kalung dengan bandul jantung hati kecil. “Aaa, ini aja mbak!” ia tersenyum puas.
Ahsan pun membayar kalung itu di kasir.
Sepanjang jalan… Ahsan terus terusan saja memandangi Grace. Yang dipandangi lama-lama merasa ‘keki’, akhirnya menoleh.
“Kenapa lo liatin gue terus?” tanya Grace heran. “Ooh.. yang tadi itu ya?”
Giliran Ahsan yang heran.“Yang tadi apa?”
“Soal kalung itu laah.” sahut Grace. “Kalungnya buat nyokap lo, malah gue yang milihin. hehehe maap yaa?”
“Ya ampun bukan itu lagi.”
“Trus?”
“Heran aja. Kenapa lo bisa tau selera mama gue. Persis. Gue sendiri aja baru inget pas jalan tadi. Jangan jangan lo nguntit nyokap gue yah??”
“Ah sialan lo! Kebetulan aja kali!” Grace meninju bahu Ahsan pelan.
“Hehe.” Cowok berambut jabrik tersebut malah nyengir. “Udah deh. Sekarang mendingan kita makan. Kamu laper kan?”
Grace tertegun. Melongo lagi. Heran sumpah!! Suer nih nawarin makan? Bahasanya nggak elo-gue, tapi aku-kamu pula!
Ini orang kesambet apaan sih? Kenapa jadi perhatian gini sama gue? Ah elonya aja yang kegeeran Grace! batin Grace
“Mau.. m a k a n nggak??” pertanyaan Ahsan membuyarkan lamunan Grace
“Eh iya lah! Yuk..”
***
Butet hari ini nggak masuk kerja. Tiba-tiba nggak ada angin nggak ada ujan, badannya demam. bahkan suhu badannya nyampe 39°.
Saking kuatirnya orang rumah, sampe-sampe perhatian yang dikasih ke Butet terlalu over.
“Butet sayang.. mama buatin bubur ya?”
“Butet, matiin Tvnya nak! Buat tidur aja! Ntar mata kamu tambah pedes lo!”
“Tet, mau aku bacain cerita aja po biar bisa bobok??”
GOD, i’m not a child, please, batin Butet sebal. Mendingan dia masuk kerja aja kalo di rumah keyak begini. Zz! Butet pun memaksa dirinya untuk tidur daripada terus-terusan mendengar ocehan, omelan dan nasihat panjang mama, papa, dan Kak Vita. Ia memaksa tidur walaupun 5 detik untuk merem aja susah banget.
***
Seusai makan..
“Jiah, pake ujan segala!” gerutu Grace
Ahsan langsung menoleh.
“Gue anterin pulang aja ya?”
Grace melongo lagi—hari ini untuk kesekian kalinya.
Anterin pulang??? Wah beneran kesambet kali ya nih anak..
Biasanya— gue pasti disuruh pulang sendiri. Naik angkutan umum.
mau ada ujan gede, geledek banyak, sampe BANJIR sekalipun, gue pasti disuruh pulang sendiri. Tapi ini? Ah, mungkin lagi LUAR BIASA aja kali ya.
“Kenapa?” tanya Ahsan.
“Nggak.” sahut Grace cepat
“Jadi dianter pulang ga nih?”
Grace melirik ke arah jendela. Damn! Bukannya berenti malah makin deres ujannya!
“Yah,, kalo lo nggak merasa repot..” jujur sebenernya Grace gengsi berat buat ngucapin kalimat ini. But, it’s okay laa sekali sekali.
Ahsan tersenyum.
Grace hampir saja tersedak es McFlurry-nya.
What’s wrong with him, TODAY????
***
Butet terbangun dari tidurnya. Syukurlah, badan udah keringetan semua.. batinnya.
Butet pun berjalan keluar, masih lengkap dengan piyama, sendal bulu-bulunya, dan sebuah kompres yang tertempel di dahi.
Ia melihat Vita. Sedang membaca koran.
“Ehem.” Butet berdehem pelan.
Vita menoleh. “Tet, jangan bangun dulu dong! Ayo balik ke kamar!” Vita menggusah Butet layaknya mengusir ayam ayam tetangga. Vita menggiring Butet ke kamarnya.
“Gue kan bosen di kamar. Pengen keluar.” kilah Butet.
“Ya, jalan aja ke depan, trus masuk lagi ke kamar” sahut Vita
“Ish!!” Butet memonyongkan bibirnya.
“Dah laah, ini kan buat kepentingan lo juga..” ujar Vita sambil menyelimuti Butet.
“Gue keluar dulu ya. Ntar kalo ada apa-apa just call me, hehe” ujar Vita lagi setelah itu hendak meninggalkan kamar.
Butet hanya mengangguk mengiyakan.
Tiba-tiba Vita berbalik,
“Eh iya Tet, tadi ada cowok ganteng tinggi putih pake jas, pokoknya rapi gitu deh, mampir kesini waktu lo tidur!”
Butet terhenyak, lalu bangkit dari tempat tidur. “Cowok ganteng?”
“Iya, dia nyariin lo. Pas gue bilang lo lagi sakit, dia langsung mau pergi, titip salam aja gitu.”
Butet masih mengernyitkan alis. Cowok.. siapa ya? batin Butet
“Oh iya.. Ngakunya sih namanya Hendra..”
Butet terkaget mendengar nama itu. Pak Hendra dong? OMG!!! Wajah Butet merona seketika, bagaikan kepiting rebus.
Pak Hendra titip salam,,, buat gue?
Ia pun langsung masuk ke dalam selimutnya.
“Tet, hoi Tet! Kenape sih lu? Dia siapa coba? Ciyee ciyeee…” goda Vita
Butet tak menghiraukan Vita. Gadis berambut cepak itu merasakan sekujur tubuhnya bertambah panas. Ya panas karena malu, ya panas.. gatau deh. Duh, kalo ketemu pak Hendra besok gimana ya? >< Dia mungkin biasa aja, wong cuman titip salam, tapi aku?
Ia mengerjapkan matanya sebentar, lalu bergegas menuruni tangga.
Sampai di anak tangga terakhir, Vita melihat Butet dan Grace, lalu menyapa mereka.
“Pagii semua” sapa Vita, masih mengucek ucek matanya.
Grace yang tadinya—seperti biasa, berantem sama Butet soal roti bakar— langsung menoleh pada Vita.
“Kak Vita, habis nang…” pertanyaan belum selesai dilontarkan—namun kaki Grace keburu diinjek Butet.
“AAAW!!” jerit Gadis berpipi gembil itu
Butet melontarkan tatapan melotot secara halus pada Grace, setelah itu nyengir lebar kepada Vita yang dari tadi terbengong bengong melihat mereka berdua.
“Nang.. apa?” tanya Vita, masih berusaha membuka matanya
“Nang…….Nang ning nang ning nang ning nung..!!! Iya, tadi Grace mau bilang itu! Habis kak Vita kan capek, mau dihibur gitu.. Hehehe” sahut Butet cepat sambil tertawa mantap, tapi ragu (?)
“Ooh. Pagi pagi udah aneh ni anak dua. Tapi makasih ya..” Vita geleng geleng lalu tertawa kecil dan meninggalkan mereka.
Butet tersenyum tipis sembari memandangi Vita.
Grace melotot melihatnya.
“Woi tanggung jawab bang!!!!! Kaki gue sakit nih, sumpah!!” teriak Grace
“Sorry jek..” canda Butet “Lagian elu sih, asal nyablak aja..”
Alis Grace kontan mengerut. “Asal nyablak paan? Orang gue cuman nanya..” ujar Grace, masih mengurut kakinya yang memerah akibat diinjak Butet
“Jiah.. Kak Vita tu habis nangis gara gara Ko Alvent tauk!” bisik Butet gemas
“Hah??? Beneran? Ko Alvent???” Grace mendongak, berteriak setengah tak percaya
“Sssstt….!” ujar Butet sambil mengacungkan jari telunjuk di depan bibirnya, kemudian melirik kecil ke arah Vita, memberi isyarat pada Grace.
“Kak Vita.. kenapa?” bisik Grace lalu mendekatkan wajahnya pada Butet
Butet serta merta mendorong kepala Grace. “Ya nggak gitu gitu juga kaliiik!”
“Ehehe. Yaudah makanya buruan cerita kak.”
“Emh.. intinya.. kak Vita tuh kangen sama koko Alvent, sekaligus khawatir, soalnya udah lama koko ga kasih kabar..”
“Maksudnya???” tanya Grace penasaran
“Udah ah, lagian juga bukan urusan kita kok. Aku nggak mau ikut campur privasi Kak Vita.” ujar Butet, berusaha menakhiri pembicaraan itu. Butet menoleh pada Grace, nyengir lebar. “Ngomong ngomong lu bauk tuh, mandi sonoh!”
Grace yang tadi manyun jadi tambah manyun lagi.
“Kak Butet nakal!!!” ia bangkit dari tempat duduknya dan mengejar Butet, namun terlambat, karena Butet terlanjur ngibrit..
***
“Huft..” Grace menghela nafas panjang sambil menaruh tas di bangkunya.
“Nape lo??” tanya Nitya sembari mencopot headsetnya.
“Males aja, ntar siang pasti..”
“Disamperin si tengil??” tebak Nitya, cengengesan.
“Sialan lo!” Grace menjitak kepala Nitya
“Yaaa jelas ketebak lah nyil.. Eh ngemeng ngemeng, menurut gue, lo sama Ahsan lebih mirip Pasangan Kekasih daripada Asisten-Asisten” ujar Nitya, cengengesan lagi.
Grace melotot, “Diiih ogah banget gue dapet laki macem dia!! Buseeeeet! Amit amit najiiiss!!”
Nitya tersenyum licik “Alaaah palingan ntar lo lama-lama naksir.. Kalo diliat-liat si tengil lumayan ganteng kok.”
Grace menoleh cepat. “Kalo gitu buat elo aja sana!”
“Diiih ogah pula gue! Mendingan sama Leonardo.. Leonardo siapa tuh??”
“Leonardo Suprapto.” Grace terkikik
“Esh, gue serius… Haa! Leonardo Dicaprio…” Nitya tersenyum puas.
“Standar lo ketinggian!” ujar Grace
“Emang motor, pake standar segala?”
“Jiah udah ah. Pusing gue ngemeng sama lu.” Grace tertawa kecil, geleng geleng kepala, kemudian berbalik dan memilih untuk membaca majalah.
***
“Woi! Jangan pulang lu!”
Grace menghela nafas lalu menoleh dengan malas.
“Yep. Sekarang apa?” tanya Grace pada Ahsan.
“Ikut gue.”
Ikut gueeeee mulu dari kemarin!
Walaupun sebal, namun pada akhirnya, Grace ngekor juga ke Ahsan.
***
BLAM. Grace menutup pintu BMW Ahsan.
“Kita mau kemana?”
“Udahlah, ikut aja. Penumpang dilarang berisik.” sahut Ahsan santai lalu memacu mobilnya.
***
“M..Mall?” tanya Grace heran
“Kita beli kado. Nyokap gue ultah besok.” jawab Ahsan singkat.
Grace menatap Ahsan heran.
Bocah satu ini—yang tadinya dipikir Grace nggak punya ati, ternyata masih inget ultah nyokapnya, padahal—gosipnya sih.. Ahsan tuh ‘broken home’ dan jarang pulang!
Maka dari itu Grace hanya menurut ketika mereka masuk ke sebuah toko acessories.
“Selamat siang.. Cari apa mas?” tanya seorang pegawai.
“Em…” Ahsan terlihat kebingungan sambil menggaruk garuk kepalanya.
Grace melangkah cepat ke arah 2 orang itu.
“Mama lo suka apa san? Lebih suka emas atau perak?” bisik Grace
“Emh, perhiasan apa lah, terserah elu. ”
“Kalo gitu liat kalung yang emas putih dong mbak.” ujar Grace mantap.
Ahsan hanya bisa melongo menatap gadis itu.
“Oh, silahkan mbak, ke dekat etalase saja, disini banyak pilihan..” tawar pegawai tersebut ramah.
Grace pun menurut apa kata pegawai dan mendekat ke etalase.
Setelah melihat-lihat cukup lama, akhirnya Grace memilih sebuah kalung dengan bandul jantung hati kecil. “Aaa, ini aja mbak!” ia tersenyum puas.
Ahsan pun membayar kalung itu di kasir.
Sepanjang jalan… Ahsan terus terusan saja memandangi Grace. Yang dipandangi lama-lama merasa ‘keki’, akhirnya menoleh.
“Kenapa lo liatin gue terus?” tanya Grace heran. “Ooh.. yang tadi itu ya?”
Giliran Ahsan yang heran.“Yang tadi apa?”
“Soal kalung itu laah.” sahut Grace. “Kalungnya buat nyokap lo, malah gue yang milihin. hehehe maap yaa?”
“Ya ampun bukan itu lagi.”
“Trus?”
“Heran aja. Kenapa lo bisa tau selera mama gue. Persis. Gue sendiri aja baru inget pas jalan tadi. Jangan jangan lo nguntit nyokap gue yah??”
“Ah sialan lo! Kebetulan aja kali!” Grace meninju bahu Ahsan pelan.
“Hehe.” Cowok berambut jabrik tersebut malah nyengir. “Udah deh. Sekarang mendingan kita makan. Kamu laper kan?”
Grace tertegun. Melongo lagi. Heran sumpah!! Suer nih nawarin makan? Bahasanya nggak elo-gue, tapi aku-kamu pula!
Ini orang kesambet apaan sih? Kenapa jadi perhatian gini sama gue? Ah elonya aja yang kegeeran Grace! batin Grace
“Mau.. m a k a n nggak??” pertanyaan Ahsan membuyarkan lamunan Grace
“Eh iya lah! Yuk..”
***
Butet hari ini nggak masuk kerja. Tiba-tiba nggak ada angin nggak ada ujan, badannya demam. bahkan suhu badannya nyampe 39°.
Saking kuatirnya orang rumah, sampe-sampe perhatian yang dikasih ke Butet terlalu over.
“Butet sayang.. mama buatin bubur ya?”
“Butet, matiin Tvnya nak! Buat tidur aja! Ntar mata kamu tambah pedes lo!”
“Tet, mau aku bacain cerita aja po biar bisa bobok??”
GOD, i’m not a child, please, batin Butet sebal. Mendingan dia masuk kerja aja kalo di rumah keyak begini. Zz! Butet pun memaksa dirinya untuk tidur daripada terus-terusan mendengar ocehan, omelan dan nasihat panjang mama, papa, dan Kak Vita. Ia memaksa tidur walaupun 5 detik untuk merem aja susah banget.
***
Seusai makan..
“Jiah, pake ujan segala!” gerutu Grace
Ahsan langsung menoleh.
“Gue anterin pulang aja ya?”
Grace melongo lagi—hari ini untuk kesekian kalinya.
Anterin pulang??? Wah beneran kesambet kali ya nih anak..
Biasanya— gue pasti disuruh pulang sendiri. Naik angkutan umum.
mau ada ujan gede, geledek banyak, sampe BANJIR sekalipun, gue pasti disuruh pulang sendiri. Tapi ini? Ah, mungkin lagi LUAR BIASA aja kali ya.
“Kenapa?” tanya Ahsan.
“Nggak.” sahut Grace cepat
“Jadi dianter pulang ga nih?”
Grace melirik ke arah jendela. Damn! Bukannya berenti malah makin deres ujannya!
“Yah,, kalo lo nggak merasa repot..” jujur sebenernya Grace gengsi berat buat ngucapin kalimat ini. But, it’s okay laa sekali sekali.
Ahsan tersenyum.
Grace hampir saja tersedak es McFlurry-nya.
What’s wrong with him, TODAY????
***
Butet terbangun dari tidurnya. Syukurlah, badan udah keringetan semua.. batinnya.
Butet pun berjalan keluar, masih lengkap dengan piyama, sendal bulu-bulunya, dan sebuah kompres yang tertempel di dahi.
Ia melihat Vita. Sedang membaca koran.
“Ehem.” Butet berdehem pelan.
Vita menoleh. “Tet, jangan bangun dulu dong! Ayo balik ke kamar!” Vita menggusah Butet layaknya mengusir ayam ayam tetangga. Vita menggiring Butet ke kamarnya.
“Gue kan bosen di kamar. Pengen keluar.” kilah Butet.
“Ya, jalan aja ke depan, trus masuk lagi ke kamar” sahut Vita
“Ish!!” Butet memonyongkan bibirnya.
“Dah laah, ini kan buat kepentingan lo juga..” ujar Vita sambil menyelimuti Butet.
“Gue keluar dulu ya. Ntar kalo ada apa-apa just call me, hehe” ujar Vita lagi setelah itu hendak meninggalkan kamar.
Butet hanya mengangguk mengiyakan.
Tiba-tiba Vita berbalik,
“Eh iya Tet, tadi ada cowok ganteng tinggi putih pake jas, pokoknya rapi gitu deh, mampir kesini waktu lo tidur!”
Butet terhenyak, lalu bangkit dari tempat tidur. “Cowok ganteng?”
“Iya, dia nyariin lo. Pas gue bilang lo lagi sakit, dia langsung mau pergi, titip salam aja gitu.”
Butet masih mengernyitkan alis. Cowok.. siapa ya? batin Butet
“Oh iya.. Ngakunya sih namanya Hendra..”
Butet terkaget mendengar nama itu. Pak Hendra dong? OMG!!! Wajah Butet merona seketika, bagaikan kepiting rebus.
Pak Hendra titip salam,,, buat gue?
Ia pun langsung masuk ke dalam selimutnya.
“Tet, hoi Tet! Kenape sih lu? Dia siapa coba? Ciyee ciyeee…” goda Vita
Butet tak menghiraukan Vita. Gadis berambut cepak itu merasakan sekujur tubuhnya bertambah panas. Ya panas karena malu, ya panas.. gatau deh. Duh, kalo ketemu pak Hendra besok gimana ya? >< Dia mungkin biasa aja, wong cuman titip salam, tapi aku?
Label:
cerbung :)
Friday, September 17, 2010
SAHABAT KECIL - IPANG
baru saja berakhir
hujan di sore ini
menyisakan keajaiban
kilauan indahnya pelangi
tak pernah terlewatkan
dan tetap mengaguminya
kesempatan seperti ini
tak akan bisa dibeli
*
bersamamu kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semuanya begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinya
melawan keterbatasan
walau sedikit kemungkinan
takkan menyerah untuk hadapi
hingga sedih tak mau datang..
lagi....
-Back to *
janganlah berganti..
tetaplah seperti ini...
ooooww
janganlah berganti,
tetaplah seperti ini...
hujan di sore ini
menyisakan keajaiban
kilauan indahnya pelangi
tak pernah terlewatkan
dan tetap mengaguminya
kesempatan seperti ini
tak akan bisa dibeli
*
bersamamu kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semuanya begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinya
melawan keterbatasan
walau sedikit kemungkinan
takkan menyerah untuk hadapi
hingga sedih tak mau datang..
lagi....
-Back to *
janganlah berganti..
tetaplah seperti ini...
ooooww
janganlah berganti,
tetaplah seperti ini...
