@Korean Festival
Grace memasuki pelataran Sachara University dengan ragu-ragu. Ia celingukan ke kanan dan ke kiri, mencari Yong Dae yang belum tampak batang hidungnya.
Tiba-tiba ada yang menyentuh pundaknya. Reflek, Grace menoleh. Seorang laki-laki tinggi berwajah oriental telah berdiri di depannya.
“Grace?” tanya pemuda itu ragu. Alisnya bertaut.
“Ah ya. Aku Grace.. Kamu…” Grace ikut-ikutan menautkan alisnya, lalu ia tersadar dan berteriak “Yongdae!!” seru Grace senang, kemudian memeluk cowok oriental yang dipanggil Yongdae tadi.
“Haha iya aku Yong Dae.. Jadi kamu memang benar Greysia.” Yongdae balas memeluk Grace.
“Ngomong-ngomong kau tau darimana aku disini?” tanya Yongdae setelah Grace melepaskan pelukannya.
“Aku tau.. dari seniorku di kampus.. Namanya Kak Rian.”
“Rian? Darimana dia tau aku?”
“Aduh, ya mana kutau Yong Dae.. dia hanya bilang kau buka sebuah stand di sini.. makanya aku ke sini.. Dasar! Padahal aku mau tanya padamu soal ini, ternyata kau juga sama sama tak tau!” cerocos Grace panjang lebar, agak sedikit mengomel.
“Ckckckc ya sudah deh.. Tapi kayaknya ia temen kita pas SD deh.. Iya atau bukan menurutmu?” tanya Yong Dae lalu menatap Grace
“Mungkin.. Habis aku sudah lupa.. SD itu kan sudah bertahun tahun yang lalu. Mana aku ingat.” sahut Grace balas menatap Yong Dae
Yong Dae terkikik sebentar. “Nah, daripada kita mikirin soal Rian ayo kita liat liat stand stand di sini saja. Mungkin saja Rian tau aku dari band kampus. Aku kan sering main di situ..”
“Kamu main di band kampus??” tanya Grace kaget. Sorot mata gadis itu penuh kekaguman.
“Di balik layar. Jadi panitia tiket sama ngurus kalau mau pada manggung.” sahut Yong Dae lalu tertawa kecil, membuat wajah sumringah Grace berubah manyun.
“Yeeee kirain.. Kalau cuma di balik layar aku juga bisa!”
“Hehehehe, eh tapi jangan salah… begini begini aku famous loh hahaha”
Sebuah jitakan mendarat mulus di kepala Yong Dae.
“Ish, dari SD ga berubah, jitakanmu tetep nomer 1!” Yong Dae meringis sambil mengusap kepalanya. “Tapi kamu cantik banget lho Grace hari ini..”
Grace menoleh. Ia berusaha kelihatan ngambek tapi yang terlihat justru pipinya yang merona.
Pagi ini Grace memang tampil beda. Rambutnya yang panjang sebahu dibiarkan terurai bebas, dan dihiasi sebuah bando keperakan cantik. Ia mengenakan gaun terusan selutut semi-baloon warna putih, plus sepasang flat shoes di kakinya.
“Mau aku timpuk lagi, nih?!” Grace berlagak melepas sebelah flat shoesnya, pura-pura hendak melempar Yong Dae
“Jangaaan Ampuuun mbaaak!” Yong Dae reflek mengangkat tangannya ke depan
Grace tertawa kecil dan memasang kembali sepatunya. “Becandaaaa, yuk ah kita jalan!”
***
Vita terduduk putus asa di sebuah café. Gadis itu gelisah, sebentar sebentar menengok ke arah jendela. Kalau kalau ada seseorang datang.. Seseorang yang ia tunggu dari tadi.. Someone’s specialnya..
Lalu…
“Vit!”
Vita menoleh karena merasa dipanggil. Dan saat itu juga jantungnya terasa berhenti. Tuhan mendengar doanya! Cowok yang ia tunggu dari tadi datang! Alvent datang!
“Maaf aku telat. Maaf aku belum membuka suratmu. Maaf aku belum membacanya satu persatu. Maaf aku belum bisa membalasnya. Maaf aku nggak bisa telepon. Maaf aku nggak bisa sms kamu. Maaf aku belum bisa mengirimimu email. Maaf karena ini semua salahku!” ujar Alvent terbata-bata sambil berusaha mengatur nafasnya.
Vita hanya bisa melongo sambil memperhatikan Alvent.
“Kamu.. duduk dulu deh.. Aku ngerti maksudmu..” kata Vita.
Kemudian Alvent duduk dan mulai menceritakan semuanya, tak terkecuali masalah Sarah.
