Dress-Up Game :3

Monday, June 18, 2012

A Melancholy Me

Yeah, you know, what i mean 'melancholy' in this post, right? Just a lil bit uncomfortable feeling and undescribable emotion(s). Jadi hari ini ceritanya aku kan pergi gitu ya... Terus tiba tiba.. ngerasa aneh. Mati gaya banget (?)

"Now I'm standing alone in a crowded room, an we're not speaking" *just sing* *no offense*

Ya seperti yang sudah saya tulis di akun twitter pribadi, "#20FactsAboutMe, salah satunya adalah moody, unpredictable". dan sebenernya yang satu ini lupa ditulis, 'sooooo melancholy.' sometimes i feel like being such a drama queen huahaha =))
Oiya aku juga sebel banget ditinggal, diabaikan, atau tidak dianggap. Creepy. Bikin mood langsung ilang :3

Nah lanjut. begitu sampe di rumah aku kecapekan, tepar, terus istirahat kan. Beberapa saat kemudian aku mandi (setelah puas mantengin Cool Guys, Hot Ramyun). Nah dan you know what... aku nangis di kamar mandi begitu denger lagu. Padahal maksudnya nyetel lagu kan biar semangat gitu lho -_- u,u

Playlist handphone sialanku soalnya malah muter lagu lagu ballad yang sangat sempurna ditangisin (?), Memories-nya SJ, Kyuhyun-Hope Is A Dream That Doesn't Sleep, Yesung-It Has To Be You. Nahlo, gimana mau semangat kan kalo lagunya super ballad yang jelas bikin tambah menye kayak gitu......... Bikin aku sukses 'ngendon' di kamar mandi selama lebih dari 30 menit-10 menit mandi, 20 menit sobbing- hahaha.

Yaudah, cuma mau cerita itu aja. Maaf kalo gak jelas dan makasih mau baca. (^^)

Thursday, June 7, 2012

Sedikit refleksi

Halo, ini namputz sebenernya lagi kurang kerjaan banget malam ini. hape sepi, mention sepi, hati juga sepi #eh #salah #bukankode =))

Jadi pengen curhat aja deh, curhat curhat pendek (?)

Yang pertama mungkin.... pengen curhat aja soal NEM. Secara ya.. sebagai pelajar yang tidak jelas statusnya-lulus SMP dan belum SMA- saya selalu galau nungguin pengumuman tanggal 2 Juni (ini nyeritain sebelum tanggal 2 Juni nya yaa). Mules. Pasti mules rasanya. Bahkan beberapa jam sebelum hasil UN diumumkan, rasanya jantung tuh kayak mau lepas dari tempatnya, berasa gak punya perut....yeah if i should mention it.. it feels like when we're riding Kora Kora at Dunia Fantasi Jakarta. Ternyata oh ternyata... mungkin itu sudah menjadi pertanda bahwa sesuatu akan berjalan dengan kurang baik. Pas terima pengumuman UNnya nih ya... Refleks nangis di KFC, bahkan sampai sepanjang perjalanan pulang ke rumah -___- okay that was sooo damn embarassing but i just couldn't control myself anymore at that time, so i don't give a f*ck of what people think about me.

Herannya dan takjubnya saya, karena ibuk sama sekali nggak menangis atau terlihat kecewa. Beliau bahkan langsung peluk aku dan ngucapin selamat berkali-kali. Dan itu sukses banget bikin nangisku tambah kejer. Kenapa beliau bisa sangat sangat pengertian sementara disisi lain aku bisa begitu frustasi dgn hasilku.

Di rumah, cerita nih soal hasil UN. Kakek langsung meluk, dan bilang nilai itu udah baguuuus banget. Kakak sepupu? Idem. Here are the lil conversation between us (my cousin & I)

Me                         : "Jeleeek" *masih nangis sesenggukan dengan mata sembab*
Kakak Sepupu       : "Berapa emang?"
Me                         : *nyebutin*
Kakak Sepupu       : "Ya Allah..." *nggetok kepalaku*
Me                         : "Kok digetok?" -___-
Kakak Sepupu       : "Sumpah ya kamu tu nggak bersyukur banget. Harusnya seneng bukannya malah nangis."

Wow. Swear, saat itu juga aku langsung diem. Berasa disadarin bahwa aku bener-bener nggak bersyukur dan malah complain atas rezeki yang udah dikasih sama yang di atas. Berasa disadarin bahwa masiiiiiih banyak yang nilainya di bawah, yang pastinya jauh lebih galau dibanding aku.

Oke hari itu aku belajar satu hal. Ternyata hati, pikiran, dan ucapan itu benar-benar harus sinkron. Percuma bilang alhamdulillah padahal dalam hati ngeluh sambil nangis. =)))

Semoga buat hari esok dan kedepannya nggak terjadi galau yang nggak perlu semacam itu lagi. Semoga bisa lebih menerima kenyataan dengan hati yang lapang-dan tentu saja, bisa melangkah maju untuk menghadapinya. Amiin~

Sekian cuap cuapnya, thankyou for reading :3
sori gak penting tapi keep following yaa ;)))

Thursday, May 31, 2012

I Love You, Good Bye #2

Annyeong! *ppopo readers* :3
lama tidak berjumpa dan kali ini saya kembali dengan chapter 2 ff abal-abal bikinan saya wkwk =))



Title                                          :  I love You, Good Bye. #1

Author                                      :  Yudhitasari, Namira.