Label:
favorite hits
PRETTY BOY - M2M
I lie awake at night
See things in black and white
I've only catch you inside my mind
You know you have made me blind
I lie awake and pray
That u will look my way
I have all this longing in my heart
i knew it right from the start
CHORUS :
Oh my pretty pretty boy i love you
like i
never ever loved no one before you
Pretty pretty boy of mine
Just tell me you love me too
Oh my pretty pretty boy
i need you
oh my
pretty pretty boy
i do
Let me inside
make me stay
right beside you
I used to write your name
and put it in a frame
And sometimes i think
i hear you call
right from my bedroom wall
You stay a little while
And touch me with your smile
And what can i say to make you mine?
To reach out for you in time
Back to CHORUS
oh pretty boy
say you love me, too
See things in black and white
I've only catch you inside my mind
You know you have made me blind
I lie awake and pray
That u will look my way
I have all this longing in my heart
i knew it right from the start
CHORUS :
Oh my pretty pretty boy i love you
like i
never ever loved no one before you
Pretty pretty boy of mine
Just tell me you love me too
Oh my pretty pretty boy
i need you
oh my
pretty pretty boy
i do
Let me inside
make me stay
right beside you
I used to write your name
and put it in a frame
And sometimes i think
i hear you call
right from my bedroom wall
You stay a little while
And touch me with your smile
And what can i say to make you mine?
To reach out for you in time
Back to CHORUS
oh pretty boy
say you love me, too
Label:
favorite hits
DON'T SAY YOU LOVE ME - M2M
I got introduced to you by a friend
You were cute and all that, baby is that the trend
Yes you did oh
The next thing i know were down at the cinema
We're sitting there and you love me
What's that about?
You're moving too fast, I dont understand you
I'm not ready yet, baby can't pretend
No, I can't
The best I can do is tell you to talk to me
It,s possible, eventual,
Love will find a way
Love will find a way
CHORUS :
Dont say you love me
You dont even know me
If you really want meThen give me some time
Don't go there baby
Not before i'm ready
Dont say your heart's is hurry
It's not like we're gonna get married
Give me, give me some timeHere's how i play, here's where you stand
Here's what to prove to get any further than
where it's beenI'll make it clear, not gonna tell you twice
Take it slow, keep pushing me
You're pushing me away
Pushing me away
oooo, na, na, na, na, na, na, na,
na, na, na, na, na, na, na,
oooo, na, na, na, na, na, na, na,
na, na, na, na, na, na, na,
Dont say you love me
You dont even know me baby...
Baby dont' say you love me, baby
If you really want me
Then give me some time
Give me some time
Back to CHORUS
Label:
favorite hits
Thursday, September 16, 2010
Full-Surprise-Life Part 6
“Silahkan..” Butet tersenyum kepada salah satu pengunjung café Amore sambil mengangsurkan secangkir kopi.
Pengunjung itu nampak senang dengan keramahan Butet.
Butet pun kembali ke dapur.
“Li, dari tadi Pak Hendra mantengin lu terus tuh!” bisik Maria sambil tertawa kecil.
“Ah apaan sih, palingan semua karyawan juga diliatin!” sergah Liliyana alias Butet, tersipu.
“Enggak. Daritadi tuh Pak Hendra ngeliatin lo terus, udah kayak TV gitu, dipantengin ga berenti-berenti.” canda Maria lagi.
Liliyana pun menengok ke luar, dan mendapati Pak Hendra sedang… tersenyum kepadanya!
Liliyana langsung merapatkan tubuhnya ke tembok. Jantungnya berdegup sangat kencang.
***
“Grace, jalan yuk!” ajak Shendy sambil membereskan buku buku yang berserakan di bangkunya.
“Ayooo, mo kemana nih??” sahut Grace sumringah
“Mall yuk!!” seru Pia dan Nitya
Grace dan Shendy langsung menoleh cepat “Pasti mau ke PUJASERA-nya??” tanya mereka berdua, hampir berbarengan.
Pia dan Nitya juga mengangguk cepat.
“Astagaaaaa kalian tuh makanan terus yah yang nempeldi otak??” ujar Shendy bosan sambil menggelengkan kepalanya
“Ya yok aja sih, aku juga jadi kepingin nyoba” ujar Grace, nyengir
“Ngeeeeeh? Mampus, Grace ketularan!” Shendy melongo lalu menepuk dahinya.
Semua tertawa kecil, lalu melangkah keluar ruang kelas bersama-sama.
***
Sampai di gerbang kampus, sesorang yang dibenci—sekaligus paling tidak ingin ditemui Grace, sekarang telah berdiri dengan dua tangan terlipat di dadanya!
Grace melengos sebal. Dan pura-pura tidak melihat, malahan terus saja berjalan, bersama dengan ketiga temannya.
“Grace, kayaknya lo ditungguin tuh! G..gimana?” tanya Nitya takut-takut
“Udah, cuek aj..” belum selesai Grace berbicara, tangannya ditarik, oleh siapa lagi, kalau bukan AHSAN
“Ap..apaan sih?!” bentak Grace kesal, berusaha meronta dari genggaman tangan Ahsan yang sangat erat.
“jangan lupa janji lo kemaren..” ujar Ahsan tajam (tapi nggak setajam SILET)
“Yayayayaya” jawab Grace asal, masih memalingkan wajahnya
“Engh, Grace kita duluan ya? Have fun..” ujar Nitya disertai senyum kaku dari Shendy dan Pia.
Seperti dirinya, Pia-Shendy-Nitya males banget harus berurusan dengan cowok tengik ini—yang sekarang ada di hadapannya.
“Sekarang gue suruh ngapain?” tanya Grace sambil menatap Ahsan sengit.
“Ikut gue.” jawab Ahsan singkat
Grace melengos lagi, kesel berat!!!!!
***
Grace melongo melihat BMW hitam di depannya. Tambah melongo lagi setelah tau itu milik Ahsan.
Ahsan mengernyit heran.
“Naik gih, atau mau gue tinggal?” ujar Ahsan yang bikin Grace tambah kesel
“Ish nyolot banget sih lu!! Ngeselin!” seru Grace kesal lalu masuk ke mobil sambil membanting pintu dengan keras.
Ahsan melotot ke arahnya. “Awas sampe BMW gue lecet!” ancam Ahsan
Grace menghela nafas panjang, “Iya iya, Orang Kaya, i see”
Ahsan mendengus jengkel. Untung lo cewek, batinnya.
***
@tokobuku
“Waaaah!!! Gue harus borong nih!” seru Ahsan senang saat melihat bertumpuk tumpuk buku otomotif di depannya.
“Grace ambil tas belanja dong, bantu gue pilih pilih ini, bingung.” perintah Ahsan tanpa menoleh
Grace menggeram jengkel. Emangnya gue ini pembokatnya apa? rrawwr!
Dengan sebal Grace menuju ke pintu masuk, mengambil tas belanja, berbalik, dan menyerahkannya pada Ahsan.
“Nih” seru Grace sambil menyodorkan sebuah tas belanja.
“Oke.” Setelah mengisi tas tersebut dengan beberapa buku, Ahsan menyerahkan kembali tas kepada Grace “Nih,”
Grace melotot sekaligus mengernyitkan alis, “Apaan??”
“Jiah, ya elu bawa lah, sekarang ikut gue! Kita cari yang lain. Gue butuh buku buat materi praktikum nih.”
Grace membelalak mendengar perkataan Ahsan. Namun sebelum dirinya sempat menolak—tangannya telah ditarik oleh Ahsan menuju rak buku pelajaran.
@kasir
“Udahan kan SHOPPINGNYA?” tanya Grace kesal
“Belum. habis ini gue mau hunting sticker.” jawab Ahsan singkat sambil mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyerahkannya ke mbak kasir.
Grace mendengus sebal. “Kayak cewek aja lu” ujarnya lirih
“Apa??” Ahsan menoleh cepat, pandangan galaknya bikin Grace menciut
“Nggaaaaaak” sahut Grace lalu menuruni tangga, ngeloyor pergi meninggalkan Ahsan yang masih sibuk membayar bukunya.
***
“Vita, kamu sudah ada kamera sendiri?” tanya atasan Vita, Bu Ike.
“Emhh…sudah sih bu... Kamera lomo, nggak papa?”
“Lomo?? Bagus sekali malahan! Ya sudah, kalau sudah siap, hari ini kamu boleh mulai meliput.” ujar Bu Ike sambil tersenyum.
Mata Vita langsung membulat senang. “Terimakasih, bu!!”
***
Saat sedang memotret anak-anak kecil untuk liputannya, Vita dikagetkan oleh kedatangan seseorang.
“Hai, lo juga wartawan baru ya?” sapa seorang cowok
Vita menoleh. Terlihat sesosok lelaki berperawakan tinggi.
“Iya hehe. Lo juga?” tanya Vita sambil tersenyum lalu menutup lensa kameranya.
“Yap.” jawab cowok itu, seketika pandangannya beralih ke kamera Lomo yang dipegang Vita “Widiiiih LOMO ya??” wajah cowok tersebut berubah takjub.
Vita mengangguk cepat. “Kenapa?”
“Keren banget! Jarang nemu gue baru-baru ini!” ujar cowok jabrik tersebut, masih menimang kamera Lomo milik vita dengan sayang.
“Ehm.. ngomong ngomong kita belum kenalan, kayaknya?” tanya Vita agak mengagetkan cowok itu,
“Ohya, gue Hendra Ag. Tapi biasa dipanggil Age sama temen temen” lelaki itu memperkenalkan dirinya, dan mengulurkan tangan.
“Hai Ge, gue Vita, Vita Marissa.” ujar Vita, ia juga mengulurkan tangannya, dan mereka berdua pun berjabat.
Age pun mengajak Vita duduk.
“Udah lama jadi wartawan?” tanya Age sambil menendang nendang kaleng kosong di depannya.
“3 tahun terakhir, habis suka fotografi sama jurnal sih.” sahut Vita
“Oh.. sama gue juga..”
Vita dan Age terdiam sepertinya kehabisan bahan pembicaraan.
Tiba-tiba, seperti ingat akan sesuatu, Vita bangkit dari tempat duduknya.
“Ge, sorry, gue duluan ya. Kapan kapan kita ngobrol lagi.” ujar Vita cepat, mengakhiri pembicaraan mereka.
Setelah itu, Vita pun meninggalkan Age.
***
@rumah
“Tumben baru pulang kak,?” tanya Butet heran sambil mengeringkan rambut cepaknya dengan handuk.
“Iya hehe baru inget mau ada urusan.” jawab Vita lalu ngeloyor pergi gitu aja, meninggalkan Butet dengan sejuta pertanyaan di benaknya.
“Urusan apa sih??” gumam Butet dengan alis berkerut.
***
Cklek. Vita menutup pintu kamarnya perlahan. Lalu menghela napas lega.
Setelah berganti pakaian santai, ia membuka laptop kesayangannya.
“Kok emailnya, belum masuk ya? tumbenan..” gumam Vita lesu lalu melepas kacamatanya.
“Surat juga.. beberapa minggu ini nggak dateng..” Vita semakin sedih.
Akhirnya ia memutuskan membuka akun jejaring sosialnya yang lama tak diurus—twitter dan facebook.
Vita berdecak kaget melihat pemandangan di laptop.
Facebook :
Anda memiliki 200 pemberitahuan baru
Anda memiliki 50 pesan masuk
Anda memiliki 108 permintaan pertemanan.
Twitter :
290 new mention, mentioning @vee_marissa
29 Direct Messages
28.304 Followers
“Jadi males.” batin Vita. Setelah itu accountnya di-log out, dan ia memutuskan untuk bermain game online.
--20.25 P:M
“Kak Vita, nggak makan??” tanya Grace sambil mengetuk pintu perlahan.
“Iya de, kakak turun.” jawab Vita
@diningroom
“Halo sayang, kok baru turun? Ngapain aja di kamar?” tanya papa sambil tersenyum
“Capek pa” sahut Vita singkat
“Ooh.. Yaudah makan dulu nih, mama udah siapin udang bakar madu favorit kamu.” ujar Mama lalu menyodorkan sepiring besar udang.
Biasanya—Vita akan langsung merebut piring tsb dari mama, mengambil nasi, dan memakannya dengan rakus. Tapi ini? Vita kelihatan benar-benar lesu.
“Kenapa sayang? Nggak enak ya?” tanya mama—sepertinya menyadari perubahan sikap putri sulungnya. “Capek banget ya? Kalo nggak mau udangnya jangan dipaksa, buat istirahat aja.” sambung mama.
Vita tersenyum. “Makasih ya ma. Iya, capek banget nih badan Vita berasa remuk. Vita bikin susu coklat hangat aja ya ma?”
“Iya sayang. Habis itu kamu tidur ya?”
Vita tersenyum lagi. Ia segera beranjak ke dapur untuk membuat segelas susu coklat hangat.
--22.30 P:M
Butet terbangun. Ia kebelet pipis. Kebetulan, toilet paling dekat dari kamarnya adalah toilet di samping kamar Vita.
Keluar dari kamar mandi, Butet heran melihat laptop Vita masih menyala.
Butet pun masuk ke kamar Vita, lalu menggeleng kecil.
“Dasar kak Vita, kebiasaan, tau ngantuk, leptop malah ga dimatiin.” gumamnya.
Buka apaan sih kak Vita? Karena penasaran, Butet pun membuka tab website yang diminimize.
“Email??" Alis Butet berkerut "Ah sudahlah, paling urusan kerjaan.”
Butet lalu menggotong tubuh kakaknya ke kasur. Saat itulah, jatuh sebuah kertas—yang sepertinya digenggam erat kakaknya dari tadi.
Butet mengambil kertas itu, lalu membacanya.
Beberapa hari ini Alvent nggak ngasih kabar—baik email ataupun surat.
Aku khawatir.. jangan jangan dia kenapa kenapa?
Tapi firasatku mengatakan lain, yang ini negatif. Saking sibuknya Alvent, dia sampe lupa, kasih kabar ke aku. Kita bakal marahan, atau yang lebih buruk, PUTUS.
Aku sibuk mikirin berbagai pikiran semacam itu yang terus aja nyumpelin otakku dari kemaren.
Karena sampai saat ini, aku belum nerima kabar apapun dari Alvent—baik email ataupun surat, ataupun sms. Selalu pending, waktu ditelpon selalu nggak active, wajar kan kalo aku mikir yang aneh aneh? Ini udah lebih dari seminggu men!
Sampe akhirnya.. aku nemuin foto itu.
Fotoku sama Alvent, pas pertama aku ditembak sama dia, dan kita dikerjain abis-abisan sama temen temen SMA, pake telor tepung, dan semacamnya—
Foto itu beneran bikin aku kangen setengah mati— sekaligus menyadarkan aku bahwa cintaku sama Alvent nggak ada matinya
Kuakan menanti meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Kutau kau hanya untukku
Biarlah waktuku habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar cintaku padamu
Ku tetap menanti
VitAlvent 08-11-96 <3 :*
Tangsi Butet banjirrr begitu selesai membaca gulungan kertas lecek itu.
Tega banget ko Alvent sama Kak Vita. Walaupun gitu, kak Vita masih setia. Aku salut! batin Butet.
Setelah itu, ia menyelimuti tubuh kakaknya yang berada di atas kasur, dan ia sendiri kembali tidur.
Pengunjung itu nampak senang dengan keramahan Butet.
Butet pun kembali ke dapur.
“Li, dari tadi Pak Hendra mantengin lu terus tuh!” bisik Maria sambil tertawa kecil.
“Ah apaan sih, palingan semua karyawan juga diliatin!” sergah Liliyana alias Butet, tersipu.
“Enggak. Daritadi tuh Pak Hendra ngeliatin lo terus, udah kayak TV gitu, dipantengin ga berenti-berenti.” canda Maria lagi.
Liliyana pun menengok ke luar, dan mendapati Pak Hendra sedang… tersenyum kepadanya!
Liliyana langsung merapatkan tubuhnya ke tembok. Jantungnya berdegup sangat kencang.
***
“Grace, jalan yuk!” ajak Shendy sambil membereskan buku buku yang berserakan di bangkunya.
“Ayooo, mo kemana nih??” sahut Grace sumringah
“Mall yuk!!” seru Pia dan Nitya
Grace dan Shendy langsung menoleh cepat “Pasti mau ke PUJASERA-nya??” tanya mereka berdua, hampir berbarengan.
Pia dan Nitya juga mengangguk cepat.
“Astagaaaaa kalian tuh makanan terus yah yang nempeldi otak??” ujar Shendy bosan sambil menggelengkan kepalanya
“Ya yok aja sih, aku juga jadi kepingin nyoba” ujar Grace, nyengir
“Ngeeeeeh? Mampus, Grace ketularan!” Shendy melongo lalu menepuk dahinya.
Semua tertawa kecil, lalu melangkah keluar ruang kelas bersama-sama.
***
Sampai di gerbang kampus, sesorang yang dibenci—sekaligus paling tidak ingin ditemui Grace, sekarang telah berdiri dengan dua tangan terlipat di dadanya!
Grace melengos sebal. Dan pura-pura tidak melihat, malahan terus saja berjalan, bersama dengan ketiga temannya.
“Grace, kayaknya lo ditungguin tuh! G..gimana?” tanya Nitya takut-takut
“Udah, cuek aj..” belum selesai Grace berbicara, tangannya ditarik, oleh siapa lagi, kalau bukan AHSAN
“Ap..apaan sih?!” bentak Grace kesal, berusaha meronta dari genggaman tangan Ahsan yang sangat erat.
“jangan lupa janji lo kemaren..” ujar Ahsan tajam (tapi nggak setajam SILET)
“Yayayayaya” jawab Grace asal, masih memalingkan wajahnya
“Engh, Grace kita duluan ya? Have fun..” ujar Nitya disertai senyum kaku dari Shendy dan Pia.
Seperti dirinya, Pia-Shendy-Nitya males banget harus berurusan dengan cowok tengik ini—yang sekarang ada di hadapannya.
“Sekarang gue suruh ngapain?” tanya Grace sambil menatap Ahsan sengit.
“Ikut gue.” jawab Ahsan singkat
Grace melengos lagi, kesel berat!!!!!
***
Grace melongo melihat BMW hitam di depannya. Tambah melongo lagi setelah tau itu milik Ahsan.
Ahsan mengernyit heran.
“Naik gih, atau mau gue tinggal?” ujar Ahsan yang bikin Grace tambah kesel
“Ish nyolot banget sih lu!! Ngeselin!” seru Grace kesal lalu masuk ke mobil sambil membanting pintu dengan keras.
Ahsan melotot ke arahnya. “Awas sampe BMW gue lecet!” ancam Ahsan
Grace menghela nafas panjang, “Iya iya, Orang Kaya, i see”
Ahsan mendengus jengkel. Untung lo cewek, batinnya.
***
@tokobuku
“Waaaah!!! Gue harus borong nih!” seru Ahsan senang saat melihat bertumpuk tumpuk buku otomotif di depannya.
“Grace ambil tas belanja dong, bantu gue pilih pilih ini, bingung.” perintah Ahsan tanpa menoleh
Grace menggeram jengkel. Emangnya gue ini pembokatnya apa? rrawwr!
Dengan sebal Grace menuju ke pintu masuk, mengambil tas belanja, berbalik, dan menyerahkannya pada Ahsan.
