Pertama Kalinya
“Apa? Bikin artikel tentang festival celengan untuk majalah sekolah?”
“Iya,” Kira merapikan setumpuk kertas di mejanya. “Kita kan redaksi, adik kelas aja udah banyak yang nyumbang karya. Masa’ iya kita enggak nyumbang apa-apa. Lagian kita kan jarang ngeliput langsung kayak gini, Mi.”
“Iya sih.. Tapi..” Aku menggigit bibir. Masih bimbang. Ngeliput langsung? Ah, aku belum pernah melakukannya.
“Ngga ada tapi-tapian. Udah lah, lagian kita juga nggak cuman berdua kok.” potong Kira sebelum ucapanku selesai.
Refleks aku menoleh ke arah Kira dan bertanya heran, “Emang sama siapa lagi?”
“Sama Nathan.” jawab Kira santai.
Aku membelalak. “Nathan?” tanyaku kaget.
“Iyaa. Dia anak kelas kita lho. Jangan bilang gak inget….”
“Inget kok inget.” Kali ini giliran aku yang memotong ucapan Kira. Kemudian aku berbalik, menghirup angin sepoi dari jendela yang terbuka di depanku.
Kira mendekat dan berdiri di sebelahku. “Kenapa sih? Kok kayaknya nggak seneng gitu..”
“Enggak.. bukannya nggak seneng.. cuman….” Aku menghentikan ucapanku
“Kenapa kenapa?” Kira mendekatkan wajahnya, memasang muka penasaran.
“Ada deeeh~ hahaha,” Aku tertawa keras, makin keras saat melihat wajah dongkol Kira.
Aku sendiri tidak mengerti. Rasanya aneh saja mendengar nama Nathan. Apalagi nantinya aku harus, mau nggak mau, meliput bareng dia. Yah, meskipun kami sekelas, aku dan dia jarang berinteraksi secara langsung. Aduuuh sebenarnya ada apa sih denganku? Oh.. mungkin aku hanya takut nggak cocok sama dia nantinya saat meliput. Iya, pasti begitu. Perasaan aneh ini juga pasti akan hilang dengan sendirinya bersamaan dengan selesainya kami meliput…
***
“Udah siap? Kita berangkat sekarang ya..” kata Kira sambil menggendong tas ranselnya.
“Eh… Nathannya mana?” tanyaku ragu.
“Oiya.. aduuh itu anak satu kemana sih.. keburu siang nih, panas banget!” gerutu Kira.
“Heei maaf ya telat! Tadi disuruh kumpul bentar..” tiba-tiba orang yang sedang dibicarakan muncul. Nathan. Badannya basah oleh keringat, sepertinya ia berlari lari kesini. Aku tertawa kecil melihatnya cengengesan. Lucu sekali dia, sepertinya serius sekali untuk meliput hari ini, sampai lari-lari segala.
“Huuu ngaret terus ah kamu! Yaudah kita berangkat sekarang yuk, biar cepet kelar juga!”
Kami bertiga pun berangkat menuju tempat festival celengan diadakan.
***
“Naik bis??” tanya Kira setengah memprotes.
“Iyalah, mau naik apalagi emangnya? Daripada ngesot. Masih untung ada kendaraan.” Sahut Nathan cuek sambil melambaikan tangan pada sebuah bis di kejauhan. Lagi lagi aku hanya tertawa. Entah kenapa hari ini aku lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya, saat aku bersama Kira, aku akan sangat cerewet. Tapi hari ini berbeda. Mungkin.. karena ada Nathan.
Saat kami naik ke dalam bis, bis tersebut sudah penuh sesak dengan orang-orang. Untungnya masih tersisa tempat. Aku duduk bersebelahan dengan Nathan, sementara Kira duduk di samping seorang nenek tua.
“Panas ya..” ujar Nathan sambil menyeka keringatnya.
Aku mengangguk-angguk setengah melamun. Diam-diam aku curi-curi pandang ke arah Nathan saat dia tak melihatku.
“Kamu baru kali ini naik bis kota?” tanya Nathan tiba-tiba, membuyarkan aku yang sedang memperhatikannya.
“Ha? Eh, enggak kok.. Sering juga sama sahabatku.. Kalo nona gedongan kayak Kira sih aku yakin ini pertama kalinya..” sahutku sambil tersenyum jahil pada Kira.
Nathan tertawa renyah, membuatku jadi memperhatikannya lagi. Tiba-tiba saja, Nathan melihat ke arahku! Aaa aku jadi salah tingkah, kepergok sedang curi-curi pandang ke arahnya. Wajahku segera memerah seperti kepiting rebus, maka aku membuang muka agar Nathan tak mengetahuinya. Aku ini ngapain sih sebenarnya!