Main Cast                                  :  Kim Jong-In [EXO], Lee Hyerin [OC]

Support Cast                              :  Shin Dongho [U-Kiss], Kim Soo Ra [OC], Kang Min Hyuk [CNBlue] 

Genre                                        :  Sad, Romance

Rating                                       :  T [Teen]

Length                                      :  Chaptered

 

Disclaimer                                :  Ini adalah ff pertama saya setelah sekian lama hiatus. Dulu sebelumnya pernah bikin ff juga tapi dengan tema yang berbeda, yaitu badminton, monggo bisa dicheck di fb saya, search aja: Namira Yudhitasari. *promosi dikit gapapa ya* *dibandem helm sama readers*. Maaf kalau kurang memuaskan karena lama gak nulis dan terus terang saya juga lupa gimana gaya bahasa saya dulu kalo nulis -___- jadi yang sekarang ini, totally different. mencoba membuat agak sedikit rapi aja, dan maaf kalo bertele-tele .__.v But Still, i make this with lots of love as a fangirl<3 *wink* *aegyo*. Oke jgn kebanyakan bct deh mir, langsung saja, terimakasih, comment jangan lupa yaaaaa^^ Gomawo *bow*


N.B: Typo bertebaran. Jeongmal mianhamnida, maklum, ada pergantian tokoh di tengah tengah penggarapan cerita. T_T





Kalau serius juga tidak apa apa.

Hyerin membalikkan badannya perlahan, menatap Jong-In yang berjalan di sampingnya. Jong-In berjalan semakin cepat, meninggalkan Hyerin di belakang.

“Apa maksudmu, Oppa?” teriak Hyerin sambil berusaha mengejar Jong-In.

“Yaaaku mau jadi pacarmu.

                                                      


***

Hyerin-aa?”

Suara Jong-In membuyarkan lamunan Hyerin.Itu sedikit flashback kisah 2 tahun yang lalu, dan ingatannya kembali pada masa sekarang, dimana Ia & Jong-In sedang berada di sebuah café di daerah Appgujeong.

“Ne, Oppa? Waeyo?” Hyerin tersenyum.

“Aku pulang dulu ya, sepertinya agak kurang enak badan.” Ucap Jong-In. Namja itu kemudian memasukkan beberapa buku kuliahnya yang berserakan di meja.

Senyum di wajah Hyerin agak sedikit memudar. Oppa agak berubah akhir akhir ini. Tapi pasti karena kecapekan saja… bukan karena… ah, mulai deh aku berprasangka buruk.. Tidak, aku tidak boleh egois seperti ini. Aku harus tetap tersenyum.

“Hati-hati, Oppa.” Ucap Hyerin. Jong-In hanya tersenyum. Gadis itu melambaikan tangan sambil mengiringi kepergian namjachingu-nya.



***


Hyerin membuka pintu kamarnya perlahan. Ia membanting tubuhnya di atas tempat tidur. 

Sejenak kemudian, matanya tertuju pada sebuah foto yang terpampang di atas meja belajar. Fotonya bersama Jong-In, saat kelulusan Jong-In. Hyerin bangkit untuk mengambil foto itu. Sambil mengelus foto itu, ia duduk di samping jendela kamarnya yang terbuka. 

Entah kenapa, tiba-tiba, bulir bulir bening jatuh dari matanya. Ia merasa sangat merindukan masa-masa itu. Masa-masa dimana Jong-In masih sangat menyayanginya dan memperhatikannya. 

Saat mereka masih sering jalan bersama. Ia ingat setiap malam Jong-In selalu mengiriminya pesan singkat, ‘Selamat Pagi, yeobo’, ‘Good Night, have a nice dream’, dan pesan singkat semacamnya yang selalu berhasil mencerahkan harinya. Jong-In selalu menyempatkan diri meneleponnya setiap minggu, sekedar untuk memastikan kabarnya baik baik saja. Sekarang? Jangan tanya. Intensitas pertemuan mereka semakin lama semakin berkurang. Jong-In makin sulit ditemui karena tugas-tugas kuliah yang menggunung. Butiran bening itu semakin deras mengaliri wajah Hyerin. Badannya letih, pikiran dan hatinya pun demikian. Tak terasa, ia jatuh terlelap di siang hari yang terik itu.


***

Hyerin-aa, kau sedang apa? Masih tidur? Kibum-aa menunggumu di bawah, katanya mau mengajakmu bermain basket.”

Hyerin mengerjapkan matanya. “Ne, eomma. Aku sudah bangun, sebentar lagi aku ke bawah.” Gadis itu mengulet sebentar lalu bangkit untuk merapikan rambut. 

Hyerin tertawa sendiri ketika sampai di depan kaca, melihat matanya bengkak menjadi dua kali lipat dari ukuran sebenarnya. Bagaimana tidak? Dirinya tertidur setelah puas menangis, meninggalkan lingkaran hitam yang mirip seperti mata panda.

Hyerin-aa!!~~”
Hyerin menghela nafas, kesal. Kenapa sih Kibum tidak pernah sabar menunggunya merapikan diri? 

“Aku turuuun~”


***
 
“Bisakah kau tidak berteriak? Suaramu itu seperti gajah, tahu.” Keluh Hyerin sambil menuruni tangga.

“Berarti kau itu sahabatnya gajah~” balas Kibum tak mau kalah. “YA!!” Hyerin menaikkan intonasinya lalu menimpuk Kibum dengan bola basket di sebelahnya.

“Kkaja, kita berangkat! Sebentar lagi petang.”


***
Hyerin memantulkan bola basket beberapa kali ke tanah, lalu tubuhnya berputar..berputar…dan BLUSH! Bola basket itu pun berhasil dimasukkan ke dalam keranjang. Hyerin tersenyum puas. Moodnya selalu tertolong dengan bermain basket. 