“Nih” seru Grace sambil menyodorkan sebuah tas belanja.
“Oke.” Setelah mengisi tas tersebut dengan beberapa buku, Ahsan menyerahkan kembali tas kepada Grace “Nih,”
Grace melotot sekaligus mengernyitkan alis, “Apaan??”
“Jiah, ya elu bawa lah, sekarang ikut gue! Kita cari yang lain. Gue butuh buku buat materi praktikum nih.”
Grace membelalak mendengar perkataan Ahsan. Namun sebelum dirinya sempat menolak—tangannya telah ditarik oleh Ahsan menuju rak buku pelajaran.
@kasir
“Udahan kan SHOPPINGNYA?” tanya Grace kesal
“Belum. habis ini gue mau hunting sticker.” jawab Ahsan singkat sambil mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyerahkannya ke mbak kasir.
Grace mendengus sebal. “Kayak cewek aja lu” ujarnya lirih
“Apa??” Ahsan menoleh cepat, pandangan galaknya bikin Grace menciut
“Nggaaaaaak” sahut Grace lalu menuruni tangga, ngeloyor pergi meninggalkan Ahsan yang masih sibuk membayar bukunya.
***
“Vita, kamu sudah ada kamera sendiri?” tanya atasan Vita, Bu Ike.
“Emhh…sudah sih bu... Kamera lomo, nggak papa?”
“Lomo?? Bagus sekali malahan! Ya sudah, kalau sudah siap, hari ini kamu boleh mulai meliput.” ujar Bu Ike sambil tersenyum.
Mata Vita langsung membulat senang. “Terimakasih, bu!!”
***
Saat sedang memotret anak-anak kecil untuk liputannya, Vita dikagetkan oleh kedatangan seseorang.
“Hai, lo juga wartawan baru ya?” sapa seorang cowok
Vita menoleh. Terlihat sesosok lelaki berperawakan tinggi.
“Iya hehe. Lo juga?” tanya Vita sambil tersenyum lalu menutup lensa kameranya.
“Yap.” jawab cowok itu, seketika pandangannya beralih ke kamera Lomo yang dipegang Vita “Widiiiih LOMO ya??” wajah cowok tersebut berubah takjub.
Vita mengangguk cepat. “Kenapa?”
“Keren banget! Jarang nemu gue baru-baru ini!” ujar cowok jabrik tersebut, masih menimang kamera Lomo milik vita dengan sayang.
“Ehm.. ngomong ngomong kita belum kenalan, kayaknya?” tanya Vita agak mengagetkan cowok itu,
“Ohya, gue Hendra Ag. Tapi biasa dipanggil Age sama temen temen” lelaki itu memperkenalkan dirinya, dan mengulurkan tangan.
“Hai Ge, gue Vita, Vita Marissa.” ujar Vita, ia juga mengulurkan tangannya, dan mereka berdua pun berjabat.
Age pun mengajak Vita duduk.
“Udah lama jadi wartawan?” tanya Age sambil menendang nendang kaleng kosong di depannya.
“3 tahun terakhir, habis suka fotografi sama jurnal sih.” sahut Vita
“Oh.. sama gue juga..”
Vita dan Age terdiam sepertinya kehabisan bahan pembicaraan.
Tiba-tiba, seperti ingat akan sesuatu, Vita bangkit dari tempat duduknya.
“Ge, sorry, gue duluan ya. Kapan kapan kita ngobrol lagi.” ujar Vita cepat, mengakhiri pembicaraan mereka.
Setelah itu, Vita pun meninggalkan Age.
***
@rumah
“Tumben baru pulang kak,?” tanya Butet heran sambil mengeringkan rambut cepaknya dengan handuk.
“Iya hehe baru inget mau ada urusan.” jawab Vita lalu ngeloyor pergi gitu aja, meninggalkan Butet dengan sejuta pertanyaan di benaknya.
“Urusan apa sih??” gumam Butet dengan alis berkerut.
***
Cklek. Vita menutup pintu kamarnya perlahan. Lalu menghela napas lega.
Setelah berganti pakaian santai, ia membuka laptop kesayangannya.
“Kok emailnya, belum masuk ya? tumbenan..” gumam Vita lesu lalu melepas kacamatanya.
“Surat juga.. beberapa minggu ini nggak dateng..” Vita semakin sedih.
Akhirnya ia memutuskan membuka akun jejaring sosialnya yang lama tak diurus—twitter dan facebook.
Vita berdecak kaget melihat pemandangan di laptop.
Facebook :
Anda memiliki 200 pemberitahuan baru
Anda memiliki 50 pesan masuk
Anda memiliki 108 permintaan pertemanan.
Twitter :
290 new mention, mentioning @vee_marissa
29 Direct Messages
28.304 Followers
“Jadi males.” batin Vita. Setelah itu accountnya di-log out, dan ia memutuskan untuk bermain game online.
--20.25 P:M
“Kak Vita, nggak makan??” tanya Grace sambil mengetuk pintu perlahan.
“Iya de, kakak turun.” jawab Vita
@diningroom
“Halo sayang, kok baru turun? Ngapain aja di kamar?” tanya papa sambil tersenyum
“Capek pa” sahut Vita singkat
“Ooh.. Yaudah makan dulu nih, mama udah siapin udang bakar madu favorit kamu.” ujar Mama lalu menyodorkan sepiring besar udang.
Biasanya—Vita akan langsung merebut piring tsb dari mama, mengambil nasi, dan memakannya dengan rakus. Tapi ini? Vita kelihatan benar-benar lesu.
“Kenapa sayang? Nggak enak ya?” tanya mama—sepertinya menyadari perubahan sikap putri sulungnya. “Capek banget ya? Kalo nggak mau udangnya jangan dipaksa, buat istirahat aja.” sambung mama.
Vita tersenyum. “Makasih ya ma. Iya, capek banget nih badan Vita berasa remuk. Vita bikin susu coklat hangat aja ya ma?”
“Iya sayang. Habis itu kamu tidur ya?”
Vita tersenyum lagi. Ia segera beranjak ke dapur untuk membuat segelas susu coklat hangat.
--22.30 P:M
Butet terbangun. Ia kebelet pipis. Kebetulan, toilet paling dekat dari kamarnya adalah toilet di samping kamar Vita.
Keluar dari kamar mandi, Butet heran melihat laptop Vita masih menyala.
Butet pun masuk ke kamar Vita, lalu menggeleng kecil.
“Dasar kak Vita, kebiasaan, tau ngantuk, leptop malah ga dimatiin.” gumamnya.
Buka apaan sih kak Vita? Karena penasaran, Butet pun membuka tab website yang diminimize.
“Email??" Alis Butet berkerut "Ah sudahlah, paling urusan kerjaan.”
Butet lalu menggotong tubuh kakaknya ke kasur. Saat itulah, jatuh sebuah kertas—yang sepertinya digenggam erat kakaknya dari tadi.
Butet mengambil kertas itu, lalu membacanya.
Beberapa hari ini Alvent nggak ngasih kabar—baik email ataupun surat.
Aku khawatir.. jangan jangan dia kenapa kenapa?
Tapi firasatku mengatakan lain, yang ini negatif. Saking sibuknya Alvent, dia sampe lupa, kasih kabar ke aku. Kita bakal marahan, atau yang lebih buruk, PUTUS.
Aku sibuk mikirin berbagai pikiran semacam itu yang terus aja nyumpelin otakku dari kemaren.
Karena sampai saat ini, aku belum nerima kabar apapun dari Alvent—baik email ataupun surat, ataupun sms. Selalu pending, waktu ditelpon selalu nggak active, wajar kan kalo aku mikir yang aneh aneh? Ini udah lebih dari seminggu men!
Sampe akhirnya.. aku nemuin foto itu.
Fotoku sama Alvent, pas pertama aku ditembak sama dia, dan kita dikerjain abis-abisan sama temen temen SMA, pake telor tepung, dan semacamnya—
Foto itu beneran bikin aku kangen setengah mati— sekaligus menyadarkan aku bahwa cintaku sama Alvent nggak ada matinya
Kuakan menanti meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Kutau kau hanya untukku
Biarlah waktuku habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar cintaku padamu
Ku tetap menanti
VitAlvent 08-11-96 <3 :*
Tangsi Butet banjirrr begitu selesai membaca gulungan kertas lecek itu.
Tega banget ko Alvent sama Kak Vita. Walaupun gitu, kak Vita masih setia. Aku salut! batin Butet.
Setelah itu, ia menyelimuti tubuh kakaknya yang berada di atas kasur, dan ia sendiri kembali tidur.
Label:
cerbung :)
Full-Surprise-Life Part 5
Kling..kling..
Vita keluar dari sebuah kantor surat kabar dengan wajah berseri-seri. Ia memeluk map berisi lamaran kerjanya.
“Aaaah senennnng!!” Vita berteriak teriak sendiri di tengah jalan.
@rumah
“Kabar baik ya?” tanya papa nyengir saat melihat wajah wajah bahagia memenuhi rumah.
Vita hanya membalasnya dengan anggukan, butet dengan cengiran, dan Grace dengan senyuman khasnya.
Tapi tiba-tiba wajah Grace menjadi mendung.
“Loh, kamu kenapa? tadi senyum senyum, kok sekarang cemberut?”
“Ada cowo rese’ di kampus!” gerutu Grace, seketika ia teringat lagi pada si cowok jabrik dengan gayanya yang supersengak serta tatapan sinis tadi siang.
“Laaah, masuk masuk kok udah disengakin? Kamunya kali yang nantang….” sahut mama
Butet yang sedang bermain psp langsung menoleh “HAJAR AJA GEL!!!!” teriaknya asal
“Ish, ngasih solusi kok gak bener” Vita menjitak kepala si adik.
“Nantang?? Orang Grace cuman lewat doang eh malah dilirikin ma cowok sengak itu”sergah Grace, nggak terima dengan tuduhan mamanya
“Mm.. mungkin naksir sama elu kali Grace.. makanya tuh cowok caper..” seru Vita
“Ini tambah gak ngasih solusi!” Butet menjitak kepala kakaknya, yang langsung dibalas oleh pelototan Vita. “Kan.. IMPAS..” elak Butet
Grace tertawa kecil melihat kedua kakaknya. “Udah lah gak usah dibahas lagi cowok monyet satu itu..”
“Mendingan kita makan..” ajak papa, yang tiba tiba hadir di ruang keluarga
Grace, Vita, Butet serentak menoleh. Terlihat sosok papa dalam balutan celemek dan topi ala koki.
“Ayam panggang..” tawar Papa sambil mengedipkan mata
“Papa masak nggak ngajak ngajak deh…” Vita memanyunkan bibirnya
“Maaf ya anak anak.. ntar kalo kalian ikut, yang ada kita nggak jadi makan, dapurnya malah hancur..” ujar papa watados
Grace, Butet dan Vita tersipu malu. Mereka bertiga sama sama ga bisa masak sih..
“yaudah ayo makan, ntar malah mama yang abisin loh” seru mama lalu ngacirr ke dapur meninggalkan yang lainnya
“Aaaaaaaaa SIKAAAAT!!!” komando Butet, yang langsung lari ke dapur, diikuti oleh ketiga rekannya.
***
Paginya….
Grace berangkat ke kampusnya, sementara Butet dan Vita kembali bekerja.
“Kita duluan ya Gel, kalo cowok reseh yang kemaren ganggu lo lagi timpuk aja!” ujar Butet
“Iya iya hihi” Grace tertawa kecil.
Butet dan Vita pun berangkat. Grace juga. Sebelum berangkat ia tak lupa berdoa semoga hari ini menyenangkan.
***
@kampus
Grace menghela napas lega bisa sampai di kelas tanpa gangguan pagi ini. Jujur doi males banget ketemu 2 cowok monyet yang kemarin.
“Pagiii Grace” sapa Nitya
Grace hanya tersenyum kecil. Tadinya dia mau nyamperin Nitya di bangkunya, tapi ada temen temennya Nitya, Grace merasa nggak enak.
Maka iapun memutuskan untuk duduk di bangkunya sendiri sambil mendengarkan lagu.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahunya pelan.
Grace menoleh.
“Grace, aku mau kenalan sama kamu ya? Kemarin aku mau ngomong tapiiiii belum jadi..” sapa seorang gadis ber-kucir kuda. “Aku Pia..”
Grace melepas ear-phonenya, lalu tersenyum. “Boleh lah… Nama aku Grace, udah tau kan ya? hehe. Salam kenal Pia..”
“Aku juga dong.. Hai, Grace.” kali ini Grace disapa oleh gadis berambut cepak berperawakan tinggi. Gayanya sangat tomboy. Mirip.. sama kak Yana, batin Grace.
“Helloooo?” gadis itu bertanya, membuyarkan lamunan Grace.
“Eh sorry. Gue Grace.” jawab Grace, langsung tersenyum.
“Iya gue tau neng. Kemaren pan udah perkenalan di depan.”
Grace nyengir lebar.
“Kenalin gue Shendy” Shendy mengulurkan tangannya, dan disambut oleh Grace.
“Hai Shend..Sorry ya, gue emang agak lo-la” ujar Grace malu-malu
“Haha iya, santai..”
*BREAK TIME*
“Grace, ngantin yok!” ajak Pia sambil membereskan bukunya.
“Apaan ngantin?” tanya Grace
“Duh, ke kantin maksud gue…” Pia geleng geleng sendiri sambil tertawa
“Oh yaampun.. ya ayolah..” sahut Grace
“Sip.”
“Eh gue ikut!!” teriak Nitya
“Nit, eh woi, pada mau kemana?? Ikut gue!” teriak Shendy yang langsung men-standby laptop acernya.
@kantin
“Bang, somaynya atu!” seru Pia
“Satu lagi bang!” seru Nitya “Lu mau pesen apa, Grace?”
“Duh, belum tau nih.. penuh banget kantinnya, jadi ga bisa puas milih..” sahut Grace
“Bakso aja ya, sekalian gue yang pesenin?” tawar Shendy
“Ya udah boleh laa..” jawab Grace
Akhirnya pesenan bocah bocah dateng.. Mereka pun makan..
“Ah nggak mantep nih kalo ga pedes!” omel Grace
Nitya celingukan mencari nampan berisi kecap, sambel, saos, dan acar yang biasanya sudah tersedia di atas setiap meja.
“Wadhwuh, kamhwu carwhi dhiw mejhwa yhanwg lahwihn ajha” ujar Nitya sambil makan siomay panasnya dengan lahap.
“Ish, telen dulu tuh somay, baru ngomong! Nggak ngerti bahasa planet gue..” gerutu Grace, yang sempat kena semprot somaynya si Nitya
Nitya menelan siomaynya dengan susah payah. “Maaf deh hehe, maksud gue coba aja cari di meja lain, biasanya di tiap meja udah tersedia tuh kecap, sambel, acar, sama saosnya. Kehabisan kali kantin.”
“Oke..” Grace beranjak dari mejanya.
Setelah celingukan beberapa lama, mata Grace berbinar melihat nampan yang dimaksud Nitya tadi.
Langsung saja Grace menuju meja tersebut.
“Yess, akhirnya dapet sambel juga hohohoho” gumam Grace kecil
Setelah itu, ia bermaksud kembali ke mejanya.
Namun malang nasib Grace, kakinya tersandung oleh salah satu pengunjung yang memadati kantin, daaaaaan.. seperti yang kita duga.. dia jatuh (?)
Mangkok Grace yang berisi bakso puanasss, plus sambel dan embel embelnya terlempar dan mendarat passss di wajah… si Cowok sengak!
“Mampus gue!” gumam Grace lalu menutup wajahnya.
Grace lalu bangkit dan menepuk nepuk bagian depan jeansnya yang kotor akibat ia jatuh tersungkur.
“So…rry…” ujar Grace lirih, masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Ia tak berani memandang cowok sengak itu.
Setelah membersihkan wajahnya dari tumpahan bakso, cowok sengak itu memelototi Grace.
“Elo anak baru itu ya? Mau bikin perhitungan nih? Gue tunggu di warung bakso depan pulang kuliah. BERDUA AJA. Awas kalo sampe bawa temen. Termasuk salah satu dari cecurut cecurut lo itu!” Si cowok sengak kemudian menunjuk ke arah Nitya, Shendy, dan Pia.
Grace mengangguk takut. Setelah itu, si cowok sengak pun berlalu, dan Grace kembali ke tempat duduknya.
“Lo..lo gapapa kan gel??” tanya Nitya dengan wajah pucat pasi.
Grace mengulum senyum yang dipaksakan, lalu menggeleng geleng lemah. Wajah putihnya jadi mengerikan karena terlalu pucat, sekaligus shocked.
“Emang sialan tuh orang, bawaannya cari masalah mulu!” omel Shendy sambil mengaduk es tehnya.
“Daridulu emang gitu kan? Anak broken sih, udah gitu katanya jarang pulang ke rumah. jadi pergaulannya sembarangan ckckc” ujar Pia geleng geleng kepala.
“B..Broken??” tanya Grace
Pia mengangguk.
***
--Pulang kampus
Grace mendekap tasnya erat erat.
“Yaoloh moga-moga gue ga diapa-apain. Keep me save, God. Amin.”
Kemudian, Grace cepat-cepat menyeberang ke tempat janjiannya dengan si cowok tengil, takut terlambat. Telat 1 menit aja mungkin bakalan didamprat!
@warbak a.k.a warung bakso…
Grace melongok masuk ke dalam tenda. Dilihatnya sudah ada cowok tengil disitu, sedang menikmati baksonya.
“Sorry telat” Grace duduk dengan malas.
Tak ada jawaban.
Grace menghela nafas panjang, “To the point aja deh, mau lo apa sebenernya?”
Cowok tengil itu mendongak, melihat Grace dengan tatapan sangar, membuat Grace agak ngeri. Setelah itu si cowok tengil menyeka mulutnya yang penuh kuah.
“Gue mau lo jadi asisten gue.” ujar cowok itu singkat.
“WHAT????????” teriak Grace kaget dan tak sadar ia menggebrak meja
“Ga pake brisik!” balas cowok tengil itu yang terlihat kesal gara-gara ulah Grace. “Udah trima aja, lagian kerjanya gampang kok, palingan ngerjain tugas2 gue, trus bawain barang barang gue, pokoknya ngekor gue lah.” ujar cowok itu lagi, santai.
Grace melongo. “Gue gamau!!!!! Enak aja lo ngomong!!!!”
Cowok itu melotot. “Sebenernya mau dimaafin ga sih lo? Ini kan dalam rangka permintaan maaf lo juga, buat insiden bakso tadi.” gerutu cowok itu.
Grace terdiam. Dalam hati ia mengaku salah, sih.
“Sebelum kita kerjasama, kenalin dulu sama ‘majikan’ lo. Gue Ahsan. A H S A N.” cowok tengil yang ngakunya bernama Ahsan itu tersenyum licik.
Vita keluar dari sebuah kantor surat kabar dengan wajah berseri-seri. Ia memeluk map berisi lamaran kerjanya.
“Aaaah senennnng!!” Vita berteriak teriak sendiri di tengah jalan.
@rumah
“Kabar baik ya?” tanya papa nyengir saat melihat wajah wajah bahagia memenuhi rumah.