Sepanjang perjalanan, Nathan dan Kira terus saja mengobrol, sementara aku hanya diam sambil memandang keluar jendela. Sesekali aku mendengarkan pembicaraan mereka. Aku jadi tahu sedikit banyak hal tentang Nathan dan aku merasa benar benar telah melihat sisi lain Nathan hari ini. Nathan yang disini, berbeda dengan imagenya di sekolah yang tegas dan penuh kharisma. Nathan yang sekarang duduk di sampingku adalah Nathan yang lucu dan menyenangkan. Aku tersenyum sendiri. Mungkin perjalanan kali ini akan mengasyikkan….
***
“Festivalnya baru dibuka sehabis maghrib?” seru Kira kesal, kaget.
“Gimana dong?” tanyaku lesu. Ya ampun, bagaimana nggak kesal? Kami sudah jauh jauh kesini, bela-belain berpanas-panas demi liputan ini, dan ternyata, hasilnya sia sia. Nathan tidak bereaksi apa-apa. Kemudian ia malah mengajakku dan Kira berjalan jalan di sekitar benteng.
“Mumpung udah sampai sini, kita jalan jalan aja yuk!” ajaknya dengan wajah sumringah. Aku terkesima. Di saat saat seperti ini, ia masih bisa tersenyum, bahkan berusaha menghibur kami... Aku, Kira, dan Nathan pun mulai berkeliling. Tiba-tiba di tengah tengah perjalanan.. “Eh, kalian berdua cocok lho, kenapa nggak jadian aja?” teriak Kira.
Aku menoleh ke belakang dan mendapati Kira sedang memegang handphonenya, berlagak seperti fotografer, memotretku dan Nathan. Aduh, jantungku jadi berdebar tak karuan gara gara ucapan Kira. Aku menoleh dan jantungku semakin berdebar hebat saja melihat Nathan senyum senyum. Tuhan, tolong beritahu aku, ada apa sebenarnya denganku hari ini??
***
Hari mulai mendung. Tepat setelah Kira selesai makan sate, hujan deras pun turun. Kami bertiga berlari lari kecil mencari tempat berteduh.
“Naomi, tutupi kepalamu dengan jaket!”
Aku yang sedang bengong sempat kaget oleh seruan Nathan, kemudian aku mengangguk. Jantungku berdebar lagi. Menyebalkan…
Karena hujan semakin deras dan keadaan tak memungkinkan untuk pulang sekarang, kami bertiga memutuskan untuk mampir di sebuah mall, sekedar berteduh dan membeli makanan.
Aku, Nathan, dan Kira memesan burger di sebuah outlet. Kami makan diselingi tawa gara gara lelucon yang berulang kali dilontarkan Nathan. Dia benar benar menyenangkan.. Aku jadi merasa nyaman bersamanya.. Eh, apa sih yang aku pikirkan barusan? Ngelantur berat. Naomi dan Nathan? Itu tidak akan mungkin.
***
Waktu semakin sore dan akhirnya aku harus pulang. “Udah dulu, ya, Kira, Nathan, aku pulang dulu.. Sampai ketemu di sekolah, makasih untuk hari ini.” Pamitku sambil tersenyum.
“Naomi!” panggil Nathan.
Aku berbalik. “Ya?”
“Nggak papa. Hati-hati.” Kata Nathan sambil tersenyum lebar lalu melambaikan tangan.
Untuk yang kesekian kalinya wajahku memerah dan jantungku berdebar. Jangan jangan ini pertanda.. Tuhan, jangan bilang ini yang namanya perasaan suka...
Kau bu\at aku bertanya, kau buat aku mencari
tentang rasa ini aku tak mengerti
Akankah sama jadinya bila bukan kamu
namun senyummu menyadarkanku
kau cinta pertama dan terakhirku
***
Aku tersenyum sendiri melihat foto di tanganku. Foto siapa lagi kalau bukan fotoku dan Nathan, 19 Juni 2011. Aku sudah puas memutar kembali semua memori indah itu. Hari itu benar benar berkesan untukku. Hari itu, 19 Juni 2011, hari dimana seorang Naomi pertama kalinya menyukai Nathan, dan mungkin akan menyukainya selamanya.
Gimana? Alay ya? :p udah ada yang bilang alay sih.. :3 tapi biarin lah. yg penting aku bikinnya pake hati... :)
Khamsahamnida udah baca.. ^^
No comments:
Post a Comment