Tiba-tiba gadis itu membalikkan badan, merasa jengah dengan pandangan mata seseorang yang seolah sedang mengawasi maling ayam.

“Apa yang kau perhatikan, Kibum-aa~??” tanya Hyerin galak. Kibum menggerakkan kepalanya sedikit. 

“Kau habis menangis lagi ya? Dasar cengeng.”

Emosi Hyerin tiba-tiba hendak meluap lagi. Hyerin sendiri heran karena biasanya ia tidak se-sensitif ini. Akhirnya ia putuskan untuk tidak mempedulikan ucapan Kibum, dan kembali bermain basket.

“K-I-M   H-Y-E-R-I-N, aku sedang bicara denganmuuuuuuuu”

Suara Kibum mengusik konsentrasi Hyerin sehingga tembakannya meleset. “Ada apa lagi sih? Aku sedang tidak ingin bercanda, Kibum-ah.”

“Kau belum menjawab pertanyaanku. Kau menangis lagi, kan?”

Hyerin hanya diam. Tangannya masih sibuk mendribble bola. Nafasnya tiba-tiba terasa berat dan air mata mulai memenuhi pelupuk matanya. 

“Ceritakan saja. Aku siap mendengarkan.” Kibum memegang telinganya sendiri, berusaha menunjukannya pada Hyerin. Hyerin tersenyum haru. Se-iseng dan se-usil apapun Kibum, cowok itu tetap sahabatnya, satu-satunya orang yang bersedia mendengarkan semua curhatannya tanpa melakukan interupsi. Walaupun tidak selalu memberikan solusi. Tapi setidaknya, kehadiran Kibum sangat membantu mengurangi kesedihan hatinya.

“Jong-In lagi?” tanya Kibum dengan pandangan ‘ini-benar-benar-tidak-bisa-dipercaya’. Hyerin terkikik kecil. “Aku sangat mudah ditebak ya? Haha. Ngg..begitulah.”

Dan cerita Hyerin mulai mengalir keluar tanpa terhenti. Gadis itu benar benar ingin meluapkan segala keresahan hatinya. Membagi masalahnya pada Kibum. Setidaknya ini mengurangi beban pikirannya dan menenangkan batinnya untuk sementara waktu.

“Sudah?”

Hyerin hanya mengangguk, sibuk menyeka air mata dan ingusnya yang berleleran kemana-mana.

“Yah, Hyerin-aa, bukannya bermaksud menggurui. Tapi cinta mungkin memang butuh pengorbanan untuk bisa mencapai sebuah kebahagiaan… kalau kau sudah menangis sekarang, mana mungkin kau bisa bertahan nanti?”

Kibum bangkit, memantulkan bola basket ke papan di sekitar ring beberapa kali. “Jadi,” lanjutnya, “Kalau memang sudah tidak kuat, lebih baik menyerah sekarang daripada lebih menderita nantinya.”

“Aku tidak mau!! Aku tidak mau berakhir seperti ini! Aku.. aku masih sangat menyayangi Jong-In Oppa…..” ucap Hyerin setengah berteriak.

Kibum tersenyum. 
 “Kalau begitu, kau sudah tau apa yang harus kau lakukan sekarang kan?”


***
“Aku pulang,”

Jong-In melepas sepatu kets converse-nya lalu melangkah dengan gontai ke dalam rumahnya. “Eomma, aku pulang.”

“Oh, kau sudah pulang, baguslah. Eomma hendak pergi sebentar dengan Appa-mu. Tolong jaga rumah ya, Jung San sedang lomba mewarnai di sekolahnya. Nanti biar kami saja yang menjemputnya,”

Jong-In hanya mengangguk.

“Kau sudah makan? Wajahmu pucat sekali, Jong-In-aa, jangan lupa makan ya sesibuk apapun pekerjaanmu.”

“Ya, eomma.” Jong-In menjawab singkat. “Sudah hampir pukul 12, lho.”

Eomma melihat ke arah jam dinding. “Ah, ya sudah, kalau begitu kami berangkat dulu, ya, annyeong.”

Annyeong, Eomma, Appa, hati-hati di jalan.”

Jong-In menutup pintu rumah dan baru saja hendak melangkah ke kamarnya, ketika pintu rumah kembali diketuk.

“Ada apa, Eomma? Ada yang ketinggal— Oh, ternyata kau, Dongho-aa. Tumben kemari.”

Seorang anak laki-laki berdiri di depan pintu rumah Jong-In. Wajahnya nampak cemas. “Eun Mun-noona…”

Jantung Jong-In berdesir mendengar nama itu disebut. Raut wajahnya mulai menegang. “Kenapa dengannya?”

Eun Mun-noona….sudah kembali ke Daegu, hyung. Ia… sudah kembali dari Seoul.” ucap Dongho ragu-ragu.

Bagaikan disengat listrik ribuan volt, Jong-In langsung terdiam di tempat. Gadis itu….kembali?


***
“…”

Jong-In-aa!”

Jong-In menoleh dengan kaget.

“Dari tadi siang pasti kau belum makan. Meja makan rapi sekali, keadaaannya masih sama seperti waktu Eomma tinggal. Nah, makanlah dulu. Kan sudah Eomma katakan, jangan sampai kelupaan makan!” Eomma menyodorkan sepiring ddaeokboki ke arah Jong-In. Jong-In hanya menunjukkan cengiran khasnya seperti biasa. “Mianhae, Eomma. Tadi siang aku tidak lapar, tapi malam ini aku pasti makan. Gomawo, Eomma.”