Vita hanya membalasnya dengan anggukan, butet dengan cengiran, dan Grace dengan senyuman khasnya.
Tapi tiba-tiba wajah Grace menjadi mendung.
“Loh, kamu kenapa? tadi senyum senyum, kok sekarang cemberut?”
“Ada cowo rese’ di kampus!” gerutu Grace, seketika ia teringat lagi pada si cowok jabrik dengan gayanya yang supersengak serta tatapan sinis tadi siang.
“Laaah, masuk masuk kok udah disengakin? Kamunya kali yang nantang….” sahut mama
Butet yang sedang bermain psp langsung menoleh “HAJAR AJA GEL!!!!” teriaknya asal
“Ish, ngasih solusi kok gak bener” Vita menjitak kepala si adik.
“Nantang?? Orang Grace cuman lewat doang eh malah dilirikin ma cowok sengak itu”sergah Grace, nggak terima dengan tuduhan mamanya
“Mm.. mungkin naksir sama elu kali Grace.. makanya tuh cowok caper..” seru Vita
“Ini tambah gak ngasih solusi!” Butet menjitak kepala kakaknya, yang langsung dibalas oleh pelototan Vita. “Kan.. IMPAS..” elak Butet
Grace tertawa kecil melihat kedua kakaknya. “Udah lah gak usah dibahas lagi cowok monyet satu itu..”
“Mendingan kita makan..” ajak papa, yang tiba tiba hadir di ruang keluarga
Grace, Vita, Butet serentak menoleh. Terlihat sosok papa dalam balutan celemek dan topi ala koki.
“Ayam panggang..” tawar Papa sambil mengedipkan mata
“Papa masak nggak ngajak ngajak deh…” Vita memanyunkan bibirnya
“Maaf ya anak anak.. ntar kalo kalian ikut, yang ada kita nggak jadi makan, dapurnya malah hancur..” ujar papa watados
Grace, Butet dan Vita tersipu malu. Mereka bertiga sama sama ga bisa masak sih..
“yaudah ayo makan, ntar malah mama yang abisin loh” seru mama lalu ngacirr ke dapur meninggalkan yang lainnya
“Aaaaaaaaa SIKAAAAT!!!” komando Butet, yang langsung lari ke dapur, diikuti oleh ketiga rekannya.
***
Paginya….
Grace berangkat ke kampusnya, sementara Butet dan Vita kembali bekerja.
“Kita duluan ya Gel, kalo cowok reseh yang kemaren ganggu lo lagi timpuk aja!” ujar Butet
“Iya iya hihi” Grace tertawa kecil.
Butet dan Vita pun berangkat. Grace juga. Sebelum berangkat ia tak lupa berdoa semoga hari ini menyenangkan.
***
@kampus
Grace menghela napas lega bisa sampai di kelas tanpa gangguan pagi ini. Jujur doi males banget ketemu 2 cowok monyet yang kemarin.
“Pagiii Grace” sapa Nitya
Grace hanya tersenyum kecil. Tadinya dia mau nyamperin Nitya di bangkunya, tapi ada temen temennya Nitya, Grace merasa nggak enak.
Maka iapun memutuskan untuk duduk di bangkunya sendiri sambil mendengarkan lagu.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahunya pelan.
Grace menoleh.
“Grace, aku mau kenalan sama kamu ya? Kemarin aku mau ngomong tapiiiii belum jadi..” sapa seorang gadis ber-kucir kuda. “Aku Pia..”
Grace melepas ear-phonenya, lalu tersenyum. “Boleh lah… Nama aku Grace, udah tau kan ya? hehe. Salam kenal Pia..”
“Aku juga dong.. Hai, Grace.” kali ini Grace disapa oleh gadis berambut cepak berperawakan tinggi. Gayanya sangat tomboy. Mirip.. sama kak Yana, batin Grace.
“Helloooo?” gadis itu bertanya, membuyarkan lamunan Grace.
“Eh sorry. Gue Grace.” jawab Grace, langsung tersenyum.
“Iya gue tau neng. Kemaren pan udah perkenalan di depan.”
Grace nyengir lebar.
“Kenalin gue Shendy” Shendy mengulurkan tangannya, dan disambut oleh Grace.
“Hai Shend..Sorry ya, gue emang agak lo-la” ujar Grace malu-malu
“Haha iya, santai..”
*BREAK TIME*
“Grace, ngantin yok!” ajak Pia sambil membereskan bukunya.
“Apaan ngantin?” tanya Grace
“Duh, ke kantin maksud gue…” Pia geleng geleng sendiri sambil tertawa
“Oh yaampun.. ya ayolah..” sahut Grace
“Sip.”
“Eh gue ikut!!” teriak Nitya
“Nit, eh woi, pada mau kemana?? Ikut gue!” teriak Shendy yang langsung men-standby laptop acernya.
@kantin
“Bang, somaynya atu!” seru Pia
“Satu lagi bang!” seru Nitya “Lu mau pesen apa, Grace?”
“Duh, belum tau nih.. penuh banget kantinnya, jadi ga bisa puas milih..” sahut Grace
“Bakso aja ya, sekalian gue yang pesenin?” tawar Shendy
“Ya udah boleh laa..” jawab Grace
Akhirnya pesenan bocah bocah dateng.. Mereka pun makan..
“Ah nggak mantep nih kalo ga pedes!” omel Grace
Nitya celingukan mencari nampan berisi kecap, sambel, saos, dan acar yang biasanya sudah tersedia di atas setiap meja.
“Wadhwuh, kamhwu carwhi dhiw mejhwa yhanwg lahwihn ajha” ujar Nitya sambil makan siomay panasnya dengan lahap.
“Ish, telen dulu tuh somay, baru ngomong! Nggak ngerti bahasa planet gue..” gerutu Grace, yang sempat kena semprot somaynya si Nitya
Nitya menelan siomaynya dengan susah payah. “Maaf deh hehe, maksud gue coba aja cari di meja lain, biasanya di tiap meja udah tersedia tuh kecap, sambel, acar, sama saosnya. Kehabisan kali kantin.”
“Oke..” Grace beranjak dari mejanya.
Setelah celingukan beberapa lama, mata Grace berbinar melihat nampan yang dimaksud Nitya tadi.
Langsung saja Grace menuju meja tersebut.
“Yess, akhirnya dapet sambel juga hohohoho” gumam Grace kecil
Setelah itu, ia bermaksud kembali ke mejanya.
Namun malang nasib Grace, kakinya tersandung oleh salah satu pengunjung yang memadati kantin, daaaaaan.. seperti yang kita duga.. dia jatuh (?)
Mangkok Grace yang berisi bakso puanasss, plus sambel dan embel embelnya terlempar dan mendarat passss di wajah… si Cowok sengak!
“Mampus gue!” gumam Grace lalu menutup wajahnya.
Grace lalu bangkit dan menepuk nepuk bagian depan jeansnya yang kotor akibat ia jatuh tersungkur.
“So…rry…” ujar Grace lirih, masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Ia tak berani memandang cowok sengak itu.
Setelah membersihkan wajahnya dari tumpahan bakso, cowok sengak itu memelototi Grace.
“Elo anak baru itu ya? Mau bikin perhitungan nih? Gue tunggu di warung bakso depan pulang kuliah. BERDUA AJA. Awas kalo sampe bawa temen. Termasuk salah satu dari cecurut cecurut lo itu!” Si cowok sengak kemudian menunjuk ke arah Nitya, Shendy, dan Pia.
Grace mengangguk takut. Setelah itu, si cowok sengak pun berlalu, dan Grace kembali ke tempat duduknya.
“Lo..lo gapapa kan gel??” tanya Nitya dengan wajah pucat pasi.
Grace mengulum senyum yang dipaksakan, lalu menggeleng geleng lemah. Wajah putihnya jadi mengerikan karena terlalu pucat, sekaligus shocked.
“Emang sialan tuh orang, bawaannya cari masalah mulu!” omel Shendy sambil mengaduk es tehnya.
“Daridulu emang gitu kan? Anak broken sih, udah gitu katanya jarang pulang ke rumah. jadi pergaulannya sembarangan ckckc” ujar Pia geleng geleng kepala.
“B..Broken??” tanya Grace
Pia mengangguk.
***
--Pulang kampus
Grace mendekap tasnya erat erat.
“Yaoloh moga-moga gue ga diapa-apain. Keep me save, God. Amin.”
Kemudian, Grace cepat-cepat menyeberang ke tempat janjiannya dengan si cowok tengil, takut terlambat. Telat 1 menit aja mungkin bakalan didamprat!
@warbak a.k.a warung bakso…
Grace melongok masuk ke dalam tenda. Dilihatnya sudah ada cowok tengil disitu, sedang menikmati baksonya.
“Sorry telat” Grace duduk dengan malas.
Tak ada jawaban.
Grace menghela nafas panjang, “To the point aja deh, mau lo apa sebenernya?”
Cowok tengil itu mendongak, melihat Grace dengan tatapan sangar, membuat Grace agak ngeri. Setelah itu si cowok tengil menyeka mulutnya yang penuh kuah.
“Gue mau lo jadi asisten gue.” ujar cowok itu singkat.
“WHAT????????” teriak Grace kaget dan tak sadar ia menggebrak meja
“Ga pake brisik!” balas cowok tengil itu yang terlihat kesal gara-gara ulah Grace. “Udah trima aja, lagian kerjanya gampang kok, palingan ngerjain tugas2 gue, trus bawain barang barang gue, pokoknya ngekor gue lah.” ujar cowok itu lagi, santai.
Grace melongo. “Gue gamau!!!!! Enak aja lo ngomong!!!!”
Cowok itu melotot. “Sebenernya mau dimaafin ga sih lo? Ini kan dalam rangka permintaan maaf lo juga, buat insiden bakso tadi.” gerutu cowok itu.
Grace terdiam. Dalam hati ia mengaku salah, sih.
“Sebelum kita kerjasama, kenalin dulu sama ‘majikan’ lo. Gue Ahsan. A H S A N.” cowok tengil yang ngakunya bernama Ahsan itu tersenyum licik.
Label:
cerbung :)
Full-Surprise-Life Part 4
Pagi ini… 3 bersaudara cantik berangkat menuju ‘rumah’ sekaligus ‘tempat’ baru mereka. Masing masing telah siap dengan koper, penuh berisi barang barang.
“Sedih deh ninggalin kota ini..” ujar Butet lesu.
“Me, too” sahut Vita
“Udah udah, kakak kakakku tersayang, jangan pada sedih..kan udah janji? udah nandatangani kontrak.” canda Grace, disambut tawa kedua kakaknya.
“Iya deh, aku juga harus semangat, di tempat baru aku pengen cepet cepet cari kerja!” seru Butet, kali ini penuh semangat
“Siplaa, aku juga!” seru Vita tak kalah semangat.
“Ish, kak Vita ikut-ikutan mulu lo! Ga kreatip!” seru Butet gemas, kemudian mencubit kedua pipi Vita sampai merah.
“Buteeeet nggak pake nyubiiit,..!” teriak Vita heboh, kemudian mengejar Butet.
Greys hanya tertawa kecil sambil geleng geleng kepala melihat kelakuan kedua kakaknya.
***
@tempatbaru, rumahbaru (hehehe)
“Welcome to our new house!!!!” teriak Papa girang.
Butet menggeleng geleng takjub.
Vita berceloteh riang
Dan Greys, meloncat loncat kesenangan!
“Keren bangeeet pa! Guedeee mantaaap!” seru Butet
“Eits.. liat dulu dalemnya…! Masih banyak yang perlu dikomentari..” ujar papa misterius sambil mengedipkan mata, membuat putri putrinya berteriak penasaran
***
Cklek. Papa membuka pintu depan rumah baru.
“Wuaaaaah” teriak Butet, Vita, dan Grace berbarengan
Ruang tamu mereka bernuansa silver yang elegan. Ditambah dengan sofa panjang dan meja kaca. Benar bener simple, but cute.
“Nih ruang keluarga kita, papa udah siapin TV layar lebar 29 Inch untuk kita nonton bareng, plus sebuah hometheatre” ujar papa
“Aaaaaaa!!!!” teriak Vita senang. Ia kan memang movieaddicted, makanya dia juga yang paling seneng atas tersedianya ‘fasilitas penunjang’ untuk hobinya.
@dapur
“Kita punya.. kompor, dan semuanya lah yang kita bawa dari rumah lama, paling enggak masih bisa dipake kan? biar nggak usah beli lagi, jadi hemat biaya gitu..” papa cengengesan. Akhir akhir ini papa memang sering banget ngomongin soal “PENGIRITAN”. Entah kesambet apa deh itu.
“yayaya terus? ada yang special lagi nggak?” tanya Butet
“Selalu, sayang…liat tuh yang ada di pojokan meja.”
Semuanya langsung menoleh ke arah pojokan meja. Di sana sudah tertata rapi, dua buah mesin— coffeemaker dan chocolatefondue
“Oh-My-God.” desah Vita
kali ini ia juga yang senang, coffemaker kan pembuat kopi, itu berarti dia bisa bikin kopi sendiri, yang super lezat, setiap hari, tanpa harus repot! asiiiiiik.
Di luar ada kolam renang, papan catur super gede, dan sebuah kebun yang luas. tentu saja untuk mendukung hobi papa dan mama, BERKEBUN.
“Sekarang let see your own room!” ujar papa senang.
Buset, gayanya benar-benar mirip tour guide
Selama ‘trip the house’ ini, Butet, Vita, dan Grace sibuk ber-ooh, waaaw, dan wooow. Rumah baru mereka benar-benar menakjubkan! Lihat saja kamar mereka masing masing ini ..
@Vita’s room
Kamar ini bisa dibilang ‘Vita banget’. Mulai dari karpet, dinding, kasur plus seprei - sepreinya, sampe keset pun warnanya kesukaan Vita! Ditambah lagi, di meja sudah ada gadget baru yang mendukung pekerjaan Vita sebagai seorang wartawan, Laptop, dan kamera Lomo baru! Jantung Vita berdebar debar nggak karuan memegang dua benda itu. Ralat—Lomo barunya.
Di kamar itu juga telah tersedia satu buah tv 29 inch, plus home theatre yang sama persis dengan tv dan home theatre di ruang keluarga.
Vita tak berhenti berceloteh kesenangan. “Rasanya gue bakal betah disini” ujarnya cengengesan.
@Butet’s room
Kamar ini juga Butet banget.
Warna semua perabot, termasuk dinding senada dengan warna kesukaannya. Kayaknya yang bakal bikin doi betah nggak keluar keluar kamar adalah sebuah Laptop baru penuh dengan mainan, sebuah psp baru, dan sebuaah PS 3!
“This is real world of game” celetuk Grace, mengerutkan keningnya.
“Noo, this is world of ME.” ujar Butet mantap. Seharian ini dia nggak berhenti nyengir, loh.
@Grace’s room
Kamar ini terlalu cute, kalo kata Vita dan Butet. Banyak boneka kesayangan Grace, yang diangkut dari rumah lama, ada Pupu, Dolly, Chika, dsb bertebaran dimana mana.
Terus ada sebuah laptop baru, dan.. ada gitar baru!!! Grace senang sekali melihat itu. Grace dan Gitarnya kan udah kayak soulmate. Grace sedih banget sampe nangis banjir gara gara gitarnya rusak waktu itu. So, she really really happy, mendapat gitar baru yang sepertinya bakalan setia menemani dia di dalam kamar, berjam jam tiap hari :)
“Aku betah selama ada gitar” ujar Grace polos, langsung disambut gelengan kepala dari kedua kakak kakaknya.
Yang jelas, hari ini, tiga anak manusia telah menyadari, ‘move on isn’t always scary’. Pindah rumah nggak buruk buruk amat kan??
***
Hari ini Grace mulai pergi ke kampus barunya. Sementara kedua kakaknya mencari pekerjaan. Vita mencari pekerjaan yang sama seperti dulu—wartawan, dan Butet masih dalam pencarian pekerjaan.
“Good Luck ya anak anak!” teriak mama dan papa mengiringi anak-anaknya pergi
***
Deg..deg deg… jantung Grace berdegup kencang. Berbagai pikiran memenuhi benaknya. Jangan jangan disini berlaku bullying.. gimana kalo ntar digencet kakak kelas.. gimana kalo ntar temen temen barunya sinis, ga suka sama gue, terus nggak mau temenan sama gue :( memikirkan berbagai macam kemungkinan negatif itu badan Grace jadi panas dingin..
Ia melangkah masuk ke gedung universitasnya yang baru.
“Pssst.. san! Kayaknya ada cewek baru tuh!” bisik seorang cowok, sambil menyikut seorang cowok lagi.
“Biarin aja lah.. apa urusan gue!” sahut cowok yang disikut tadi santai sambil melirik sinis pada Grace. Sialan! Sengak banget tuh orang! batin Grace.
Grace tak mempedulikan 2 cowok bodoh tadi. Ia terus melanjutkan perjalanannya menuju ruang kelas.
“Ehm..kelas..A kelas B.. ngomong ngomong kelas gue dimana ya?? Duh.. lupak!” Grace menepuk jidatnya sendiri
“Kamu.. Greysia Polii?” seseorang menepuk pundak Grace
Sontak Grace menoleh. Di depannya terlihat sosok gadis cantik berambut panjang. Pipi gadis itu gembil seperti dirinya, hanya saja kulit gadis itu lebih kuning kecoklatan.
“Iyaa..” Grace tersenyum. “Kamu siapa? Anak baru juga?”
“Oh enggak, gw bukan anak baru. Setau gue sih, cuma elu doang anak barunya ehe. Oya, nama gue Nitya,” gadis itu menyodorkan tangannya sambil tersenyum kepada Grace
Grace tersenyum lagi dan menjabat tangan gadis bernama Nitya itu.
“Ehm.. Nitya.. bisa kamu tunjukin kelasku nggak? Daritadi aku bingung nyarinya nih ehe.. Maap ngerepotin loh..” pinta Grace malu malu.
“Ya Ampun! daritadi gue tuh mau nunjukin kelas lu! Malah keasikan ngobrol.. ehehe.. yaudah ayuk ikut!” Nitya menarik tangan Grace.
“Nih, kelas lu. Sama kayak gue, kita sekelas.” jelas Nitya sambil tersenyum, ketika kami sampai di kelasku, KELAS C.
“Wah.. asik nih hehehe.. makasih yaa.. ngomong ngomong kok lu bisa tau gue sih?” tanya Grace
“Kemaren dosen udah kasi tau gue. Katanya mau ada mahasiswa baru di kelas. Nah, namanya tuh Greysia Polii. Trus gue suru dateng pagi buat nyariin lo, sama ngasi tau pernak pernik kampus ini.. waktu liat lo celingak celinguk kebingungan, ya udah gue kira lo pasti Greysia Polii!” cerita Nitya panjang lebar, setelah itu merangkul Grace.
Grace tertawa kecil. “Untung aja ketemu ya? Kalo enggak aku pasti bakal jadi anak ilang.”
Nitya ikutan tertawa.
“Ngomong ngomong.. kayaknya kamu anak kesayangan dosen ya? Dari nadanya kamu udah biasa disuruh suruh sih. Peaceee Nityaaa”
Nitya memanyunkan bibirnya. “Iya, saking seringnya disuruhgue udah kayak pembokatnya, suruh bawain ini lah, bawain itu lah. ckckckc” gadis itu melengos.