“Apa?” Vita hampir tersedak mendengar kalimat terakhir dari cerita Alvent.
“Sarah, sahabatku itu, ternyata menyukai aku, Vit.” ulang Alvent
“Mm… Naksir maksud kamu?” tanya Vita lirih, ia mengoles mayonaise pada roti isinya.
“Yah—sejenis itu lah.. Kamu tau kan.”
Mereka terdiam dalam keheningan yang agak mengerikan.. Sampai Alvent buka suara.
“Maafin aku Vit.. Tapi kamu tau, aku cuman sayang sama kamu! Meskipun Sarah—atau siapapun naksir aku, aku nggak bakal berpaling dari kamu. Kamu tau, aku sayang kamu, hanya kamu, just you, nggak ada yang lain. Aku bakal setia, Vit. Aku janji, dan kamu bisa pegang janjiku.” ujar Alvent mantap, lalu menggenggam tangan Vita.
Vita menatap Alvent dalam dalam, seakan berusaha mencari ‘kesungguhan’ di mata lelaki itu.
“Ah ya baiklah, Vent. Aku nggak marah kok. Aku bisa ngerti, karena ini juga bukan salah siapa-siapa—bukan salahmu atau Sarah.” sahut Vita sambil tersenyum, membuat hati Alvent sedikit lega.
“Kalau begitu, ayo kita ke rumahku. Masalah ini perlu penjernihan,” Alvent menarik pelan tangan Vita “Dan—Penyelesaian.”
Vita hanya bisa menghela nafas dan mengangguk, mengikuti kemauan Alvent.
***
@Alvent’s House
“Sarah, kamu udah tau kan, apa tujuanku manggil kamu ke sini?” tanya Alvent pelan.
Sarah hanya terdiam. Ia menunduk.
Nah, jadi—ayo kita selesaikan masalahnya.” tambah Alvent lagi.
Setelah itu tak ada yang berbicara. Semua larut dalam keheningan yang tidak mengenakkan.
Sudah kurang lebih dua jam mereka diam-diaman, sibuk dengan pikirannya masing masing. Akhirnya Alvent berkata..
“Sarah, aku.. Minta maaf, tapi aku nggak bisa sama kamu. Aku cuma sayang sama Vita, kau harus tau itu. Sekali lagi maaf ya Sar.”
Hati Sarah bagaikan dihujam ribuan pisau saat itu juga. Alvent jelas menolaknya—dan ia sudah tau semua ini bakal terjadi, jauh jauh hari sebelumnya—namun tetap saja hatinya sakit. Penolakan yang telak, batin Sarah.
Alvent kemudian menggandeng Vita yang menatap Sarah dengan tatapan bersalah, mereka berdua pergi keluar, hendak meninggalkan rumah tersebut, namun…
“Alvent!”
Panggilan Sarah menghentikan langkah Alvent.
Alvent pun berbalik dan Sarah langsung menghambur memeluknya. Cukup lama dan erat.
Vita sendiri shock dibuatnya. Namun ia membiarkan karena ia mengerti perasaan Sarah saat ini.
Sarah menangis di pelukan Alvent. Lalu ia menghapus air matanya sebelum terlihat oleh Alvent.
“Vita, aku minta maaf sudah menyukai kekasihmu..” ujar Sarah lalu gantian memeluk Vita.
“Nggak papa Sar.. Itu bukan salah kamu..” Vita balas memeluk Sarah.
“Dan kamu, Vent…” Sarah berbalik arah, kemudian menepuk pundak Alvent pelan. “Kamu bakal menyesal sudah menolak cewek sebaik dan secantik aku.” Sarah tersenyum lebar.
Alvent jadi merasa bersalah. “Sar.. aku” belum sempat Alvent melanjutkan perkataannya, lengannya keburu digamit Sarah, dan gadis itu mendekatkannya kepada Vita.
“Jemput kekasihmu. Jangan buat ia menunggu.” goda Sarah sambil mengedipkan sebelah matanya.
Mau tak mau Vita & Alvent tersenyum. Kemudian mereka bertiga melangkah bersama ke gerbang depan.
Sebelum pergi, Sarah sempat-sempatnya berbisik kepada Vita, “Vit, jangan camburu ya, pelukan yang tadi itu pelukan seorang sahabat kok.”
Vita melambaikan tangannya lewat jendela mobil sebelum akhirnya mobil hitam tersebut tak terlihat lagi.
Sarah tak kuat lagi untuk pura-pura tersenyum. Air matanya mengalir deras dari kedua belah pipi gadis itu. Masih berat baginya untuk menerima kenyataan ini. Sangat sangat berat. Hatinya belum cukup kuat dan mentalnya belum benar-benar siap.