“Ya sudah. Tapi jangan sampai kelupaan lagi ya, Eomma tidak ingin kau sakit.”
Jong-In mengangguk saja. Sambil mengunyah ddaeokbokki pemberian Eommanya, kata-kata Dongho terngiang lagi di kepalanya.

“Eun Mun-noona….sudah kembali ke Daegu, hyung. Ia sudah kembali dari Seoul.”

Jong-In terdiam. Song Eun Mun….. Gadis  itu adalah cinta monyetnya, cinta pertamanya. Gadis itu pernah menjadi bagian terpenting dalam kehidupannya. Namun, saat Jong-In yakin akan pilihannya untuk menyatakan cinta pada Eun Mun… gadis itu justru pergi jauh, tak terjangkau lagi, meninggalkannya.

Jong-In-aa, kita harus berjanji akan terus bersama, ya?”

Jong-In tersenyum sinis. Pada akhirnya, siapa yang ingkar janji, ha? Dasar pembohong!

Jong-In pun memutuskan untuk tidur saat itu juga. Ia tidak ingin memikirkan gadis itu lagi. Ia tidak mau  hidupnya dikacaukan lagi, oleh orang yang sama.


***


“YA! Kim Jong-In! Ada Eun Mun-aa di depan. Berilah salam padanya, dari kemarin ia terus mencarimu.”

Panggilan Eomma dari luar tidak dihiraukan oleh Jong-In. Lebih baik aku pura-pura tidur saja, daripada disuruh menemui perempuan itu, batin Jong-In. Jong-In memasang earphonenya dengan volume maksimal, ia sama sekali tidak berniat untuk keluar kamar selama gadis bernama Eun Mun itu masih berada di luar.

“Jong-In-yaaah~~ Apa kau tidak kasihan pada Eun Mun-aa?”

Kasihan? Untuk apa kasihan pada orang yang sama sekali melupakan kita?

Eomma menghela nafas. Ia tau Jong-In tidak akan bisa diganggu kalau sudah begitu, mau dipaksa sekeras apapun. Eomma melangkah perlahan ke arah pintu depan. “Eun Mun-aa, jeongmal mianhae, Jong-In sepertinya masih tidur… Apa ada pesan yang bisa kusampaikan?”

Eun Mun melirik jam tangannya. Pukul 11 siang. Masih tidur? Ia telah mengenal Kim Jong In dan pria itu adalah seseorang yang sangat rajin bangun pagi. Pantangan baginya untuk bangun lebih dari jam 9, sekalipun itu adalah hari libur. Gadis itu tersenyum sedih memikirkan kemungkinan—kemungkinan bahwa Jong-In benar-benar tidak ingin menemuinya lagi. Wajahnya yang tadinya cerah berubah jadi kalut. “Aniyo, ahjeommakhamsahamnida.. Besok saja aku mampir lagi.. Maaf mengganggu siang-siang…”



***

Jong-In duduk di depan sofa, mengganti-ganti channel televisi dengan asal. Sudah berapa hari ini ia bolos kuliah. Ia pikir percuma jika masuk kuliah namun pikirannya tidak bermuara ke sana. Percuma, karena yang dipikirkannya sekarang justru gadis itu. Ya, gadis itu, Song Eun Mun.

“YA! Kau ini bermalas-malasan saja dari kemarin! Pergilah belanja, Jong-In aa, gerakkan sedikit badanmu!” perintah Eomma dari dapur.

Jong-In menghela nafas panjang. Dari nada bicaranya ibunya, kelihatannya beliau sedang tidak bisa dibantah. Jadi, daripada kepalanya dilempar penggorengan, lebih baik ia pergi.  ”Ne, Eomma, arraseo, aku berangkat sekarang.”

Jong-In mulai berjalan perlahan ke arah pasar. Ketika sibuk memilah-milah sayur dan daging sesuai pesanan ibunya, pria itu melihat sekelebat sosok yang tidak asing. Eun-Mun! Dan gadis itu sedang menghampiri dirinya sekarang! Jong-in segera membayar belanjaannya dan berjalan cepat meninggalkan pasar. Mengapa harus bertemu dengan orang-nomer-satu-yang-paling-tidak-ingin-ditemuinya di saat yang tidak tepat seperti ini?

Walaupun Jong-In telah berjalan dengan cepat—ia hampir berlari, malah—namun Eun Mun tetap gigih mengikutinya. Jong-In memang tidak melihat secara langsung, namun ia memperhatikan gerak gerik Eun Mun dari sudut matanya.

Akhirnya, mereka berdua sampai di rumah Jong-In tanpa mengucapkan dialog apapun. Jong-In baru saja hendak melangkah masuk ketika sebuah suara mengusik perhatiannya.

Jong-In-aa…..”

Jong In berusaha tidak menghiraukan suara itu. Ia malah membawa belanjaannya ke pintu samping—bermaksud masuk lewat sana, namun, sebuah tangan mencekal lengannya.

Jong-In-aa maafkan aku.. Jebal..”

Jong-In menghentak tangan Eun Mun dengan kasar lalu menoleh pada gadis itu dengan tatapan garang.
“Mau apa ke sini?”

Eun Mun menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku, aku mau meminta maaf….. aku sudah meninggalkanmu tanpa pemberitahuan apapun…”

Jong In tersenyum sinis. “Maaf untuk apa? Untuk sesuatu yang sudah terjadi dan sudah berlalu? Bukankah itu percuma dan hanya menyia-nyiakan waktu saja?” katanya penuh penekanan.