Grace tertawa lagi. Sepertinya bakalan cocok temenan ma Nitya, deh! Batinnya.
***
Butet… @cafetempatkerja
“Betul pak saya boleh kerja disini??” tanya Butet tak percaya
“Iyalah. Nggak usah pake tes. Saya memang lagi kekurangan pekerja kok,” ujar pemilik café itu.
“Horeeeee!!!” Butet senang sekali, saking senangnya ia lupa, dan menggebrak meja.
BRAKK
Pemilik café itu menutup wajahnya, kaget.
Butet langsung salting. “Aduh pak, maaf, saking senengnya nih, saya nglamar kerjaan 1 kali langsung dapet hehehe” Butet menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Sekali lagi maap ya Pak..”
Pemilik café mengangguk angguk. “Asal nggak bikin onar ya, berabe kalo yang kamu pukul tadi piring..” ujarnya sambil cengengesan.
Butet tersenyum malu. “Hehe enggak lagi kok Pak.”
“Yaudah, hari ini kamu bisa langsung kerja ya.” ujar Pemilik cafe sambil tersenyum.
“Seragamnya??” tanya Butet polos.
“Oiya, nanti saya titipkan sama Maria ya.” sahut Pemilik café
“Siap lah pak.. terimakasih sebelumnya. Makasiiih banget!” Butet membungkukkan badannya, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan si Pemilik Cafe
Pemilik café hanya geleng geleng sendiri sambil tertawa kecil melihat tingkah Butet a.k.a Yana yang super unik.
***
Begitu keluar dari ruangan bosnya.. ia langsung celingukan mencari perempuan bernama Maria yang dimaksud si Bos tadi..
“Hai! Anak baru ya?” sapa seorang gadis cantik berambut panjang sambil menepuk pundak Butet pelan.
“Eh,, iya hehe.. Emh.. sorry, kamu Maria bukan?” tanya Butet ragu-ragu
“Sorry, kamu salah orang. Aku Mario.” jawab Maria santai
Butet melongo lamaaa bangeet.
Nggak tahan liat wajah Butet yang melas banget, Maria ketawa abis-abisan.
Butet semakin heran.
“Aduh aduh, bisa ngakak ga berenti berenti nih kalo sama kamu, ckckc. Maaf ya Liliyana, aku emang Maria kok.” Maria memegangi perutnya yang mulai muless gara gara ketawanya berlebihan.
Merasa dirinya telah dikibulin, Butet justru tertawa kecil.
“Sekali lagi maapin aku ya. Anak baru malah aku kerjain.. ehehe…. Kamu Yana kan??”
“Iya.” jawab Butet singkat.
“Yaudah, nih seragam kerjamu, Pak Hendra yang nitipin.”
“Makasih.” Butet menerima seragam kerja yang diserahkan Maria. “Eh, tadi kamu bilang.. Pak Hendra??”
“Iya. Pak Hendra yang ngajak ngomong kamu di ruangan tadi..” ujar Maria
Oh, jadi namanya Hendra, batin Butet.
“Kenapa?? Kok diem? Hayooo kamu naksir ya???” goda Maria sambil mencubit lengan Butet
“Nggak papa lagi kalo naksir.. Emang Pak Hendra ganteng kok..
mirip sama idolaku, pemain bulutangkis, namanya juga Hendra, tapi.. Hendra Setiawan!” cerita Maria berapi-api.
Wajah Butet kontan memerah. “Enggak lah.. Mana mungkin aku naksir atasan. Udah yu’ ah mulai kerja. Ntar diomelin lagi.”
Maria hanya tertawa kecil melihat Butet yang berusaha mengalihkan pembicaraan.
Dua gadis itu langsung beranjak ke dapur, dan memulai pekerjaan sebagai waiter.
“Sedih deh ninggalin kota ini..” ujar Butet lesu.
“Me, too” sahut Vita
“Udah udah, kakak kakakku tersayang, jangan pada sedih..kan udah janji? udah nandatangani kontrak.” canda Grace, disambut tawa kedua kakaknya.
“Iya deh, aku juga harus semangat, di tempat baru aku pengen cepet cepet cari kerja!” seru Butet, kali ini penuh semangat
“Siplaa, aku juga!” seru Vita tak kalah semangat.
“Ish, kak Vita ikut-ikutan mulu lo! Ga kreatip!” seru Butet gemas, kemudian mencubit kedua pipi Vita sampai merah.
“Buteeeet nggak pake nyubiiit,..!” teriak Vita heboh, kemudian mengejar Butet.
Greys hanya tertawa kecil sambil geleng geleng kepala melihat kelakuan kedua kakaknya.
***
@tempatbaru, rumahbaru (hehehe)
“Welcome to our new house!!!!” teriak Papa girang.
Butet menggeleng geleng takjub.
Vita berceloteh riang
Dan Greys, meloncat loncat kesenangan!
“Keren bangeeet pa! Guedeee mantaaap!” seru Butet
“Eits.. liat dulu dalemnya…! Masih banyak yang perlu dikomentari..” ujar papa misterius sambil mengedipkan mata, membuat putri putrinya berteriak penasaran
***
Cklek. Papa membuka pintu depan rumah baru.
“Wuaaaaah” teriak Butet, Vita, dan Grace berbarengan
Ruang tamu mereka bernuansa silver yang elegan. Ditambah dengan sofa panjang dan meja kaca. Benar bener simple, but cute.
“Nih ruang keluarga kita, papa udah siapin TV layar lebar 29 Inch untuk kita nonton bareng, plus sebuah hometheatre” ujar papa
“Aaaaaaa!!!!” teriak Vita senang. Ia kan memang movieaddicted, makanya dia juga yang paling seneng atas tersedianya ‘fasilitas penunjang’ untuk hobinya.
@dapur
“Kita punya.. kompor, dan semuanya lah yang kita bawa dari rumah lama, paling enggak masih bisa dipake kan? biar nggak usah beli lagi, jadi hemat biaya gitu..” papa cengengesan. Akhir akhir ini papa memang sering banget ngomongin soal “PENGIRITAN”. Entah kesambet apa deh itu.
“yayaya terus? ada yang special lagi nggak?” tanya Butet
“Selalu, sayang…liat tuh yang ada di pojokan meja.”
Semuanya langsung menoleh ke arah pojokan meja. Di sana sudah tertata rapi, dua buah mesin— coffeemaker dan chocolatefondue
“Oh-My-God.” desah Vita
kali ini ia juga yang senang, coffemaker kan pembuat kopi, itu berarti dia bisa bikin kopi sendiri, yang super lezat, setiap hari, tanpa harus repot! asiiiiiik.
Di luar ada kolam renang, papan catur super gede, dan sebuah kebun yang luas. tentu saja untuk mendukung hobi papa dan mama, BERKEBUN.
“Sekarang let see your own room!” ujar papa senang.
Buset, gayanya benar-benar mirip tour guide
Selama ‘trip the house’ ini, Butet, Vita, dan Grace sibuk ber-ooh, waaaw, dan wooow. Rumah baru mereka benar-benar menakjubkan! Lihat saja kamar mereka masing masing ini ..
@Vita’s room
Kamar ini bisa dibilang ‘Vita banget’. Mulai dari karpet, dinding, kasur plus seprei - sepreinya, sampe keset pun warnanya kesukaan Vita! Ditambah lagi, di meja sudah ada gadget baru yang mendukung pekerjaan Vita sebagai seorang wartawan, Laptop, dan kamera Lomo baru! Jantung Vita berdebar debar nggak karuan memegang dua benda itu. Ralat—Lomo barunya.
Di kamar itu juga telah tersedia satu buah tv 29 inch, plus home theatre yang sama persis dengan tv dan home theatre di ruang keluarga.
Vita tak berhenti berceloteh kesenangan. “Rasanya gue bakal betah disini” ujarnya cengengesan.
@Butet’s room
Kamar ini juga Butet banget.
Warna semua perabot, termasuk dinding senada dengan warna kesukaannya. Kayaknya yang bakal bikin doi betah nggak keluar keluar kamar adalah sebuah Laptop baru penuh dengan mainan, sebuah psp baru, dan sebuaah PS 3!
“This is real world of game” celetuk Grace, mengerutkan keningnya.
“Noo, this is world of ME.” ujar Butet mantap. Seharian ini dia nggak berhenti nyengir, loh.
@Grace’s room
Kamar ini terlalu cute, kalo kata Vita dan Butet. Banyak boneka kesayangan Grace, yang diangkut dari rumah lama, ada Pupu, Dolly, Chika, dsb bertebaran dimana mana.
Terus ada sebuah laptop baru, dan.. ada gitar baru!!! Grace senang sekali melihat itu. Grace dan Gitarnya kan udah kayak soulmate. Grace sedih banget sampe nangis banjir gara gara gitarnya rusak waktu itu. So, she really really happy, mendapat gitar baru yang sepertinya bakalan setia menemani dia di dalam kamar, berjam jam tiap hari :)
“Aku betah selama ada gitar” ujar Grace polos, langsung disambut gelengan kepala dari kedua kakak kakaknya.
Yang jelas, hari ini, tiga anak manusia telah menyadari, ‘move on isn’t always scary’. Pindah rumah nggak buruk buruk amat kan??
***
Hari ini Grace mulai pergi ke kampus barunya. Sementara kedua kakaknya mencari pekerjaan. Vita mencari pekerjaan yang sama seperti dulu—wartawan, dan Butet masih dalam pencarian pekerjaan.
“Good Luck ya anak anak!” teriak mama dan papa mengiringi anak-anaknya pergi
***
Deg..deg deg… jantung Grace berdegup kencang. Berbagai pikiran memenuhi benaknya. Jangan jangan disini berlaku bullying.. gimana kalo ntar digencet kakak kelas.. gimana kalo ntar temen temen barunya sinis, ga suka sama gue, terus nggak mau temenan sama gue :( memikirkan berbagai macam kemungkinan negatif itu badan Grace jadi panas dingin..
Ia melangkah masuk ke gedung universitasnya yang baru.
“Pssst.. san! Kayaknya ada cewek baru tuh!” bisik seorang cowok, sambil menyikut seorang cowok lagi.
“Biarin aja lah.. apa urusan gue!” sahut cowok yang disikut tadi santai sambil melirik sinis pada Grace. Sialan! Sengak banget tuh orang! batin Grace.
Grace tak mempedulikan 2 cowok bodoh tadi. Ia terus melanjutkan perjalanannya menuju ruang kelas.
“Ehm..kelas..A kelas B.. ngomong ngomong kelas gue dimana ya?? Duh.. lupak!” Grace menepuk jidatnya sendiri
“Kamu.. Greysia Polii?” seseorang menepuk pundak Grace
Sontak Grace menoleh. Di depannya terlihat sosok gadis cantik berambut panjang. Pipi gadis itu gembil seperti dirinya, hanya saja kulit gadis itu lebih kuning kecoklatan.
“Iyaa..” Grace tersenyum. “Kamu siapa? Anak baru juga?”
“Oh enggak, gw bukan anak baru. Setau gue sih, cuma elu doang anak barunya ehe. Oya, nama gue Nitya,” gadis itu menyodorkan tangannya sambil tersenyum kepada Grace
Grace tersenyum lagi dan menjabat tangan gadis bernama Nitya itu.
“Ehm.. Nitya.. bisa kamu tunjukin kelasku nggak? Daritadi aku bingung nyarinya nih ehe.. Maap ngerepotin loh..” pinta Grace malu malu.
“Ya Ampun! daritadi gue tuh mau nunjukin kelas lu! Malah keasikan ngobrol.. ehehe.. yaudah ayuk ikut!” Nitya menarik tangan Grace.
“Nih, kelas lu. Sama kayak gue, kita sekelas.” jelas Nitya sambil tersenyum, ketika kami sampai di kelasku, KELAS C.
“Wah.. asik nih hehehe.. makasih yaa.. ngomong ngomong kok lu bisa tau gue sih?” tanya Grace
“Kemaren dosen udah kasi tau gue. Katanya mau ada mahasiswa baru di kelas. Nah, namanya tuh Greysia Polii. Trus gue suru dateng pagi buat nyariin lo, sama ngasi tau pernak pernik kampus ini.. waktu liat lo celingak celinguk kebingungan, ya udah gue kira lo pasti Greysia Polii!” cerita Nitya panjang lebar, setelah itu merangkul Grace.
Grace tertawa kecil. “Untung aja ketemu ya? Kalo enggak aku pasti bakal jadi anak ilang.”
Nitya ikutan tertawa.
“Ngomong ngomong.. kayaknya kamu anak kesayangan dosen ya? Dari nadanya kamu udah biasa disuruh suruh sih. Peaceee Nityaaa”
Nitya memanyunkan bibirnya. “Iya, saking seringnya disuruhgue udah kayak pembokatnya, suruh bawain ini lah, bawain itu lah. ckckckc” gadis itu melengos.
Grace tertawa lagi. Sepertinya bakalan cocok temenan ma Nitya, deh! Batinnya.
***
Butet… @cafetempatkerja
“Betul pak saya boleh kerja disini??” tanya Butet tak percaya
“Iyalah. Nggak usah pake tes. Saya memang lagi kekurangan pekerja kok,” ujar pemilik café itu.
“Horeeeee!!!” Butet senang sekali, saking senangnya ia lupa, dan menggebrak meja.
BRAKK
Pemilik café itu menutup wajahnya, kaget.
Butet langsung salting. “Aduh pak, maaf, saking senengnya nih, saya nglamar kerjaan 1 kali langsung dapet hehehe” Butet menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Sekali lagi maap ya Pak..”
Pemilik café mengangguk angguk. “Asal nggak bikin onar ya, berabe kalo yang kamu pukul tadi piring..” ujarnya sambil cengengesan.
Butet tersenyum malu. “Hehe enggak lagi kok Pak.”
“Yaudah, hari ini kamu bisa langsung kerja ya.” ujar Pemilik cafe sambil tersenyum.
“Seragamnya??” tanya Butet polos.
“Oiya, nanti saya titipkan sama Maria ya.” sahut Pemilik café
“Siap lah pak.. terimakasih sebelumnya. Makasiiih banget!” Butet membungkukkan badannya, sebelum akhirnya meninggalkan ruangan si Pemilik Cafe
Pemilik café hanya geleng geleng sendiri sambil tertawa kecil melihat tingkah Butet a.k.a Yana yang super unik.
***
Begitu keluar dari ruangan bosnya.. ia langsung celingukan mencari perempuan bernama Maria yang dimaksud si Bos tadi..
“Hai! Anak baru ya?” sapa seorang gadis cantik berambut panjang sambil menepuk pundak Butet pelan.
“Eh,, iya hehe.. Emh.. sorry, kamu Maria bukan?” tanya Butet ragu-ragu
“Sorry, kamu salah orang. Aku Mario.” jawab Maria santai
Butet melongo lamaaa bangeet.
Nggak tahan liat wajah Butet yang melas banget, Maria ketawa abis-abisan.
Butet semakin heran.
“Aduh aduh, bisa ngakak ga berenti berenti nih kalo sama kamu, ckckc. Maaf ya Liliyana, aku emang Maria kok.” Maria memegangi perutnya yang mulai muless gara gara ketawanya berlebihan.
Merasa dirinya telah dikibulin, Butet justru tertawa kecil.
“Sekali lagi maapin aku ya. Anak baru malah aku kerjain.. ehehe…. Kamu Yana kan??”
“Iya.” jawab Butet singkat.
“Yaudah, nih seragam kerjamu, Pak Hendra yang nitipin.”
“Makasih.” Butet menerima seragam kerja yang diserahkan Maria. “Eh, tadi kamu bilang.. Pak Hendra??”
“Iya. Pak Hendra yang ngajak ngomong kamu di ruangan tadi..” ujar Maria
Oh, jadi namanya Hendra, batin Butet.
“Kenapa?? Kok diem? Hayooo kamu naksir ya???” goda Maria sambil mencubit lengan Butet
“Nggak papa lagi kalo naksir.. Emang Pak Hendra ganteng kok..
mirip sama idolaku, pemain bulutangkis, namanya juga Hendra, tapi.. Hendra Setiawan!” cerita Maria berapi-api.
Wajah Butet kontan memerah. “Enggak lah.. Mana mungkin aku naksir atasan. Udah yu’ ah mulai kerja. Ntar diomelin lagi.”
Maria hanya tertawa kecil melihat Butet yang berusaha mengalihkan pembicaraan.
Dua gadis itu langsung beranjak ke dapur, dan memulai pekerjaan sebagai waiter.
Label:
cerbung :)
Full-Surprise-Life Part 3
Pulang dari kampus, Gel langsung duduk di sofa. Televisi disetelnya tapi dibiarkan mengoceh sendiri, sementara pikirannya kembali tertuju ke pertemuan-terakhir-super-mellow dengan teman temannya tadi sore.
“Hayooo ngelamun! Kesambet baru tau rasa lo!”
Grace kaget dan menoleh ke asal suara itu. Terlihat Vita sedang terkikik geli sambil menuang sirup ke dalam gelas.
“Jangan jangan mikirin ‘pangeran plester’ lo lagi!” tebak Vita, cengengesan ga jelas lalu duduk di samping Grace.
“Ish pangeran plester??!” Grace ingin terlihat kesal karena diledek, namun yang terlihat malah wajah meronanya.
“Bener kaaaan, apa gue bilang! Udah deeh, lo ngimpiin dia sampe lumutan juga ga bakal kesampean Gel! Orang namanya aja lu kaga tau!” ujar Vita sambil mengganti channel TV.
Graysia menimpuk kakaknya dengan kesal, setelah itu wajahnya berubah cemberut. Memang benar kalo dia tidak mengetahui apapun tentang Pangeran Plesternya itu. Pangeran Plester, seorang cowok yang telah memberinya plester. Masalah sepele, sih memang. Namun entah kenapa, Gel malah tidak bisa melupakan cowok itu. Semuanya dimulai waktu festival olahraga di SD…
-FESTIVAL OLAHRAGA SD, 15 Januari 1993-
“Para peserta lari estafet kelas 4, ayo berkumpul Sekarang giliran kalian,” teriak bu guru di ambang pintu.
DEG. Aku merasa mulas seketika. Aku sadar diri tidak bisa berlari kencang. Bagaimana nanti kalau aku tertinggal, dan akhirnya kalah? Aku takut kalah, karena itu berarti aku akan mempermalukan seisi kelas. Berbagai pikiran jelek menjejali otakku. Aku sama sekali tidak bisa berpikiran dengan jernih.
“Greysia, ngapain kamu masih di situ sayang? Ayo kita pergi keluar. teman temanmu sudah menunggu.” aja Bu Guru lalu menggandeng tanganku. Aku hanya menurut.
@Lapangan
Wah, lapangan benar-benar penuh oleh peserta festival. Tahun ini luar biasa ramainya, 2 kali lipat dari tahun tahun sebelumnya.
Aduh, perutku semakin mulas, dadaku semakin sesak.. aku ingin menangis… Ya Tuhan. tolong beri aku kekuatan supaya bisa mengikuti lomba ini dengan baik.. Amin.
“Bersedia… Siap…? Mulaai!!” Pak Guru meniup peluitnya, tanda perlombaan dimulai.