***
“Keren sunsetnya!” seru Vita kagum sambil menutup pintu mobil.
“Haha iya dong.. kan Alvent yang milih tempatnya..”
“Dasar Narsis!” sengus Vita
Di antara padang rumput yang luas.. Di tengah belaian angin sepoi sepoi, mereka berdua berangkulan sambil menyaksikan matahari terbenam.
We were both young when I first saw you
I close my eyes
And the flashback starts
I'm standing there
On a balcony in summer air…
See the lights
See the party, the ball gowns
I see you make your way through the crowd
And say hello, little did I know
That you were Romeo, you were throwing pebbles
And my daddy said stay away from Juliet
And I was crying on the staircase
Begging you please don't go, and I said
Romeo take me somewhere we can be alone
I'll be waiting all there's left to do is run
You'll be the prince and I'll be the princess
It's a love story baby just say yes
***
“Ih ketawa sendiri! AGK!” ujar Maria
“Apaan AGK?” tanya Butet
“Awas Gigi kering.. peace!”
“Dasar lu! Udah serius nih guenya..”
“Hehe makanya jadi orang tuh jangan serius serius amir, jadi gampang dikibulin, kan..”
“Gue gibeng bener dah lu!” Butet pura-pura hendak menjitak Maria
***
“Hai, Grace.”
Grace melongo melihat Ahsan ada di Korean Festival ini.
“Hai juga. Ngomong ngomong to the point aja deh ya. Lo nggak bakal jadiin gue ‘asisten’ lo lagi kan, di sini??” tanya Grace penuh selidik
“Haha ya nggak lah. Lagian masa jabatan lo udah abis juga.” canda Ahsan.
“Bagus!” Grace mendesah lega “Trus lo mau ngapain di sini?”
“Ngajak lo jalan. Yuk.” Tanpa ba-bi-bu Ahsan menggandeng tangan Grace.
“Eh.. gue mau diajak jalan jalan sama Yong Dae!” tolak Grace
“Udah.. sama gue aja yok… Yong Dae masih sibuk ngurusin stand-nya tuh! Lagian apa bedanya coba?” sergah Ahsan
“Yaaaah, ya udah deh..” sahut Grace akhirnya.
***
“San, aku mau main ini!” ujar Grace
Namun ternyata Ahsan sudah tak ada di sampingnya, tak lagi menggenggam tangannya. Grace bingung harus mencari Ahsan ke mana, di tengah sesak kerumunan orang begini.
Tiba-tiba…
BRUK!
Grace terjatuh. Ia tabrakan dengan orang orang yang lewat. Dan kakinya… luka.
“Duh….” rintih Grace sambil meniup niup luka pada kakinya yang terasa perih
“Grace!” seru Ahsan, yang langsung menghampirinya.
“Kamu nggak papa?” tanya Ahsan cemas. Wajah Ahsan bertambah pias melihat darah tidak berhenti mengucur dari luka pada kaki Grace.
Dengan sigap Ahsan melepas jaketnya, lalu mengusapkannya pelan pada luka Grace hingga darahnya berhenti.
“Nah, darahnya udah berhenti.. Sekarang tinggal dikasih ini..” ujar Ahsan sembari mengeluarkan sebuah plester.
Grace mendelik. Bukan karena kesakitan saat Ahsan memakaikan plester pada lukanya, namun karena… Ya, gambar plester itu! Gambarnya dot bayi!
Seingat Grace ada yang pernah memberinya plester serupa… Dia… PANGERAN PLESTER! Gosh!
Apa mungkin…
***
“Ah sialan telat! Semalem keasikan nonton Final Destination sih! Duh, mana pake higheels ga bisa lari jadinya! Malangnya nasibkuuuuu~” gerutu Maria sambil berjalan setengah berlari ke arah halte bus.
Kiss me, out of the bearded barley
Nightly, beside the green green grass
Swing swing.. Swing the spinning step
You wear those shoes and I will
Wear that dress oh....
Pas ginian aja ada yang sms! omel Maria lagi, lalu mengubek ubek tasnya untuk mencari handphone.
Tiba-tiba….
“Tiiiiiiiiiiiin!!”
BRAKKKKKKKKK
Maria membuka matanya. Takjub, ia sudah berada di tepi jalan. Tadi ia hampir saja ditabrak mobil… namun… ia berada di pinggir jalan?
Maria secepat kilat menoleh pada seseorang yang bersimbah darah di depan ban mobil kijang. Dan ia menangis ketika mengenali orang itu.. Simon…
————TBC————
Doa’in cepet lanjut ya temen temen… Yang udah setia nungguin FLS keluar makasih! Love ya all <3
No comments:
Post a Comment