Setelah berkata begitu, Jong-In benar-benar melangkah masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Eun Mun yang menangis sendirian.



***




“Ada apa Hyerin-aa? Kenapa wajahmu kusut sekali?~” Jong-In mencubit pipi chubby Hyerin dengan gemas.

Hyerin memanyunkan bibirnya. “Aku kangen sekali padamu, Oppa!!”

“Ahaha kau ini. Aku juga kangen sekali padamu.” Jong-In tersenyum lebar sambil mengacak rambut Hyerin.
“Kemana saja sih selama ini? Sudah 3 hari tidak masuk kuliah kan?”

“Ada beberapa urusan yang harus diselesaikan.” Sahut Jong In sok misterius sambil mengedipkan matanya pada Hyerin, mau tidak mau membuat gadis itu tertawa geli.

Jong In memperhatikan Hyerin yang sedang tertawa, lalu dirinya tersenyum. Ya, aku sudah memiliki gadis ini, sekarang dialah yang terpenting bagiku. Aku harus maju dan melihat ke depan. Tidak ada lagi Eun Mun. Tidak ada lagi gadis itu.

“Oppa, waeyo? Ada sesuatu yang menempel pada wajahku, ya?” tanya Hyerin dengan wajah polos.

Jong-In tertawa renyah. “Ani, ani. Hanya saja kau sangat manis, chagiya.”

Wajah Hyerin mulai bersemu. “Ya! Jadi selama 3 hari tidak masuk kuliah, kau belajar rayuan gombal semacam itu, Oppa? Neon jeongmalyo! Aku tidak akan tertipu!!” Gadis itu menjulurkan lidahnya, membuat Jong-In tersenyum lagi.

Ya, kau harus maju, Kim Jong-In.



***


Rupanya Eun Mun bukanlah perempuan yang menyerah begitu saja. Ia sangat gigih mengunjungi rumah Jong-In, sekedar menitipkan pesan atau membuatkan makan siang untuk keluarga pria itu. Ia sungguh-sungguh ingin meminta maaf dan menjelaskan agar semuanya menjadi jelas. Namun Jong-In tidak pernah menggubrisnya—bahkan untuk sekedar mengucapkan salam.

“Hyung, kau benar-benar keterlaluan!! Tidak bisakah kau menggunakan perasaanmu sedikit? Di luar sana Eun-Mun-noona pasti sendirian menunggumu, tapi kau….kau malah duduk-duduk santai seperti ini!”

Jong-In tetap menyibukkan diri di depan laptopnya—bersikap seakan telinganya tuli dan tak mendengar ucapan Dongho.

“Ya sudah, biar aku saja yang menjemputnya! Dasar hyung babo!” umpat Dongho sebelum akhirnya ia mengambil mantel dan pergi keluar. Pintu depan pun ditutup dengan keras.

Jong-In menurunkan kacamatanya sedikit. Sejak kapan ia jadi se-kurang ajar itu?, batin Jong-In lalu menghela nafas. 2 hari yang lalu, Eun Mun mengirimkan sepucuk surat yang dititipkan pada Eomma.

Jong-In-aa, apa kabarmu?
Aku benar-benar merindukanmu. Sudah berapa tahun ya, kita tidak berjumpa?”

Hah. Gadis ini sok berbasa-basi segala rupanya.

“Mungkin kau masih sangat marah padaku karena kejadian waktu itu. Aku memang bersalah karena kepergianku benar-benar mendadak dan aku tidak sempat memberi tahumu. Tapi yang perlu kau ketahui, aku benar benar, benar-benar ingin minta maaf.”

Jong-In berjalan ke arah jendela kamarnya yang terbuka, lalu meneruskan membaca surat itu lagi.

“Banyak sekali yang ingin aku bicarakan denganmu. Aku tidak mau hubungan kita terus-terusan seperti ini. Kalau kau bersedia, temui aku di COEX Aquarium, hari Sabtu jam 7 malam.”

Itulah akhir surat Eun-Mun. Walaupun Jong-In sedikit terketuk untuk pergi menemui gadis itu, namun pada akhirnya, egonya tetap mengalahkan semua.

Darrr!

Terdengar suara petir, setelah itu diiringi dengan turunnya hujan deras. Jong-in cepat-cepat menutup jendela kamarnya. Beberapa saat kemudian, handphonenya berbunyi.

Yeoboseyo?” ucap Jong-In mengawali percakapan.

“….”

Aneh sekali, kenapa tidak dijawab? Apa telpon iseng?, batin Jong In. “Yeoboseyo?” ulang Jong-In lagi. 

Jong-In baru saja akan menutup telepon ketika terdengar suara dari seberang sana. Dan kata-kata yang terdengar langsung membuat tubuhnya kaku.

Hyung, Eun-Mun-noona pingsan! Tolong bantu aku!”

Secepat kilat, Jong-In menyambar mantelnya lalu melesat menuju COEX.














To-Be-Continued. 