Entah aku harus bersyukur atau menggerutu karena menjadi peserta terakhir dari kelasku. Memang kalau terakhir itu artinya kita bisa mempersiapkan diri lebih lama dari yang lain. Tapi…. menjadi peserta terakhir dalam estafet, itu juga artinya kita yang menjadi penentu kemenangan. Penentu kemenangan kelompok kita. Huh!
Aku kembali melihat ke barisan depanku. Oh My God! Sita, Diana, Bunga, Aldi, Rio, sudah sampai di finish! Sekarang Tere yang sedang berlari, berarti habis ini giliran yang terakhir, giliranku!
Deg deg deg deg deg detak jantungku terasa makin cepat..
Kulihat Tere telah sampai, ia sudah siap, maka aku pun mulai berlari, secepat yang aku bisa..
“Ayo Grace, Ayo Grace! Kamu pasti bisa!” cheers Diana Sita dan Bunga menyemangatiku
Aku hanya tersenyum tipis.. masih berlari.. God, aku posisi terakhir! Nafasku mulai tersengal-sengal.. Please, kuatkan aku Ya Tuhan…
Aku memacu lariku. Dan, hei! Lajuku semakin cepat! Entah dapat kekuatan darimana. Aku melesat meninggalkan 5 peserta lainnya, jauh di belakang..
Ketika hampir mencapai Tere, aku terjatuh, dan lututku berdarah! Astaga.. kenapa begini?? Seperti dugaanku, semua peserta satu per satu melaju melewatiku.. Ah, aku kalah, sudah pasti, umpatku dalam hati.
Saat itulah.. hal yang tidak diduga-duga oleh orang lain—apalagi aku, terjadi. Seorang cowok, salah satu peserta lari estafet itu, menolongku! Padahal tadi dia, jauh—jauh sekali! Hampir mencapai finish! Namun apa? Dia malah berbalik ke arahku, dan menolongku! Oh My God!
Cowok jabrik itu menarik tanganku. “Kamu.. nggak papa, Greysia?”. God, dia tau namaku pula. Am i dream? tanyaku dalam hati, kemudian mencubit pipiku untuk memastikan sendiri jawaban pertanyaan tadi. Yeah, i am not. This is REAL.
“Oi?” cowok itu melambai lambaikan tangannya di depan wajahku.
“Hei, kita ketinggalan tuh!” ujarku panik melihat para peserta yang lain telah meninggalkan kami, jauh di depan sana, gara gara ‘insiden kecil’ ini.
“Ayo!” sekarang giliranku yang menggandeng tangannya.
Kami pun berlari. Sekuat tenaga. Tenagaku juga kembali pulih. Dan aku berlari kencang lagi.
“Greysia ayo Greys!! 4A cayooooo!” Bunga, Diana, dan Sita yang sempat terpana melihat insiden tadi (yeah, bahkan aku juga lo) kini memberikan cheers lagi, itu rasanya… menjadi suntikan tenaga buatku.
Aku melesat lagi, meninggalkan para pelari lain yang mulai kelelahan dan kehabisan tenaga. bahkan ada yang berjongkok di lapangan, sepertinya sih, ia sudah menyerah.
Tapi aku nggak akan nyerah, ini kesempatan buat nunjukin ke temen temen kalo aku juga bisa.. LARI,,, hehehe
Aku takjub, semakin dekat diriku dengan Tere, aku menyerahkan tongkat estafetku, kemudian Tere berlari, menyerahkan tongkat kepada Rio, Rio kepada Aldi, Bunga, Diana, dan terakhir, Sita… Anak itu memang bakat atletik, terutama lari. Dia suka berlatih sejak balita, katanya. Makanya aku nggak heran kalo larinya kuenceng.
Sita semakin dekat…dan.. PTASHHH… Pita bertuliskan FINISH itu pun terputus! Aku dan Kelompokku menang! Thanks God! Aku berjingkrak jingkrak kegirangan sampai akhirnya menyadari bahwa cowok yang menolongku tadi nggak aku liat tadi. Aku harus ngucapin terima kasih nih, aku jadi nggak ngerasain sakit akibat luka lecet yang parah banget pada kakiku gara gara aku jadi sibuk mikirin dia! Upss, ngomong apa aku barusan??
---Selepas Festival olahraga tadi usai dan kelompokku menerima hadiah, aku pergi ke tempat nomer 1 yang pasti dituju anak-anak waktu kecapean, keroncongan, plus kehausan. yap, tau kan? Bingo! KANTIN!
@Kantin
Aku menemani teman teman dekatku makan dengan gelisah. Daritadi bahkan aku nggak makan, hanya mengaduk aduk es tehku saja.
“Nyariin siapa sih kamu Gel? Keliatannya kok, serius banget.” tanya Sita sambil mencomot kue donatnya Gadis ini memang donutholic. Eh salah, lebih tepat kalo foodholic, soalnya makanan apa aja, selalu disamber habis kalo ada dia.
“Iya tuh. Oh.. jangan jangan kamu nyariin cowok yang tadi nolongin kamu yaa?” celetuk Diana.
Wajahku langsung merona, karena niatku ketebak.
“Idih cie…………” goda Bunga
“Apaan sih kalian?” gerutuku
Tiba-tiba.. Cowok yang dibicarain itu lewat! Tadinya aku mau ngomong, tapi entah kenapa, tiba-tiba mulutku terkunci. Rasanya beraaaaaaat banget untuk bangun, dan nyamperin dia, lalu bilang terima kasih, atau sekadar ‘say hi’. Aku hanya bisa menatapnya sampai punggungnya menghilang diantara kerumunan orang.
“Eh Gel, cowok itu kan?? Samperin dong! Bilang makasih!” bisik Bunga sambil menyikut lenganku berulang kali.
“Ogah ah. malu.” jawabku.
“Ish kamu tuh ya! Dia tuh..kalo kata mamaku—gentle! Iya gentle! Dia care banget kan sama kamu.. Bela belain balik buat nolongin kamu, padahal bisa jadi dia kalah. Jarang lho ada temen cowok yang kayak gitu. Biasanya kan, gengsi cowok tuh selangit.” cerocos Bunga lagi,
Whatever deh bung, yang jelas aku malu buat ngomong langsung ke cowok itu. Nggak tau kenapa.
“Yadah, kita duluan ya. Ada ekskul math nih aku sama Bunga. See ya girls.” ujar Sita, kemudian menghampiri Bunga, dan 2 bocah itu meninggalkan aku, serta Diana.
“Hah? Udah di Gerbang? Okok aku pulang mom. Bye.”
Aku menoleh. Oh, rupanya Diana sedang telepon. Aku kirain, dia ngomong sendiri, hehehe.
“Gel, aku pulang duluan gapapa kan? Mama udah nunggu di depan nih. Ntar tolong ijinin ke Pak Ony ya. Aku ijin les gitar hari ini.” ujar Diana, sebelum akhirnya ia tersenyum, dan meninggalkanku juga.
Fyuh.. sendiri lagi.. Mana belum dijemput pula.. Sial kali nasibku!
Aku berjalan menuju kelas… Niatnya mau ngambil tas terus ke aula sekolah nunggu jemputan gitu..
Eh, di tengah jalan, kakiku kambuh lagi! Astaganagaaa sakit banget……
Badanku jadi agak membungkuk menahan sakit,…
dan.. jeng jeng jeng jeng jeng… seakan tau, waktunya dibutuhkan, dia datang lagi! Siapa lagi kalo bukan, cowok itu!!
“Greysia kamu gapapa?”
Aku mendongak, lalu memperhatikan wajah cowok itu. Dheg…. Perasaan apa ini?
Cowok itu mengerutkan kening. Sepertinya karena ucapannya nggak aku respon.
“Ng.. nggak papa kok..” jawabku gugup
“Oh.. Luka kamu kambuh ya?” tanya cowok itu, sementara aku hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan.
“Nih aku pakein plester.”
Ia memakaikan plester pada lutut kananku yang luka.
Aku terdiam. Takjub, baru kali ini punya temen cowok—yang meskipun aku gatau namanya, dia begitu perhatian, begitu care, sama aku.
“Aduh.. kenapa? gambarnya ya? maaf itu punya adekku..” wajahnya merona malu.
Cowok, aku diem bukan karena plester gambar dot bayi itu. Tapi karena kamu, ya, karena kebaikan hatimu, boy. batinku dalam hati
“Hah? enggak kok. aku suka malah.” ujarku cepat sambil tersenyum. Aku takut dia merasa nggak enak karena aku terus-terusan diam.
“Syukurlah..” cowok itu tersenyum manis sekali. Dheg.. dadaku berdesir… perasaan aneh tadi muncul lagi…
“Ayo kita pulang bareng, kamu mau kan?” ajak cowok itu.
Aku mengangguk mantap.
Kemudian tanpa babibu,cowok itu menggandeng tanganku.
Badanku langsung panas-dingin. God aku kenapa sih??
***
“Yaaah hujan..” ujar cowok itu lesu.
“aku.. bawa payung kok..” sahutku lirih, entah kenapa selalu pas aku lagi sama dia—maksudku cowok ini, mulutku berasa terkunci. Seakan akan kalo aku ngomong bakalan ketiban beban 1 ton. Makanya beraaaaaaaat bangeeeet buat buka mulut.
Wajahnya langsung berseri-seri. Aku tertawa kecil. Kok berasa ngeliat anjing tetangga sebelah waktu mau dikasih makan ya? hihihi
“Kenapa ketawa?” tanyanya sambil melebarkan payung milikku.
“Nggak.” seketika aku berhenti tertawa.
“Yaudah, ayo. makin deres nih ujannya.” ajak dia.
Lagi-lagi tanpa ba bi bu, cowok itu menggandeng tanganku. Di tengah hujan deras itu kami berjalan…. Berdua. Tepatnya—sepayung, berdua…
***
“Sampe tuan putri.” canda cowok itu sambil terkikik geli.
Wajahku langsung memerah layaknya kepiting rebus. Yeah, aku tau dia hanya bercanda. Tapi kok? Ah, jadi heran sama diri aku sendiri. Sebenernya aku kenapa??.
Dan aku lebih kaget lagi. Aku nggak nyangka bisa sampe di rumah sendiri. Sepanjang jalan tadi aku nggak ngomong, sekaligus nggak merhatiin jalan. Berarti, cowok itu yang nunjukin jalan, dan aku ngikut aja. Anehnya, kok dia bisa tau rumahku sih???
Baru saja aku mau tanya sama cowok itu, eh dia udah nggak ada di tempatnya. Meninggalkan aku, dan payungku di tengah hujan.
Sejak saat itu aku nggak pernah ketemu dia lagi.
Sejak saat itu, aku menyebutnya Pangeran Plester.
Dan setelah dewasa sekarang ini, aku baru menyadari.. perasaan aneh yang kurasakan pada Pangeran Plester itu—perasaan yang bikin badan panas dingin, perasaan seolah dada ini pengen meledak, perasaan yang bikin wajahku merona lebih merah daripada kepiting rebus, perasaan itu, adalah Cinta.
Ya, aku jatuh cinta pandangan pertama pada Pangeran Plesterku itu yang sekarang entah di mana keberadaannya.
***
Grace tersadar dari lamunan panjang masa kecilnya.
“Ish.. abis ngelamun malah ngelamun lagi..” ujar Vita lalu menjitak kepala Greysia
“Yaaa hehehe”
“Pangeran Plester, lagi?” tanya Vita, nadanya terkesan i’m-very-bored-to-hear-that.
“Yeah, sista” jawab Grace cengengesan
“Kamu beneran love at first sight sama dia ya? Eh salah, cinta mati kali!” tuduh Vita santai sambil memakan keripik kentangnya
“Kangen sih sama dia” jawab Grace jujur.
“Oyeah? Sabar ya, gue aja bakal Long Distance Relationship sama Alvent” ujar Vita.
“He-em”
Vita terdiam sebentar, kemudian menoleh cepat pada Grace.
“Gue rasa bakal ada yang CLBK, atau yeah—semacamnya!” seru Vita girang
”Elu kali.” sahut Grace sekenanya, kemudian mencomot keripik kentang Vita.
“Nyeh?? Gue???? No way laa. kan ada Alvent” saat menyebut nama Alvent wajah Vita berseri-seri “Feeling gue kayaknya elu, deh, Gel”
Grace berhenti mengunyah, lalu menoleh pada kakaknya.
“Semoga.” jawabnya ringan.
Dalam hati ia berharap Iya. Because she miss her ‘Plester Prince ’ so much!
“Hayooo ngelamun! Kesambet baru tau rasa lo!”
Grace kaget dan menoleh ke asal suara itu. Terlihat Vita sedang terkikik geli sambil menuang sirup ke dalam gelas.
“Jangan jangan mikirin ‘pangeran plester’ lo lagi!” tebak Vita, cengengesan ga jelas lalu duduk di samping Grace.
“Ish pangeran plester??!” Grace ingin terlihat kesal karena diledek, namun yang terlihat malah wajah meronanya.
“Bener kaaaan, apa gue bilang! Udah deeh, lo ngimpiin dia sampe lumutan juga ga bakal kesampean Gel! Orang namanya aja lu kaga tau!” ujar Vita sambil mengganti channel TV.
Graysia menimpuk kakaknya dengan kesal, setelah itu wajahnya berubah cemberut. Memang benar kalo dia tidak mengetahui apapun tentang Pangeran Plesternya itu. Pangeran Plester, seorang cowok yang telah memberinya plester. Masalah sepele, sih memang. Namun entah kenapa, Gel malah tidak bisa melupakan cowok itu. Semuanya dimulai waktu festival olahraga di SD…
-FESTIVAL OLAHRAGA SD, 15 Januari 1993-
“Para peserta lari estafet kelas 4, ayo berkumpul Sekarang giliran kalian,” teriak bu guru di ambang pintu.
DEG. Aku merasa mulas seketika. Aku sadar diri tidak bisa berlari kencang. Bagaimana nanti kalau aku tertinggal, dan akhirnya kalah? Aku takut kalah, karena itu berarti aku akan mempermalukan seisi kelas. Berbagai pikiran jelek menjejali otakku. Aku sama sekali tidak bisa berpikiran dengan jernih.
“Greysia, ngapain kamu masih di situ sayang? Ayo kita pergi keluar. teman temanmu sudah menunggu.” aja Bu Guru lalu menggandeng tanganku. Aku hanya menurut.
@Lapangan
Wah, lapangan benar-benar penuh oleh peserta festival. Tahun ini luar biasa ramainya, 2 kali lipat dari tahun tahun sebelumnya.
Aduh, perutku semakin mulas, dadaku semakin sesak.. aku ingin menangis… Ya Tuhan. tolong beri aku kekuatan supaya bisa mengikuti lomba ini dengan baik.. Amin.
“Bersedia… Siap…? Mulaai!!” Pak Guru meniup peluitnya, tanda perlombaan dimulai.
Entah aku harus bersyukur atau menggerutu karena menjadi peserta terakhir dari kelasku. Memang kalau terakhir itu artinya kita bisa mempersiapkan diri lebih lama dari yang lain. Tapi…. menjadi peserta terakhir dalam estafet, itu juga artinya kita yang menjadi penentu kemenangan. Penentu kemenangan kelompok kita. Huh!
Aku kembali melihat ke barisan depanku. Oh My God! Sita, Diana, Bunga, Aldi, Rio, sudah sampai di finish! Sekarang Tere yang sedang berlari, berarti habis ini giliran yang terakhir, giliranku!
Deg deg deg deg deg detak jantungku terasa makin cepat..
Kulihat Tere telah sampai, ia sudah siap, maka aku pun mulai berlari, secepat yang aku bisa..
“Ayo Grace, Ayo Grace! Kamu pasti bisa!” cheers Diana Sita dan Bunga menyemangatiku
Aku hanya tersenyum tipis.. masih berlari.. God, aku posisi terakhir! Nafasku mulai tersengal-sengal.. Please, kuatkan aku Ya Tuhan…
Aku memacu lariku. Dan, hei! Lajuku semakin cepat! Entah dapat kekuatan darimana. Aku melesat meninggalkan 5 peserta lainnya, jauh di belakang..
Ketika hampir mencapai Tere, aku terjatuh, dan lututku berdarah! Astaga.. kenapa begini?? Seperti dugaanku, semua peserta satu per satu melaju melewatiku.. Ah, aku kalah, sudah pasti, umpatku dalam hati.
Saat itulah.. hal yang tidak diduga-duga oleh orang lain—apalagi aku, terjadi. Seorang cowok, salah satu peserta lari estafet itu, menolongku! Padahal tadi dia, jauh—jauh sekali! Hampir mencapai finish! Namun apa? Dia malah berbalik ke arahku, dan menolongku! Oh My God!
Cowok jabrik itu menarik tanganku. “Kamu.. nggak papa, Greysia?”. God, dia tau namaku pula. Am i dream? tanyaku dalam hati, kemudian mencubit pipiku untuk memastikan sendiri jawaban pertanyaan tadi. Yeah, i am not. This is REAL.
“Oi?” cowok itu melambai lambaikan tangannya di depan wajahku.
“Hei, kita ketinggalan tuh!” ujarku panik melihat para peserta yang lain telah meninggalkan kami, jauh di depan sana, gara gara ‘insiden kecil’ ini.
“Ayo!” sekarang giliranku yang menggandeng tangannya.
Kami pun berlari. Sekuat tenaga. Tenagaku juga kembali pulih. Dan aku berlari kencang lagi.
“Greysia ayo Greys!! 4A cayooooo!” Bunga, Diana, dan Sita yang sempat terpana melihat insiden tadi (yeah, bahkan aku juga lo) kini memberikan cheers lagi, itu rasanya… menjadi suntikan tenaga buatku.
Aku melesat lagi, meninggalkan para pelari lain yang mulai kelelahan dan kehabisan tenaga. bahkan ada yang berjongkok di lapangan, sepertinya sih, ia sudah menyerah.
Tapi aku nggak akan nyerah, ini kesempatan buat nunjukin ke temen temen kalo aku juga bisa.. LARI,,, hehehe
Aku takjub, semakin dekat diriku dengan Tere, aku menyerahkan tongkat estafetku, kemudian Tere berlari, menyerahkan tongkat kepada Rio, Rio kepada Aldi, Bunga, Diana, dan terakhir, Sita… Anak itu memang bakat atletik, terutama lari. Dia suka berlatih sejak balita, katanya. Makanya aku nggak heran kalo larinya kuenceng.
Sita semakin dekat…dan.. PTASHHH… Pita bertuliskan FINISH itu pun terputus! Aku dan Kelompokku menang! Thanks God! Aku berjingkrak jingkrak kegirangan sampai akhirnya menyadari bahwa cowok yang menolongku tadi nggak aku liat tadi. Aku harus ngucapin terima kasih nih, aku jadi nggak ngerasain sakit akibat luka lecet yang parah banget pada kakiku gara gara aku jadi sibuk mikirin dia! Upss, ngomong apa aku barusan??
---Selepas Festival olahraga tadi usai dan kelompokku menerima hadiah, aku pergi ke tempat nomer 1 yang pasti dituju anak-anak waktu kecapean, keroncongan, plus kehausan. yap, tau kan? Bingo! KANTIN!
@Kantin
Aku menemani teman teman dekatku makan dengan gelisah. Daritadi bahkan aku nggak makan, hanya mengaduk aduk es tehku saja.
“Nyariin siapa sih kamu Gel? Keliatannya kok, serius banget.” tanya Sita sambil mencomot kue donatnya Gadis ini memang donutholic. Eh salah, lebih tepat kalo foodholic, soalnya makanan apa aja, selalu disamber habis kalo ada dia.
“Iya tuh. Oh.. jangan jangan kamu nyariin cowok yang tadi nolongin kamu yaa?” celetuk Diana.
Wajahku langsung merona, karena niatku ketebak.
“Idih cie…………” goda Bunga
“Apaan sih kalian?” gerutuku
Tiba-tiba.. Cowok yang dibicarain itu lewat! Tadinya aku mau ngomong, tapi entah kenapa, tiba-tiba mulutku terkunci. Rasanya beraaaaaaat banget untuk bangun, dan nyamperin dia, lalu bilang terima kasih, atau sekadar ‘say hi’. Aku hanya bisa menatapnya sampai punggungnya menghilang diantara kerumunan orang.
“Eh Gel, cowok itu kan?? Samperin dong! Bilang makasih!” bisik Bunga sambil menyikut lenganku berulang kali.
“Ogah ah. malu.” jawabku.
“Ish kamu tuh ya! Dia tuh..kalo kata mamaku—gentle! Iya gentle! Dia care banget kan sama kamu.. Bela belain balik buat nolongin kamu, padahal bisa jadi dia kalah. Jarang lho ada temen cowok yang kayak gitu. Biasanya kan, gengsi cowok tuh selangit.” cerocos Bunga lagi,
Whatever deh bung, yang jelas aku malu buat ngomong langsung ke cowok itu. Nggak tau kenapa.
“Yadah, kita duluan ya. Ada ekskul math nih aku sama Bunga. See ya girls.” ujar Sita, kemudian menghampiri Bunga, dan 2 bocah itu meninggalkan aku, serta Diana.
“Hah? Udah di Gerbang? Okok aku pulang mom. Bye.”
Aku menoleh. Oh, rupanya Diana sedang telepon. Aku kirain, dia ngomong sendiri, hehehe.
“Gel, aku pulang duluan gapapa kan? Mama udah nunggu di depan nih. Ntar tolong ijinin ke Pak Ony ya. Aku ijin les gitar hari ini.” ujar Diana, sebelum akhirnya ia tersenyum, dan meninggalkanku juga.
Fyuh.. sendiri lagi.. Mana belum dijemput pula.. Sial kali nasibku!
Aku berjalan menuju kelas… Niatnya mau ngambil tas terus ke aula sekolah nunggu jemputan gitu..
Eh, di tengah jalan, kakiku kambuh lagi! Astaganagaaa sakit banget……
Badanku jadi agak membungkuk menahan sakit,…
dan.. jeng jeng jeng jeng jeng… seakan tau, waktunya dibutuhkan, dia datang lagi! Siapa lagi kalo bukan, cowok itu!!
“Greysia kamu gapapa?”
Aku mendongak, lalu memperhatikan wajah cowok itu. Dheg…. Perasaan apa ini?
Cowok itu mengerutkan kening. Sepertinya karena ucapannya nggak aku respon.
“Ng.. nggak papa kok..” jawabku gugup
“Oh.. Luka kamu kambuh ya?” tanya cowok itu, sementara aku hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan.
“Nih aku pakein plester.”
Ia memakaikan plester pada lutut kananku yang luka.
Aku terdiam. Takjub, baru kali ini punya temen cowok—yang meskipun aku gatau namanya, dia begitu perhatian, begitu care, sama aku.
“Aduh.. kenapa? gambarnya ya? maaf itu punya adekku..” wajahnya merona malu.
Cowok, aku diem bukan karena plester gambar dot bayi itu. Tapi karena kamu, ya, karena kebaikan hatimu, boy. batinku dalam hati
“Hah? enggak kok. aku suka malah.” ujarku cepat sambil tersenyum. Aku takut dia merasa nggak enak karena aku terus-terusan diam.
“Syukurlah..” cowok itu tersenyum manis sekali. Dheg.. dadaku berdesir… perasaan aneh tadi muncul lagi…
“Ayo kita pulang bareng, kamu mau kan?” ajak cowok itu.
Aku mengangguk mantap.
Kemudian tanpa babibu,cowok itu menggandeng tanganku.
Badanku langsung panas-dingin. God aku kenapa sih??
***
“Yaaah hujan..” ujar cowok itu lesu.
“aku.. bawa payung kok..” sahutku lirih, entah kenapa selalu pas aku lagi sama dia—maksudku cowok ini, mulutku berasa terkunci. Seakan akan kalo aku ngomong bakalan ketiban beban 1 ton. Makanya beraaaaaaaat bangeeeet buat buka mulut.
Wajahnya langsung berseri-seri. Aku tertawa kecil. Kok berasa ngeliat anjing tetangga sebelah waktu mau dikasih makan ya? hihihi
“Kenapa ketawa?” tanyanya sambil melebarkan payung milikku.
“Nggak.” seketika aku berhenti tertawa.
“Yaudah, ayo. makin deres nih ujannya.” ajak dia.
Lagi-lagi tanpa ba bi bu, cowok itu menggandeng tanganku. Di tengah hujan deras itu kami berjalan…. Berdua. Tepatnya—sepayung, berdua…
***
“Sampe tuan putri.” canda cowok itu sambil terkikik geli.
Wajahku langsung memerah layaknya kepiting rebus. Yeah, aku tau dia hanya bercanda. Tapi kok? Ah, jadi heran sama diri aku sendiri. Sebenernya aku kenapa??.
Dan aku lebih kaget lagi. Aku nggak nyangka bisa sampe di rumah sendiri. Sepanjang jalan tadi aku nggak ngomong, sekaligus nggak merhatiin jalan. Berarti, cowok itu yang nunjukin jalan, dan aku ngikut aja. Anehnya, kok dia bisa tau rumahku sih???
Baru saja aku mau tanya sama cowok itu, eh dia udah nggak ada di tempatnya. Meninggalkan aku, dan payungku di tengah hujan.
Sejak saat itu aku nggak pernah ketemu dia lagi.
Sejak saat itu, aku menyebutnya Pangeran Plester.
Dan setelah dewasa sekarang ini, aku baru menyadari.. perasaan aneh yang kurasakan pada Pangeran Plester itu—perasaan yang bikin badan panas dingin, perasaan seolah dada ini pengen meledak, perasaan yang bikin wajahku merona lebih merah daripada kepiting rebus, perasaan itu, adalah Cinta.
Ya, aku jatuh cinta pandangan pertama pada Pangeran Plesterku itu yang sekarang entah di mana keberadaannya.
***
Grace tersadar dari lamunan panjang masa kecilnya.
“Ish.. abis ngelamun malah ngelamun lagi..” ujar Vita lalu menjitak kepala Greysia
“Yaaa hehehe”
“Pangeran Plester, lagi?” tanya Vita, nadanya terkesan i’m-very-bored-to-hear-that.
“Yeah, sista” jawab Grace cengengesan
“Kamu beneran love at first sight sama dia ya? Eh salah, cinta mati kali!” tuduh Vita santai sambil memakan keripik kentangnya
“Kangen sih sama dia” jawab Grace jujur.
“Oyeah? Sabar ya, gue aja bakal Long Distance Relationship sama Alvent” ujar Vita.
“He-em”
Vita terdiam sebentar, kemudian menoleh cepat pada Grace.
“Gue rasa bakal ada yang CLBK, atau yeah—semacamnya!” seru Vita girang
”Elu kali.” sahut Grace sekenanya, kemudian mencomot keripik kentang Vita.
“Nyeh?? Gue???? No way laa. kan ada Alvent” saat menyebut nama Alvent wajah Vita berseri-seri “Feeling gue kayaknya elu, deh, Gel”
Grace berhenti mengunyah, lalu menoleh pada kakaknya.
“Semoga.” jawabnya ringan.
Dalam hati ia berharap Iya. Because she miss her ‘Plester Prince ’ so much!
Label:
cerbung :)
Full-Surprise-Life Part 2
“Maaf Kak Vitaaa, Ya ampun, Grace sama sekali nggak ingeeet!!” Grace langsung memeluk Vita. Tangisnya pecah.
“Bukan salah kamu kok Gel sayang” Vita tersenyum lalu membalas pelukan adiknya.
“Makanya, jangan pikirin diri kamu sendiri aja!” Butet masih ngedumel
“Udah lah, Tet, lagian gue ga papa kok.” Vita tersenyum ke arah Butet
Butet terdiam. Dalam hati ia bangga sekali punya kakak yang sangat pengertian, sabar, plus sayang banget sama kedua ade2nya. Makanya ia hanya memperhatikan sambil tersenyum ketika melihat Vita mengelus elus rambut Gel yang lagi nangis banjir di pundaknya.
***
Mama baru bangun. Ia keluar kamar dengan masih memakai piyama, rambutnya pun masih acak-acakan. Beliau kaget, sekaligus senang, melihat putri bungsunya yang kemarin ngambek, dan udah bikin orang rumah khawatir, sekarang sudah berada di rumah, tepatnya lagi ngaso di depan TV.
Merasa diperhatikan seseorang, Grace menoleh dan mendapati mama di ambang pintu. “Eh Mama… udah bangun?” sapa Grace. Ia tersenyum manis sekali. Dan yang bikin mama tambah kaget, putri bungsunya itu langsung, bangkit, dan memeluknya!
“Maaf ya ma.. selama ini Grace egois.. Grace nggak pernah mikirin perasaan papa dan mama, yang capek sekaligus udah Grace bikin pusing karena tingkah Grace yang kekanak-kanakan..” ujar Grace, masih sembari memeluk mama.
Mama masih kaget dengan sikap Grace yang tiba-tiba ini, sejenak kemudian tersenyum.
“Nggak papa kok sayang.. Mama ngerti banget, betapa susahnya pisah sama temen-temen, sahabat sahabat, yang udah temenin kita selama bertahun-tahun. Betapa beratnya ninggalin kota yag udah jadi tempat tinggal, bertahun tahun lamanya, dan menyimpan banyak kenangan buat kamu. Mama tau banget Grace, karena mama juga ngalamin itu waktu seusia kamu.”
Grace mengankat kepalanya tak percaya. “Bener ma??”
“Dulu mama sering pindah pindah rumah, kelewat sering malah. Yaaa, mama nggak setuju, sama seperti kamu.Tapi mama cuma bisa nurut, karena posisi mama sebagai anak, yang harus selalu patuh pada kata-kata & perintah orang tuanya. Lagipula, mama nggak mau, orangtua mama dipecat dari kantor gara-gara masalah sepele, mama nggak mau pindah dari rumah lama.” Mama tersenyum kembali sebelum melanjutkan ceritanya.
“Tapi… setelah mama sering pindah-pindah, mama mulai kebiasa. Apalagi, setelah mama sadari, kalo pindah rumah ternyata membawa banyak manfaat & perubahan. Salah satunya nambah jumlah temen mama. Tadinya mama cuma kenal temen satu geng aja, kalo maen ya sama itu itu terus.. tapi setelah pindah pindah, temen temen mama nambah. Relasi mama juga nambah,. Manfaat dari itu semua kamu tau? Temen temen yang tadinya belum pernah mama temuin, bahkan nggak pernah mama anggep, istilahnya, malah jadi sahabat mama, mereka bantu ngelarin masalah mama sebisa mereka, bantuin apa yang mama perluin.. Pokoknya mama seneng banget lah Greys.” cerita mama panjang lebar.
“Terus??” tanya Grace penasaran
“Sabar atuh..” canda mama “Yah, manfaatnya ada 1 lagi. Karena pindah pindah itulah mama ketemu papa kamu.” Wajah mama merona.
“Karena pindaah pindah itulah kami menjalin hubungan, dan akhirnya menikah, berkeluarga, kebahagiaan kami bertambah setelah punya anak-anak yang berbakti seperti Grace, Vita dan Liliyana.” Mama mengakhiri cerita panjangnya dengan sebuah senyuman. Senyuman termanis yang pernah mama tunjukkan pada Grace.
Grace terharu, kagum, speechless pada mamanya itu. Mama yang baik, penyayang, pengertian, yang senantiasa sabar menghadapi kelakuan kelakuan nakalnya. Mata Grace berkaca-kaca, sebelum akhirnya memeluk mamanya lagi dengan sangat erat. Dalam hatinya ia juga berharap, semoga dengan kepindahannya ini ia dapat mengalami kisah cinta yang indah, seperti kisah cinta antara mama-papanya :)
***
Masalah Grace ngabur akhirnya clear. Sekarang 3 bersaudara cantik (Vita, Liliyana, Greysia) sedang bersiap siap untuk kepindahan mereka.
Pagi ini Vita dan Liliyana mulai mengepak barang. Sementara Grace sedang pamit ke temen-temen kampusnya.
“Kakak beneran nggak papa?” tanya Butet khawatir
“Nggak papa apanya sih Butet sayang?” Vita tersenyum, masih mengepak barang.
“Yah, soal koko Alvent..” ujar Butet.
Vita terdiam.
Merasa ada yang salah dengan ucapannya, Butet berujar canggung, “Eng,,, bukannya aku mau campur ato apa loh, kak.”
Vita menoleh kaget. “Oh,, enggak papa kok tet.. Yah, kalo soal dia sih, mau gimana lagi?” dan Vita tersenyum kembali.
Ia melanjutkan memberesi barang-barang. Walaupun sebenarnya ada yang mengganjal di hatinya akibat pertanyaan Butet itu. Suatu perasaan sedih yang mendalam. Tapi, Vita tak mau membuat adiknya khawatir. Lagipula ini masalahnya, dan ia pula yang harus menyelesaikannya sendiri.
Butet pun melihat, ada yang aneh pada diri kakaknya, setelah percakapan kecil tadi. Ia merasa tak enak.
“Kak, maafin butet ya.. kakak cuma nggak mau kakak sedih..” ujar Butet lirih
“Kakak nggak marah kok, dan kakak juga nggak bakal sedih, ini bukan salah kamu tet. mungkin takdir kakak aja.” Vita berusaha menghilangkan kekhawatiran adiknya.
PRANG..
“Apaan yang pecah kak??” Butet langsung bangkit dari tempat tidur dan melongok ke bawah.
Vita ikutan berjongkok dan melihat benda itu.
Sebuah figura, tepatnya figura berisi fotonya, dan Alvent.
Kemudian Vita memunguti pecahan kaca figura itu, diam tanpa suara.
“Kakak…” Butet berujar sedih..
Saat Butet menoleh, didapatinya Vita telah menangis sambil terduduk di lantai..
Butet langsung memeluk kakaknya itu..“Jangan nangis kak Vita….” ujar Butet, padahal ia sendiri ikutan menangis.
“Aku nggak sanggup, harus jauh sama dia. Aku nggak bisa Tet. Nggak bisa Long Distance Relationship..” ujar Vita di sela sela tangisnya. “Banyak contoh hubungan gagal, karena harus LDR.. Aku takut nggak kuat Long Distance Relationship..”
Butet hanya diam sambil mengelus elus punggung kakaknya. Ia nggak tahu mau ngomong apa karena dirinya sendiri sama sekali tidak berpengalaman dalam ‘dunia percintaan’ tentu saja nggak bisa ngasih solusi juga untuk masalah itu.
“Kakak udah ngasi tau koko?” tanya Butet akhirnya karena nggak tau mau ngomong apa lagi.
“Udah kok kemarin.” Vita menghapus air matanya “Aduh maaf ya Tet. Kenapa gw jadi curcol yah?? hehehehe”
Butet mengerutkan alisnya. Heran sama kakak gw yang satu ini, tadi nangis gerong gerong, eeeeh sekarang ketawa ngakak ga jelas gini! batinnya
“Nggak papa kali Kak Vita. Sekali sekali curcol. ngehehehe” sahut Butet
“Makasih buat carenya sayang… nanti udah gue putusin gue mau bilang ke Alvent.”
“Hah?? Serius?? jangan maksain diri loh kak..”
“Nggak. Aku udah yakin. Yakin sama diri aku sendiri, yakin sama Alvent. kalo kita bakalan bisa ngadepin ini semua.” ujar Vita mantap.
Butet tersenyum “Bagus deh, jangan sedih lagi ya.”
“Enggak dear..” Vita menepuk pundak Butet.
***
Sementara, Greys @kampus..
Dosen langsung ngasih tau ke anak-anak kalo Grace bakal pindah lumayan jauh. Dosen itu kemudian mempersilahkan pada Grace untuk memberikan salam perpisahan.
“Ehm..ehem! Grace berdehem kecil
”Sebelumnya Grace minta maaf karena kepindahan ini mendadak, karena Grace juga baru dikasi tau sama ortu 2 hari yang lalu. Maafin kesalahan Grace selama Grace jadi temen kalian ya? Baik yang Grace sengaja atau enggak.. Makasih ya temen temen selama ini udah mau jadi temen Grace, sahabat Grace, nemenin Grace waktu seneng dan sedih.. Buat Tasha, Inge, Aya, makasih buat semuanyaaa, kalian bestieku! Buat dosen dosen maaf Grace sering ngelamun, Pak Bon maaf Grace sering buang sampah sembarangan.…Buat Bu Kantin maaf Grace masih sering ngutang, tapi nanti Grace bayar kok hehehe. Intinya aku seneng banget bisa kuliah disini, dan ketemu sama kalian..” Grace menutup pidato (?) panjangnya dengan sebuah senyuman.
Suasana begitu hening. Semua mata tertuju pada Grace. Dan, sedetik kemudian, anak-anak telah bangkit, mengerumuni Grace. Ada yang memeluk, memegang pundak Grace, bahkan menangis histeris sambil berjongkok.
“Graceeeee jangaaaaan pergiiiiiii pleaseeee….” teriak Tasha, salah satu sahabat Grace sambil menangis tersedu dan memeluk Grace.
“Genduuuuuuuuuuut, jangan tinggalin kita… gue bakal kangen sama lo………huaaaaaaa” kali ini Inge
“Graceeee jangan lupain gue yaaa! Kapan lagi kita bisa makan somay bareng? hueeeeee Grace Gepooo Gel….. I’ll miss you……………..” timpal Aya
“Grace, jangan lupain gue ya. Baek baek lo disana.” ujar Reno, teman nongkrong Grace, sekaligus teman cowok yang paling dekat dengannya.
“Pasti sob..” Grace menepuk pundak Reno.
Sore itu, hampir semua teman Greysia menangisi kepindahannya. Bahkan cewek comel sekampus, Clara, yang sebelnyaaa setengah matiii sama Grace ikutan menyalami dia, minta maaf, bahkan nangis ga kalah histeris. Katanya, sih, si Clara takut kehilangan saingan… Buset dah! ckckckck.
Grace tak luput menangis haru. Hari itu pertama kalinya ia merasa begitu beruntung, sekaligus bersyukur, memiliki sahabat-sahabat dan teman yang care banget :)
Rasanya sangaaat berat meninggalkan mereka, yang sudah Grace anggap saudara sendiri.. Tapi keputusan terlanjur dibuat.. Maka yang bisa Grace lakukan hanyalah menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama teman-temannya ini sebelum benar-benar harus BERPISAH.