Saran dan komentar sangat dibutuhan demi perbaikan penulisan. RCL please, don't be a silent reader ;)) gomawoyo! \^^/

Monday, May 7, 2012

I Love You, Good Bye. #1 [Teaser :P]

Annyeong bloggie (?) :3 lama tidak berjumpa, dan kali ini saya datang untuk mem-posting sebuah fanfiction~~ Setelah bebrapa saat darah fangirl dalam diri saya sempat meredup, sekarang sudah kembali bercahaya berkat EXO!!! Hahahahah *histerical of New EXOtics :p*
Main cast FF kali ini adalah bias saya, a boy who attracts my attention for the first time... Kim Jong-In a.k.a Kai!! *kisseu Kkamjong*
Oke langsung aja yuk jangan lama-lama, silahkan yang mau membaca. semoga suka^^

Title                  :  I love You, Good Bye. #1
Author              :  Yudhitasari, Namira.
Main Cast         :  Kim Jong-In [EXO], Lee Hyerin [OC]
Support Cast    : Shin Dongho [U-Kiss], Kim Soo Ra [OC], Kang Min Hyuk [CNBlue]
Genre               : Sad, Romance
Rating               : T [Teen]
Length              : Chaptered
Disclaimer        :  Ini adalah ff pertama saya setelah sekian lama hiatus. Dulu sebelumnya pernah bikin ff juga tapi dengan tema yang berbeda, yaitu badminton, monggo bisa dicheck di fb saya, search aja: Namira Yudhitasari. *promosi dikit gapapa ya* *dibandem helm sama readers*. Maaf kalau kurang memuaskan karena lama gak nulis dan terus terang saya juga lupa gimana gaya bahasa saya dulu kalo nulis -___- jadi yang sekarang ini, totally different. mencoba membuat agak sedikit rapi aja, dan maaf kalo bertele-tele .__.v But Still, i make this with lots of love as a fangirl<3 *wink* *aegyo*. Oke jgn kebanyakan bct deh mir, langsung saja, terimakasih, comment jangan lupa yaaaaa^^ Gomawo *bow*


“Jong-In Oppa!”

Kim Jong-In  tersentak dari lamunannya.

“Eo, eo? Mianhae..”

Gadis bernama Lee Hyerin itu mendengus sambil mengaduk-aduk floatnya. “Dari tadi melamun terus.. Waeyo, Oppa?”

Jong-In tersenyum lebar, berusaha menenangkan hati Hyerin. “Anniyaa.. hanya terpikir sesuatu saja.”

“Sesuatu tentang kuliah?” selidik Hyerin.

“Mm..begitulah.”

Hyerin menghela nafas. Beberapa minggu belakangan, namjachingu nya, Kim Jong In, lelaki yang sekarang sedang duduk tepat di hadapannya ini, memang sering melamun. Kalau sudah begitu, wajah Jong-In akan terlihat datar, tapi seperti menunjukkan suatu kesedihan mendalam. Tampak……kesepian. Hyerin menjadi sedikit khawatir. Takut ada apa-apa dengan oppa-nya itu. Ia ingin bertanya, tapi mulutnya selalu terkunci setiap hendak menanyakannya. Entahlah. Hyerin merasa sedikit takut, dan merasa tidak pantas menyatakan itu. Bisa jadian dengannya saja, Hyerin sudah bersyukur. Hyerin benar-benar bahagia bisa berpacaran dengan seniornya yang telah ditaksirnya selama 2 tahun lebih itu...


-flashback-

“Aaaa omonaaa! Sebentar lagi terlambat! Bagaimana mungkin sudah pukul 7!” Hyerin mengomel terburu-buru sambil menyisir rambutnya yang panjang sebahu.

Eomma! Aku berangkat duluuu!” teriaknya, kali ini sembari menyambar roti panggang cokelat dari atas meja makan.

Eomma hanya bisa berdecak melihat tingkah putrinya itu “Yaaaa, hati hati!”


***

Hyerin berlari kencang menuju Byungsan Senior High School. Ya, ia akan jadi murid SMA mulai hari ini. Hari ini, upacara penerimaan siswa baru, dan ia tidak mau terlambat. Ia terus saja berlari tanpa mempedulikan orang-orang di sepanjang jalan yang memperhatikan penampilannya yang berantakan. Yang penting harus sampai dulu!

Nafas Hyerin terengah-engah ketika kakinya menapakkan diri di Byungsan SHS. Ia mulai berjalan perlahan ke dalam sekolah barunya itu. 

“Enggg.. dimana aulanya? Ah baboya, kenapa aku lupa menanyakannya kemarin! So-Ra-aa juga belum datang! Tsk!” Hyerin menggerutu sendiri sambil mengelilingi sebuah lapangan basket yang cukup luas. Saat hampir merasa kalut itulah, ia melihat sosok Soo-Ra, sahabat kentalnya di SMP yang juga akan bersekolah di Byungsan. Dengan cepat, Hyerin kembali berlari..namun tiba-tiba…..


BRUKK!

Hyerin bertabrakan dengan seorang namja tampan berbadan tinggi. Gadis itu sempat terpana beberapa saat. Waaah tampan sekali namja ini~ Ia sangat cocok memakai seragam berwarna hitam itu~ Kyaaa~ Seketika itu juga Hyerin membelalakkan mata. Tunggu……Hitam? Baboya, Hyerin. Kau bertabrakan dengan kakak kelas!  

Hyerin masih terdiam kaku ketika ia sadar ada kedua pasang mata sedang memperhatikannya. Namja itu menggoyangkan tangannya di depan Hyerin dengan wajah sedikit meneleng. “Aaa.. gwenchana, agasshi?” tanyanya sopan.

“Jeongmal mianhae, Sunbaenim!” Hyernm segera bangkit dan meminta maaf setelah membantu namja―yang ternyata akan menjadi kakak kelasnya itu—memunguti buku-bukunya yang berserakan. Gadis itu membungkuk 90⁰ sebagai tanda penghormatan.

Laki-laki yang dipanggil ‘sunbaenim’ itu malah terdiam. Hyerin menjadi was-was. Daebak, Hyerin. Kau sudah berhasil membuat kesan pertama yang sangat tidak menyenangkan.