Grace juga sudah janji pada mereka, walaupun jauh, harus tetep kontak-kontakan, hubungan persahabatan jangan sampe renggang, hanya karena dipisahkan oleh jarak =)
***
Alvent dan Vita.. Akhirnya Vita telah memutuskan untuk ngomong jujur ke Alvent (tapi bukan nembak, karena mereka udah pacaran) soal kepindahannya.
Mereka ketemuan di Café De Au Lait, tempat kenangan mereka.
“Sorry ya gue telat” Alvent nyengir saat melihat Vita telah menunggu di sebuah meja.
“Haha gapapa kok, ngerti gue mah, dasar jam karet” canda Vita sambil meleletkan lidah
“Ish!” Alvent langsung menjitak pelan kepala Vita.
“Hehehe” Vita tertawa kecil
“Ada apa Vit? Tumben lo ngajak gue kesini..”
Vita yang kaget tiba-tiba ditanya begitu langsung njawab ngawur plus seadanya.. “Engh.. kangen aja! hehe”
Alvent mengerutkan kening.“Me too lah kalo urusan kangen.” Alvent pun duduk di samping Vita.
Vita terdiam. Hatinya beneran bimbang. Antara mau ngomong apa enggak. Akhirnya, dengan agak takut Vita berkata..
“Eh, aduh gimana ya ngomongnya.. sebenernya maksud gue ngajak lo kesini ga cuman itu..”
“Oh mau ngomong. Emh.. sebenernya aku juga sih..”
Vita agak kaget. Jangan jangan Alvent mau minta putus, batin Vita.
“Vit??” Alvent menggerak gerakkan tangannya di depan wajah Vita
“Oh.. iya?” Vita tersadar dari lamunan dan macam macam negative thinkingnya.
“Kamu.. or aku duluan yang mau ngomong?” tanya Alvent
“Kamu aja deh..” sahut Vita
“Sebenernya…. aku.. mau pindah Vit..” ujar Alvent lesu
What?? Apa dia bilang tadi?? batin Vita
“Aku mau pindah.” ulang Alvent
“Lah ilah… Alvent.. aku juga mau ngomong itu, aku juga harus pindah dari kota ini..” ujar Vita agak shock, karena kalimat yang hendak diucapkannya sama dengan Alvent.
“Berarti.. kita sama sama mau ninggalin kota ini?” tanya Alvent
Vita mengangguk, lalu menyesap cappucinonya.
Mereka larut dalam diam yang cukup panjang. Masing masing merasa keki, dan takut untuk sekedar memulai pembicaraan.
“Vit, walaupun kita pisah, aku nggak ingin kita mengakhiri hubungan ini.” ujar Alvent tiba tiba, lalu ia menggenggam tangan Vita kuat-kuat.
“Aku nggak pernah ada niat untuk itu, Vent.” sahut Vita sambil tersenyum.
“Jadi… kita tetep pacaran kan?”
“Iyalah….” Vita mengangguk.
“Horeee!” reflek Alvent memeluk Vita. Kontan saja wajah gadis itu memerah.
“Inget Vit, aku nggak mau kita lost-contact. Walaupun jauh, kita masih bisa email-emailan sama surat. Kamu sanggup kan?” tanya Alvent
“Sanggup dong. Tiap minggu pasti seenggaknya aku kirimin kamu 1 surat dan email” ujar Vita
“Aku juga. Nggak akan pernah lupa untuk kasih kabar ke kamu.” Alvent tersenyum pada Vita. Senyuman termanis yang dimilikinya.
Vita tersendat. Haruskah aku berpisah dengan orang ini? Orang yang begitu menyayangiku dan telah membahagiakanku? Batinnya.
Perlahan air mata jatuh membasahi pipi Vita.
“Jangan nangis Vit. Please. aku pengen kamu seneng di hari terakhir kita..” Alvent memeluk Vita lagi.. kali ini juga mengelus rambut cepaknya.
Bukannya berhenti, tangis Vita malah makin deras saja. Ia semakin tak ingin melepas pelukan hangat lelaki terkasihnya ini..
“Bukan salah kamu kok Gel sayang” Vita tersenyum lalu membalas pelukan adiknya.
“Makanya, jangan pikirin diri kamu sendiri aja!” Butet masih ngedumel
“Udah lah, Tet, lagian gue ga papa kok.” Vita tersenyum ke arah Butet
Butet terdiam. Dalam hati ia bangga sekali punya kakak yang sangat pengertian, sabar, plus sayang banget sama kedua ade2nya. Makanya ia hanya memperhatikan sambil tersenyum ketika melihat Vita mengelus elus rambut Gel yang lagi nangis banjir di pundaknya.
***
Mama baru bangun. Ia keluar kamar dengan masih memakai piyama, rambutnya pun masih acak-acakan. Beliau kaget, sekaligus senang, melihat putri bungsunya yang kemarin ngambek, dan udah bikin orang rumah khawatir, sekarang sudah berada di rumah, tepatnya lagi ngaso di depan TV.
Merasa diperhatikan seseorang, Grace menoleh dan mendapati mama di ambang pintu. “Eh Mama… udah bangun?” sapa Grace. Ia tersenyum manis sekali. Dan yang bikin mama tambah kaget, putri bungsunya itu langsung, bangkit, dan memeluknya!
“Maaf ya ma.. selama ini Grace egois.. Grace nggak pernah mikirin perasaan papa dan mama, yang capek sekaligus udah Grace bikin pusing karena tingkah Grace yang kekanak-kanakan..” ujar Grace, masih sembari memeluk mama.
Mama masih kaget dengan sikap Grace yang tiba-tiba ini, sejenak kemudian tersenyum.
“Nggak papa kok sayang.. Mama ngerti banget, betapa susahnya pisah sama temen-temen, sahabat sahabat, yang udah temenin kita selama bertahun-tahun. Betapa beratnya ninggalin kota yag udah jadi tempat tinggal, bertahun tahun lamanya, dan menyimpan banyak kenangan buat kamu. Mama tau banget Grace, karena mama juga ngalamin itu waktu seusia kamu.”
Grace mengankat kepalanya tak percaya. “Bener ma??”
“Dulu mama sering pindah pindah rumah, kelewat sering malah. Yaaa, mama nggak setuju, sama seperti kamu.Tapi mama cuma bisa nurut, karena posisi mama sebagai anak, yang harus selalu patuh pada kata-kata & perintah orang tuanya. Lagipula, mama nggak mau, orangtua mama dipecat dari kantor gara-gara masalah sepele, mama nggak mau pindah dari rumah lama.” Mama tersenyum kembali sebelum melanjutkan ceritanya.
“Tapi… setelah mama sering pindah-pindah, mama mulai kebiasa. Apalagi, setelah mama sadari, kalo pindah rumah ternyata membawa banyak manfaat & perubahan. Salah satunya nambah jumlah temen mama. Tadinya mama cuma kenal temen satu geng aja, kalo maen ya sama itu itu terus.. tapi setelah pindah pindah, temen temen mama nambah. Relasi mama juga nambah,. Manfaat dari itu semua kamu tau? Temen temen yang tadinya belum pernah mama temuin, bahkan nggak pernah mama anggep, istilahnya, malah jadi sahabat mama, mereka bantu ngelarin masalah mama sebisa mereka, bantuin apa yang mama perluin.. Pokoknya mama seneng banget lah Greys.” cerita mama panjang lebar.
“Terus??” tanya Grace penasaran
“Sabar atuh..” canda mama “Yah, manfaatnya ada 1 lagi. Karena pindah pindah itulah mama ketemu papa kamu.” Wajah mama merona.
“Karena pindaah pindah itulah kami menjalin hubungan, dan akhirnya menikah, berkeluarga, kebahagiaan kami bertambah setelah punya anak-anak yang berbakti seperti Grace, Vita dan Liliyana.” Mama mengakhiri cerita panjangnya dengan sebuah senyuman. Senyuman termanis yang pernah mama tunjukkan pada Grace.
Grace terharu, kagum, speechless pada mamanya itu. Mama yang baik, penyayang, pengertian, yang senantiasa sabar menghadapi kelakuan kelakuan nakalnya. Mata Grace berkaca-kaca, sebelum akhirnya memeluk mamanya lagi dengan sangat erat. Dalam hatinya ia juga berharap, semoga dengan kepindahannya ini ia dapat mengalami kisah cinta yang indah, seperti kisah cinta antara mama-papanya :)
***
Masalah Grace ngabur akhirnya clear. Sekarang 3 bersaudara cantik (Vita, Liliyana, Greysia) sedang bersiap siap untuk kepindahan mereka.
Pagi ini Vita dan Liliyana mulai mengepak barang. Sementara Grace sedang pamit ke temen-temen kampusnya.
“Kakak beneran nggak papa?” tanya Butet khawatir
“Nggak papa apanya sih Butet sayang?” Vita tersenyum, masih mengepak barang.
“Yah, soal koko Alvent..” ujar Butet.
Vita terdiam.
Merasa ada yang salah dengan ucapannya, Butet berujar canggung, “Eng,,, bukannya aku mau campur ato apa loh, kak.”
Vita menoleh kaget. “Oh,, enggak papa kok tet.. Yah, kalo soal dia sih, mau gimana lagi?” dan Vita tersenyum kembali.
Ia melanjutkan memberesi barang-barang. Walaupun sebenarnya ada yang mengganjal di hatinya akibat pertanyaan Butet itu. Suatu perasaan sedih yang mendalam. Tapi, Vita tak mau membuat adiknya khawatir. Lagipula ini masalahnya, dan ia pula yang harus menyelesaikannya sendiri.
Butet pun melihat, ada yang aneh pada diri kakaknya, setelah percakapan kecil tadi. Ia merasa tak enak.
“Kak, maafin butet ya.. kakak cuma nggak mau kakak sedih..” ujar Butet lirih
“Kakak nggak marah kok, dan kakak juga nggak bakal sedih, ini bukan salah kamu tet. mungkin takdir kakak aja.” Vita berusaha menghilangkan kekhawatiran adiknya.
PRANG..
“Apaan yang pecah kak??” Butet langsung bangkit dari tempat tidur dan melongok ke bawah.
Vita ikutan berjongkok dan melihat benda itu.
Sebuah figura, tepatnya figura berisi fotonya, dan Alvent.
Kemudian Vita memunguti pecahan kaca figura itu, diam tanpa suara.
“Kakak…” Butet berujar sedih..
Saat Butet menoleh, didapatinya Vita telah menangis sambil terduduk di lantai..
Butet langsung memeluk kakaknya itu..“Jangan nangis kak Vita….” ujar Butet, padahal ia sendiri ikutan menangis.
“Aku nggak sanggup, harus jauh sama dia. Aku nggak bisa Tet. Nggak bisa Long Distance Relationship..” ujar Vita di sela sela tangisnya. “Banyak contoh hubungan gagal, karena harus LDR.. Aku takut nggak kuat Long Distance Relationship..”
Butet hanya diam sambil mengelus elus punggung kakaknya. Ia nggak tahu mau ngomong apa karena dirinya sendiri sama sekali tidak berpengalaman dalam ‘dunia percintaan’ tentu saja nggak bisa ngasih solusi juga untuk masalah itu.
“Kakak udah ngasi tau koko?” tanya Butet akhirnya karena nggak tau mau ngomong apa lagi.
“Udah kok kemarin.” Vita menghapus air matanya “Aduh maaf ya Tet. Kenapa gw jadi curcol yah?? hehehehe”
Butet mengerutkan alisnya. Heran sama kakak gw yang satu ini, tadi nangis gerong gerong, eeeeh sekarang ketawa ngakak ga jelas gini! batinnya
“Nggak papa kali Kak Vita. Sekali sekali curcol. ngehehehe” sahut Butet
“Makasih buat carenya sayang… nanti udah gue putusin gue mau bilang ke Alvent.”
“Hah?? Serius?? jangan maksain diri loh kak..”
“Nggak. Aku udah yakin. Yakin sama diri aku sendiri, yakin sama Alvent. kalo kita bakalan bisa ngadepin ini semua.” ujar Vita mantap.
Butet tersenyum “Bagus deh, jangan sedih lagi ya.”
“Enggak dear..” Vita menepuk pundak Butet.
***
Sementara, Greys @kampus..
Dosen langsung ngasih tau ke anak-anak kalo Grace bakal pindah lumayan jauh. Dosen itu kemudian mempersilahkan pada Grace untuk memberikan salam perpisahan.
“Ehm..ehem! Grace berdehem kecil
”Sebelumnya Grace minta maaf karena kepindahan ini mendadak, karena Grace juga baru dikasi tau sama ortu 2 hari yang lalu. Maafin kesalahan Grace selama Grace jadi temen kalian ya? Baik yang Grace sengaja atau enggak.. Makasih ya temen temen selama ini udah mau jadi temen Grace, sahabat Grace, nemenin Grace waktu seneng dan sedih.. Buat Tasha, Inge, Aya, makasih buat semuanyaaa, kalian bestieku! Buat dosen dosen maaf Grace sering ngelamun, Pak Bon maaf Grace sering buang sampah sembarangan.…Buat Bu Kantin maaf Grace masih sering ngutang, tapi nanti Grace bayar kok hehehe. Intinya aku seneng banget bisa kuliah disini, dan ketemu sama kalian..” Grace menutup pidato (?) panjangnya dengan sebuah senyuman.
Suasana begitu hening. Semua mata tertuju pada Grace. Dan, sedetik kemudian, anak-anak telah bangkit, mengerumuni Grace. Ada yang memeluk, memegang pundak Grace, bahkan menangis histeris sambil berjongkok.
“Graceeeee jangaaaaan pergiiiiiii pleaseeee….” teriak Tasha, salah satu sahabat Grace sambil menangis tersedu dan memeluk Grace.
“Genduuuuuuuuuuut, jangan tinggalin kita… gue bakal kangen sama lo………huaaaaaaa” kali ini Inge
“Graceeee jangan lupain gue yaaa! Kapan lagi kita bisa makan somay bareng? hueeeeee Grace Gepooo Gel….. I’ll miss you……………..” timpal Aya
“Grace, jangan lupain gue ya. Baek baek lo disana.” ujar Reno, teman nongkrong Grace, sekaligus teman cowok yang paling dekat dengannya.
“Pasti sob..” Grace menepuk pundak Reno.
Sore itu, hampir semua teman Greysia menangisi kepindahannya. Bahkan cewek comel sekampus, Clara, yang sebelnyaaa setengah matiii sama Grace ikutan menyalami dia, minta maaf, bahkan nangis ga kalah histeris. Katanya, sih, si Clara takut kehilangan saingan… Buset dah! ckckckck.
Grace tak luput menangis haru. Hari itu pertama kalinya ia merasa begitu beruntung, sekaligus bersyukur, memiliki sahabat-sahabat dan teman yang care banget :)
Rasanya sangaaat berat meninggalkan mereka, yang sudah Grace anggap saudara sendiri.. Tapi keputusan terlanjur dibuat.. Maka yang bisa Grace lakukan hanyalah menghabiskan waktu sebanyak mungkin bersama teman-temannya ini sebelum benar-benar harus BERPISAH.
Grace juga sudah janji pada mereka, walaupun jauh, harus tetep kontak-kontakan, hubungan persahabatan jangan sampe renggang, hanya karena dipisahkan oleh jarak =)
***
Alvent dan Vita.. Akhirnya Vita telah memutuskan untuk ngomong jujur ke Alvent (tapi bukan nembak, karena mereka udah pacaran) soal kepindahannya.
Mereka ketemuan di Café De Au Lait, tempat kenangan mereka.
“Sorry ya gue telat” Alvent nyengir saat melihat Vita telah menunggu di sebuah meja.
“Haha gapapa kok, ngerti gue mah, dasar jam karet” canda Vita sambil meleletkan lidah
“Ish!” Alvent langsung menjitak pelan kepala Vita.
“Hehehe” Vita tertawa kecil
“Ada apa Vit? Tumben lo ngajak gue kesini..”
Vita yang kaget tiba-tiba ditanya begitu langsung njawab ngawur plus seadanya.. “Engh.. kangen aja! hehe”
Alvent mengerutkan kening.“Me too lah kalo urusan kangen.” Alvent pun duduk di samping Vita.
Vita terdiam. Hatinya beneran bimbang. Antara mau ngomong apa enggak. Akhirnya, dengan agak takut Vita berkata..
“Eh, aduh gimana ya ngomongnya.. sebenernya maksud gue ngajak lo kesini ga cuman itu..”
“Oh mau ngomong. Emh.. sebenernya aku juga sih..”
Vita agak kaget. Jangan jangan Alvent mau minta putus, batin Vita.
“Vit??” Alvent menggerak gerakkan tangannya di depan wajah Vita
“Oh.. iya?” Vita tersadar dari lamunan dan macam macam negative thinkingnya.
“Kamu.. or aku duluan yang mau ngomong?” tanya Alvent
“Kamu aja deh..” sahut Vita
“Sebenernya…. aku.. mau pindah Vit..” ujar Alvent lesu
What?? Apa dia bilang tadi?? batin Vita
“Aku mau pindah.” ulang Alvent
“Lah ilah… Alvent.. aku juga mau ngomong itu, aku juga harus pindah dari kota ini..” ujar Vita agak shock, karena kalimat yang hendak diucapkannya sama dengan Alvent.
“Berarti.. kita sama sama mau ninggalin kota ini?” tanya Alvent
Vita mengangguk, lalu menyesap cappucinonya.
Mereka larut dalam diam yang cukup panjang. Masing masing merasa keki, dan takut untuk sekedar memulai pembicaraan.
“Vit, walaupun kita pisah, aku nggak ingin kita mengakhiri hubungan ini.” ujar Alvent tiba tiba, lalu ia menggenggam tangan Vita kuat-kuat.
“Aku nggak pernah ada niat untuk itu, Vent.” sahut Vita sambil tersenyum.
“Jadi… kita tetep pacaran kan?”
“Iyalah….” Vita mengangguk.
“Horeee!” reflek Alvent memeluk Vita. Kontan saja wajah gadis itu memerah.
“Inget Vit, aku nggak mau kita lost-contact. Walaupun jauh, kita masih bisa email-emailan sama surat. Kamu sanggup kan?” tanya Alvent
“Sanggup dong. Tiap minggu pasti seenggaknya aku kirimin kamu 1 surat dan email” ujar Vita
“Aku juga. Nggak akan pernah lupa untuk kasih kabar ke kamu.” Alvent tersenyum pada Vita. Senyuman termanis yang dimilikinya.
Vita tersendat. Haruskah aku berpisah dengan orang ini? Orang yang begitu menyayangiku dan telah membahagiakanku? Batinnya.
Perlahan air mata jatuh membasahi pipi Vita.
“Jangan nangis Vit. Please. aku pengen kamu seneng di hari terakhir kita..” Alvent memeluk Vita lagi.. kali ini juga mengelus rambut cepaknya.
Bukannya berhenti, tangis Vita malah makin deras saja. Ia semakin tak ingin melepas pelukan hangat lelaki terkasihnya ini..
Label:
cerbung :)
Subscribe to:
Posts (Atom)