“Ngg..Sunbae—” 

Hyerin belum menyelesaikan kalimatnya karena namja tadi malah tertawa keras-keras sambil memukul-mukul tanah. Alis Hyerin mengernyit. Apa benar dia ini calon kakak kelasnya nanti?

Melihat tatapan aneh dari Hyerin, namja itu pun menghentikan tawanya, berdehem kecil. Ia menepuk-nepuk pahanya lalu bangkit. “Kau… murid baru ya?” 

“Ah, iya, sunbaenim.. Mannaseo bangapseumnida.” Jawab Hyerin lalu membungkuk lagi. Ketika Hyerin mendongak, ia jadi salah tingkah karena mendapati namja tersebut hanya diam memperhatikannya.

Lagi lagi namja itu tertawa kecil. “Jangan terlalu formal begitu. Kau membuatku jadi ingin menggodamu.” Ia terkikik. Wajah Hyerin memerah. Jadi…..daritadi ia sedang dikerjai?

“Maaf, maaf. Habisnya reaksimu sangat menarik sih,” ucap namja tersebut, masih menahan tawa. Hyerin menoleh ke arah lain, berusaha menyembunyikan wajahnya yang semerah kepiting rebus. “Aku benar-benar minta maaf,” Namja itu berkata lagi, kali ini nadanya terdengar serius dan membuat Hyerin membalikkan badan ke arahnya. 

Sedetik kemudian, jantung Hyerin hampir saja melompat dari tempat yang seharusnya. Namja itu membetulkan jepit rambut yang terpasang pada rambut Hyerin, “Jepitmu hampir lepas,” ujarnya sambil tersenyum lebar. Hyerim terdiam. Sama sekali tidak berkata apapun. “Sudah ya, semoga hari pertamammu menyenangkan, hoobae!” Setelah berkata begitu, ia meninggalkan Hyerin diiringi tawanya yang renyah.

Dada Hyerin berdesir. Rasanya hendak ada yang keluar dari sana. Gadis itu pun menyadari, bahwa ia jatuh cinta pada pandangan pertama—pada sunbae barunya yang usil itu.   


***

Perjuangan Hyerin mendapatkan hati Jong-In—Hyerin baru mengetahui namanya beberapa bulan kemudian setelah pertemuan pertama mereka— bukan sebuah hal yang mudah. Ia jarang bertemu lagi dengan Jong-In walaupun kelasnya dan kelas namja itu berdekatan. 

“Kau ini, mau sampai kapan seperti ini? Ha?”

Hyerin melirik sebal ke arah Soo Ra. “Kan aku yang menjalani. Kenapa jadi kau yang sewot?” gadis itu menjawab acuh tak acuh, kepalanya masih ditempelkan pada meja. 

Soo Ra mengunyah permen karet sambil mengutak atik i-phonenya. “Biasanya kau itu ceplas-ceplos. Tindakanmu selalu spontan, bahkan kau tidak segan segan meninju Ketua Geng Merah yang ditakuti seluruh sekolah. Tapi kenapa untuk urusan yang satu ini, kau sangat pasif? Aku benar-benar tidak mengerti.” Soo Ra menggelengkan kepala, membuat poninya yang sangat rata bergoyang-goyang. 

Hyerin meringis lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia memang bukan tipe perempuan yang suka jaga image seperti kebanyakan perempuan pada umunya. Apa yang ada di pikirannya pasti  akan langsung ia lakukan saat itu juga. Yah, pengecualian untuk masalah ini…. Masalah cinta terpendamnya pada Jong-In.

“Aku capek begini teruuuus~~~~” Hyerin menghela nafas panjang.

Soo Ra membalikkan badannya. “Siapa yang suruh? Cobalah bersikap seperti biasa. Pasti tidak akan se-membosankan ini.”

Hyerin menatap Soo Ra tajam. “Aku tidak bisa.”

“Kenapa?” Soo Ra mengernyit.

“Pokoknya tidak bisa. Ia tidak semanis kelihatannya.” Jawab Hyerin sambil memutar kedua bola matanya. 

Soo Ra hanya bisa menggelengkan kepalanya. Orang yang sedang dimabuk cinta terkadang sangat sulit dimengerti.

***
“Hyerin-aa! Ada yang mencarimu~~~”

Hyerin menurunkan pandangan dari buku yang sedang ia baca. “Siapa?” tanyanya lalu bangkit dengan malas.

“YA! Bersemangatlah sedikit!” 

Hyerin hanya mengedikkan bahunya. 

“Orang yang mencarimu adalah Kim Jong-In, kau tau??” Soo Ra mengedipkan matanya. Wajah Hyerin langsung berubah sumringah. “Jinjjayo?? Dimana dia sekarang??”

“Katanya ia menunggu di tangga~~ kyaaa pasti bahagia yaa~ rasanya bagaikan dijemput oleh sang pangeran berkuda putih~~” Soo Ra berkata layaknya sedang membaca puisi, sambil sesekali berjoget. Gadis itu berputar ke kanan 3 kali, lalu ke kiri 3 kali, sambil memejamkan mata.

“Soo Ra-aa? Kau sedang apa? Hahaha” 

Suara bass Min Hyuk membuyarkan lamunan Soo Ra. Ia menoleh dan tertawa gugup. “A..aniya, Min Hyuk-aa.. Aku..aku sedang berlatih peran… ya! berlatih peran untuk drama kelas!” jawab Soo Ra sekenanya lalu berjalan cepat meninggalkan kelas.

“Hyerin-aa! Awas kau nanti!! Hhh… bagaimana mungkin ia begitu cepat meninggalkan kelas!” 
 
***
Hyerin menelan ludah. Kenapa tiba-tiba tubuhnya terasa dingin? Seperti ada sesuatu yang sedang mengutuk dirinya…. Ah, bukan saatnya memikirkan itu, batin Hyerin saat melihat Jong-In tersenyum di ujung tangga. Hyerin pun melambaikan tangan dari  kejauhan. 

“Ada apa, Sunbae, kau memanggilku? Haha, bahasaku jadi formal lagi.” Hyerin tersenyum gugup sambil merapikan poninya.

“Panggil Oppa saja. Kita kan bukan orang yang baru saja berkenalan, Arra?” potong Jong-In cepat.

Hyerin menggigit bibirnya yang mungil. “O..oppa?” Gadis itu kemudian mengalihkan pandangan,meniup poninya. “Rasanya aneh.”

“Nanti lama-lama juga terbiasa”

“Hhh, sudahlah. Ada apa memanggilku kesini? Tidak biasanya.” Hyerin kembali menghadap ke arah Jong-In.

“Ani. Hanya kangen saja.” Sahut Jong In sambil tersenyum jahil.

“Oppa~~ Jangan bercanda!” Hyerin mencubit lengan Jong-In. Tentu saja, cubitan main-main. “Hahaha aku serius. Hanya kangen. Neomu boggoshipeodo, Hyerin-aa.”
Wajah Hyerin memerah mendengar perkataan Jong-In. ”Sudah ah, Oppa, kutinggal nih kalau tidak ada perlu.”

“Ayo kita jalan-jalan!” Jong-In tersenyum lebar, menampakkan sederet giginya yang putih itu. Hyerin membelalakkan matanya. “Mwo? Tunggu, Oppa! Jangan main-main, habis ini Oppa masih ada pelajaran kan?” Tanya gadis itu, berusaha melepaskan genggaman tangan Jong-In.

“Kita bolos saja! Kkaja! Lagipula sudah lama kita tidak jalan berdua seperti ini kan~”

Hyerin masih bersikeras menolak. Sebenarnya hati kecilnya bertentangan dengan apa yang dia lakukan sih. Yah, tapi khusus untuk urusan yang satu ini— lagi-lagi entah kenapa dia tidak bisa terlalu jujur.

Jong-In berlutut di dekat kaki Hyerin, membuat cewek itu salah tingkah. “Oppaaa kau ini sedang apa sih?” tanya Hyerin gusar. “Aku tidak akan bangun sebelum kau mau ikut denganku.” Ucap Jong-In sambil menatap Hyerin tajam. 
“Lagipula…. Kalau kita tidak pergi sekarang, entah kapan lagi kita bisa bertemu…… ayolah Hyerin-aa, kau mau kaaan?~” Hyerin menghela nafas panjang. Kenapa ia selalu takluk oleh tampang aegyo sunbaenya ini?


Jong-In dan Hyerin terus berjalan. Mereka akhirnya sampai di Taman Kota. Suasana sore di Taman Kota benar-benar  menyejukkan… kalau saja tidak banyak pasangan muda-mudi bertebaran di sudut taman. Hyerin memutar bola matanya. Kenapa dengan santainya menunjukkan kemesraan di depan umum seperti itu? Apakah mereka tidak punya malu?

Oppa, kita pulang saja yuk? Aku tidak nyaman nih, pemandangannya—” Hyerin tidak jadi menyelesaikan kalimatnya saat melihat Jong-In terdiam sambil menatap pasangan-pasangan yang berlalu lalang.“Oppa? Gwaenchana?”

Jong-In menoleh dan tersenyum kaku. “Aa, gwaenchana Hyerin-aa. Mianhae aku melamun.”
Mereka pun melanjutkan perjalanan tanpa berkata apapun. Hyerin mulai merasa jengah. 

“Oppa galau karena iri melihat banyak orang pacaran ya, hahaha.” Hyerin tertawa gugup, berusaha mencairkan suasana. Tiba-tiba Jong-In berhenti berjalan. 

“Yaa mungkin semacam itu ya.” Jong-In meringis. 

“Lho, kau pasti juga punya pacar kan, Oppa?” Tanya Hyerin penasaran.

“Siapa bilang? Aku lajang kok.”

Hyerin terdiam, menerawang ke depan. “Kalau begitu, aku boleh mendaftar jadi pacarmu?” 

Jong-In menoleh ke arah Hyerin, merasa salah dengar.Hyerin menutup mulutnya.Ia sangat kaget sekaligus menyesal mengapa malah kalimat sebodoh itu yang keluar dari bibirnya. Baboya!!! Bukannya mencairkan, sekarang kau justru menghancurkan suasana, Lee Hyerin!! Gadis itu merutuk dirinya sendiri.

“A..aku hanya bercanda, Oppa. Maaf..” ucap Hyerin akhirnya, setelah berhasil menenangkan diri.

“Kalau serius juga tidak apa apa.”

Hyerin membalikkan badannya perlahan, menatap Jong-In yang berjalan di sampingnya. Jong-In berjalan semakin cepat, meninggalkan Hyerin di belakang.
“Apa maksudmu, Oppa?” teriak Hyerin sambil berusaha mengejar Jong-In.

“Yaa—aku mau jadi pacarmu.”


















Gimana, readers? Singkat kan? Yaa semacam teaser gitu lah, liat dulu gimana reaksinya, kalo berhasil bikin penasaran baru dilanjutin XD 
Bahasanya berantakan banget ya kekeke^^v Mohon komentar, saran dan kritiknya dooong, sekali lagi terimakasih sudah mau mampir dan membaca!! *deep bow*